Tampilkan postingan dengan label MAKALAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH. Tampilkan semua postingan

12 Desember 2016

Contoh Makalah HAM Dalam Presfektip Konstitusi dan Presfektif Hukum Internasional



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HAM merupakan pemberian dan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang melekat pada diri setiap manusia, dan tidak akan berubah sampai manusia meninggal dunia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa HAM merupakan satu fitrah yang dimiliki setiap orang tanpa mengenal status dan kedudukan, HAM merupakan sunnatullah yang tidak bisa di tentang atau ditiadakan oleh siapaun. Pentingnya menegakkan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan akan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya-upaya melindungi HAM dalam suatu Negara terutama dalam NKRI sesuai dengan konstitusi HAM yang diatur dalam UUD 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia.
Tuhan menciptakan manusia di muka bumi ini berbangsa-bangsa dengan tujuan untuk saling mengenal. Maka demikian manusia melakukan hubungan satu sama lain, bergaul dan bekerja sama. Namun dalam proses pergaulan antara bangsa tidak terlepas dari persaingan (competition) dan pertikaian (conflict). Perang Dunia II mengakibatkan jatuh korban jiwa yang sangat besar. Peristiwa ini diberbagai belahan dunia melahirkan keperihatinan yang mendalam terhadap peristiwa penistaan nilai kemanusian dalam perang besar tersebut. Keperihatinan tersebut kemudian mendorong kesadaran umat manusia untuk mengedepankan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana isi, kandungan atau bidang-bidang HAM yang dijamin atau dilindungi oleh UUD 1945 (konstitusi) berlaku di indonesia?
  2. Mengapa dibutuhkan peradilan HAM internasional?
Share:

03 April 2016

Contoh Makalah Landasan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan dengan instingnya. Sedangkan belajarnya manusia merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.

Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya, disaat anak ini dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anak mereka juga, begitu juga disekolah dan perguruan tinggi. Para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen. Dalam pendidikan tentunya ada istilah mengajar dan mendidik, untuk melakukan kedua hal itu tentunya di perlukan acuan supaya proses mengajar dan mendidik dapat berjalan sebagaimana mestinya, acuan tersebut dikenal dengan istilah pendidikan.

Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini memiliki pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan disetiap negara tidak sama. Untuk negara kita diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan filsafat, landasan histori, landasan sosial budaya, landasan psikologis, beserta landasan sosiologis dan antropologis.

B. Rumusan Masalah

Dalam sebuah permasalahan perlu adanya rumusan masalah. Rumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahan masalahnya.

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai landasan pendidikan, ada beberapa masalah yang harus kita selesaikan setelah pembahasan tersebut. Adapun identifikasi masalah tersebut :

  1. Apa yang dimaksud dengan landasan pendidikan ?
  2. Apa yang dimaksud dengan landasan yuridis pendidikan dan landasan filosofis pendidikan ?
  3. Apa yang dimaksud dengan landasan psikologis pendidikan dan landasan sosiologis pendidikan ?
  4. Apa yang dimaksud dengan landasan antropologis pendidikan dan landasan historis pendidikan ?
  5. Apa yang dimaksud dengan landasan ekonomi pendidikan ?
  6. Fungsi dan tujuan dari landasan pendidikan ?
  7. Jenis-jenis landasan pendidikan ?

C. Tujuan

Dari semua masalah yang kita angkat pada pembahasan landasan pendidikan ini. Merupakan langkah awal untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita serta cara pandang kita akan Landasan Pendidikan.

Beberapa tujuan yang timbul akibat permasalahan yang kita angkat ini, diantaranya sebagai berikut :

  1. Agar dapat menjelaskan tentang pengertian landasan pendidikan.
  2. Agar dapat menjelaskan tentang landasan yuridis pendidikan dan landasan filosofis pendidikan.
  3. Agar dapat menjelaskan tentang landasan psikologis pendidikan dan landasan sosiologis pendidikan.
  4. Agar dapat menjelaskan tentang landasan antropologis pendidikan dan landasan historis pendidikan.
  5. Agar dapat menjelaskan tentang landasan ekonomi pendidikan.
  6. Agar dapat mengetahui Fungsi dan tujuan dari landasan pendidikan.
  7. Agar dapat mengetahui Jenis-jenis landasan pendidikan.

D. Manfaat

Pada pemaparan ini akan kita bahas untuk manfaat dari judul makalah ini. Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami tentang landasan pendidikan baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan agar dapat memahami landasan pendidikan dari segi jenis-jenis landasan pendidikan, fungsi landasan pendidikan, pengertian landasan pendidikan, dan tujuan landasan pendidikan.

BAB II LANDASAN PENDIDIKAN

1. Landasan Yuridis dan Landasan Filosofis Pendidikan

Pendidikan berfungsi memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan mesti dapat di pertanggung jawabkan. Ada beberapa aliran filsafat pendidikan, misalnya idealisme, realisme, pragmatisme, landasan filosofis pendidikan dalam konteks sistem pendidikan nasional, yaitu pancasila. Ada berbagai asumsi fisafat pendidikan nasional ( pancasila ) yang meliputi hakikat realitas, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai serta implikasinya terhadap pendidikan yang meliputi hakikat tujuan pendidikan isi atau kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan peranan pendidikan peranan peserta didik.

a. Landasan Pendidikan

Landasan berarti tumpuan, dasar atau alas sedangkan pendidikan merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan mengandung dua dimensi, yaitu dimensi berpikir dan dimensi bertindak.

Ada berbagai jenis landasan pendidikan berdasarkan sumber perolehannya, ada empat jenis landasan pendidikan, sebagai berikut:

  • Landasan Religius Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
  • Landasan Filosofis Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
  • Landasan Ilmiah Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan. Tergolong kedalam landasan ilmiah pendidikan atara lain : landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan di kenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual pendidikan.
  • Landasan Yuridis atau Hukum Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari pengetahuan perundang-undanganyang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
  • Berbagai asumsi pendidikan yang telah di pilih dan di adopsi oleh seseorang, sekelompok orang atau lembaga pendidikan akan berfungsi memberikan dasar tujuan konseptual dalam rangka pendidikan yang dilaksanakannya. Jadi, fungsi landasan pendidikan adalah meberikan dasar pijakkan atau titik tolak bagi seseorang sekelompok orang atau lembaga dalam rangka praktik pendidikan.

b. Landasan Yuridis Pendidikan

Landasan Pendidikan Pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlakukan sebagai titik tolak dalam rangka pengelolaan, penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan dalam suatu sistem pendidikan nasional. Landasan yuridis pendidikan bersifat ideal dan normatif, artinya merupakan sesuatu yang di harapkan dilaksanakan dan mengikat untuk di laksanakan oleh setiap pengelola, penyelenggara dan pelaksana pendidikan di dalam sistem pendidikan nasional.

Dasar pendidikan nasional dalam UUD 1945 tersurat pada kelima sila yang di sebut pancasila. Karena pancasila berkedudukan sebagai dasar negara, implikasinya maka dasar pendidikan nasional indonesia adalah pancasila.

Dalam pembukaan UUD 1945 di dalamnya telah tersirat cita-cita pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya pasal 31 UUD NEGARA 1945 secara tersurat menyatakan bahwa :

  1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
  2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
  3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang.
  4. Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Akar pendidikan nasional pada dasarnya merupakan usaha kultural dengan maksud mempertingi kualitas hidup dan kehidupan manusia baik secara individual, kelompok masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Pendiidikan harus di kembangkan dengan berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Secara yuridis, pada pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional di tegaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.

Pembukaan UUD 1945 menyatakan pancasila sebagai dasar negara republik indonesia, serta pasal 29 undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang menegaskan bahwa “( 1 ) negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa”; dan ( 2 ) negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Definisi pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 ).

Fungsi pendidikan nasional adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab”.

c. Landasan Filosofis Pendidikan

Landasan Filosofis Pendidikan merupakan seperangkat asumsi pendidikan yang di dedukasi dari asumsi-asumsi filsafat umum ( metafisika ), (epistomologi), dan (aksiologi) yang besifat preskriptif dari suatu aliran filsafat tertentu.

a. Metafisika ( hakikat realitas ), sesuai dengan yang kita yakini sekarang bahwa realitas atau alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa. Jadi di alam semesta buka hanya realita fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, yang besifat fisik atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai keseluruhan yang integral. Sebagaimana termasuk dalam pembukaan UUD 1945 bahwa hakikat hidup bangsa indonesia adalah berkat rahmat allah yang maha kuasa dan perjuangan yang di dorong oleh keinginan luhur untuk mncapai dan mengisi kemerdekaan.

b. Hakikat manusia. Manusia adalah kesatuan badanu-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan, di bekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup.

Manusia di yakini sebagai makhluk tuhan yang maha esa, mendapat panggilan tugas darinya. Dan harus mempertanggung jawabkan segala amal pelaksanaan tugasnya terhadap tuhan yang maha esa. ( aspek religius ) :

  • Asas mono dualisme : manusia adalah kesatuan badani-rohani ia adalah pribadi atau individual. Tetapi sekaligus insan sosial;
  • Asas mono pluralisme : menyakini keragaman manusia, baik suatu bangsa, budaya, dsb. Tetapi adalah suatu kesatuan sebagai bangsa indonesia / Bhineka Tunggal Ika;
  • Asas nasionalisme : dalam eksistensinya manusia terikat oleh ruang dan waktu maka ia mempunyai relasi dengan daerah, zaman dan sejarahnya. Yang di ungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa dan bangsa;
  • Asas internasionalime : manusia indonesia tidak akan meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok atau bangsa lain;
  • Asas demokrasi : dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antar warga negara, dan hubungan antar warga negara dan negara dan sebaliknya;
  • Asas keadilan sosial : dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung tunggi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya.

c. Epistomologi ( hakikat pengetahuan ), segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari tuhan yang maha esa. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui berpikir, pengalaman empiris, penghayatan dan intuisi dalam konteks interaksi / kominikasi dengan segala yang ada dalam hidupnya.

d. Aksiologi ( hakikat nilai ). Sumber segala nilai hakikatnya adalah tuhan yang maha esa. Manusia adalah makhluk tuhan, insan pribadi individual sekaligus insan sosial maka hakikat nilai di turunkan dari tuhan yang maha esa. Masyarakat dan individu. Atas dasar filsafat atau pandangan hidupnya, yaitu pancasila, bangsa indonesia memiliki filsafat pendidikan tersendiri. Antara lain sebagai mana di uraikan berikut ini:

  • Pendidikan ( pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional )
  • Tujuan Pendidikan ( pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional )
  • Kurikulum Pendidikan. Disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia dengan memperhatikan :
(a) Peningkatan iman dan taqwa
(b) Peningkatan akhlak mulia
(c) Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik
(d) Keragaman potensi daerah dan lingkungan
(e) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
(f) Tuntutan dunia kerja
(g) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(h) Agama
(i) Dinamika perkembangan global, serta
(j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Ketentuan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (pasal 36 undang-undang republik indonesia no. 20 tahun 2003 Tantang Sistem Pendidikan Nasional).

  1. Metode pendidikan. Merupakan alternatif untuk diaplikasikan, sebab tidak satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode lainnya dalam segala konteks pendidikan, dalam praktik pendidikan pemilihan dan aplikasi metode pendidikan diharapkan mengacu pada prinsip CBSA dan sebaiknya bersifat multi metode.

  2. Peranan pendidikan dan peserta didik. Berbagai peranan pendidik dan peserta didik, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersirat dan tersurat dalam semboyan “Ing Ngarso Sung Tulado” artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya, “Ing Madya Mangun Karso” artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya dan “Tut Wuri Handayani”, Artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.

BAB III LANDASAN ILMIAH PENDIDIKAN

1. Landasan Psikologis Pendidikan

Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil studi disiplin psikologi yang di jadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan. Dalam kegiatan belajar 1 anda telah memahami bahwa manusia merupakan “mahkluk yang belum selesai mengadakan dirinya sebagai manusia”, ia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan diri, adapun pengembangan diri antara lain dilakukan melalui pengajaran, yang di mana didalam konsep ini tersirat adanya individu yang belajar. Perkembangan individu (development) dan bagaimana individu itu belajar (learning) dikaji lebih lanjut secara ilmiah dalam disiplin psikologi. Hasil studi tersebut berimplikasi terhadap pendidikan.

a. Perkembangan Individu Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan

Setiap individu mengalami perkembangan (development), yaitu proses perubahan yang berlangsung terus-menerus sejak terjadinya pembuahan (conception) hingga meninggal dunia. Perubahan dalam perkembangan individu terjadi karena kematangan (maturation) dan belajar (learning). Kematangan adalah perubahan-perubahan pada diri individu sebagai hasil dari pertumbuhan fisik atau perubahan-perubahan biologis daripada sebagai perubahan melalui pengalaman. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri individu yang bersifat relatif permanen dan terjadi sebagai hasil pengalaman. Kombinasi dari kematangan atau pertumbuhan biologis dan pengalaman berperan sebagai penentu kesiapan belajar (Yello and Weinstein, 1977).

Ada 5 prinsip perkembangan individu menurut Yello and Weinstein sebagai berikut:
  • Perkembangan individu berlangsung secara terus menerus sejak perubahan hingga meninggal dunia.
  • Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya mempunyai perkembangan yang normal.
  • Semua aspek perkembangan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan emosional satu sama lainnya saling berhubungan atau saling mempengaruhi.
  • Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
  • Perkembangan berlangsung secara bertahap ; setiap tahapan memiliki karakteristik tertentu.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Individu dan Implikasinya terhadap Pendidikan

  • Teori Nativisme menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa faktor-faktor hereditas yang berasal dari orang tuanya.
  • Implikasi terhadap pendidikan, yaitu tidak adanya kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengembangkan kepribadian peserta didik.
  • Teori Empirisme menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi.
  • Implikasi terhadap pendidikan, yaitu memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik; tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik.
  • Teori konvergensi menyatakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor hereditas maupun oleh faktor lingkungan (pengalaman).
  • Implikasi terhadap pendidikan, yaitu memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan faktor-faktor hereditas.

c. Teori Belajar dan Implikasinya terhadap Pendidikan

  1. Teori Behaviorisme, merupakan teori didasarkan pada asumsi bahwa; (1) hasil belajar adalah berupa perubahan tingkah laku yang dapat diobservasi; (2) tingkah laku dan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dimodifikasi oleh kondisi-kondisi lingkungan; (3) komponen teori behavioral ini adalah stimulus, respons dan konsekuensi; (4) faktor penentu yang penting sebagai kondisi lingkungan dalam belajar adalah reiforcement.

  2. Teori Kognitif. Tkoh teori belajar Kognitif adalah Jerome Bruner. Teorinya di dasarka pada asumsi bahwa; (1) individu mempunyai kemampuan memproses informasi. (2) kemampuan memproses informasi tergantung kepada faktor kognitif yang perkembangannya berlangsung secara bertahap sejalan dengan tahapan usianya. (3) belajar adalah proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi. (4) hasil belajar adalah berupa perubahan struktur kognitif. (5) cara belajar pada anak-anak dan orang dewasa berbeda sesuai tahap perkembangannya.

  3. Humanisme. Tokoh teori belajar humanisme, antara lain Carl Rogers. Teorinya didasarkan pada asumsi bahwa (1) individu adalah pribadi utuh, ia mempunyai kebebasan memilih untuk menentukan kehidupannya. (2) individu mempunyai hasrat untuk mengetahui (curiosity), hasrat untuk bereksplorasi, dan mengasimilasi pengalaman-pengalamannya. (3) belajar adalah fungsi seluruh kepribadian individu. (4) belajar akan bermakna jika melibatkan seluruh kepribadian individu (jika relevan dengan kebutuhan individu, dan melibatkan aspek intelektuan dan emosional individu).

2. Landasan Sosiologi Pendidikan

Landasan sosiologis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumberdari hasil studi disiplin sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan. Memahami bahwa manusia adalah mahkluk individual sekaligus juga adalah mahkluk sosial atau mahkluk bermasyarakat. Tentang bagaimana interaksi individu dan kelompok di dalam masyarakatnya di kaji lebih lanjut secara ilmiah dalam disiplin sosiologi.

a. Individu dan masyarakatserta implikasinya terhadap pendidikan

  1. Individu adalah manusia perseorangan yang mempunyai karakteristik bahwa ia sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, unik, dan otonom. Masyarakat didefinisikan Ralph Linton sebagai “setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatua sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”. Sedangkan selo sumardjan mendefinisikan masyarakat sebagai “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan” ( Soerjono Soekanto, 1986).

  2. Dalam struktur sosial tersebut setiap individu mempunyai kedudukan (status) dan peranan ( role) tertentu. Menurut Ralph Linton status adalah suatu kumpulan hak dan kewajiban (a collection of rights and duties),sedangkan peranan adalah aspek dinamis dari suatu status. Seseorang dikatakan melaksanankan peranannya jika ia melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya. Status dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) status yang diperoleh sejak lahir atau diberikan kepada individu (ascribed status), (2) status yang diraih, yaitu status yang memerlukan kualitas tertentu yang diraih melalui upaya tertentu atau persaingan (achieved status)

  3. Dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, setiap individu maupun kelompok melakukan interaksi sosial adapun dalam interaksi sosisal tersebut mereka melakukan berbagai tindakan sosial, yaitu perilaku individu yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan sosial yang di lakukan individu hendaknya sesuai dengan status dan peranannya yang mengacu kepada sistem nilai dengan norma atau tatakelkuan yang berlaku diddalam masyarakat. masyarakat menuntut hal tersebut tiadam lain agar konformitas, yaitu bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan yang diharapkan kelompok.

  4. Seperti telah dijelaskan di muka, salah satu unsur masyarakat adalah adanya hubungan sosial atau interaksi sosial. Dengan demikian individu-individu dan kelompok didalam masyarakat itu bekerja sama. Hubungan sosial tersebut antara lain mengimplikasikan terjadinya reproduksi sehingga masyarakat menghasilkan keturunan, yaitu generasi muda yang akan menjadi generasi penerus dari generasi tua dalam masyarakat yang bersangkutan. Implikasi dari konsep individu dan masyarakat sebagaimana diuraikan di atas, antara lain bahwa (1) pendidikan perlu di lakukan terhadap individu demi terciptanya konformitas didalam masyarakat. (2) dalam konteks ini .pendidikan identik dengan sosialisasi.

b. Pendidikan dan Masyarakat

Pendidikan sebagai pranata sosial. Theodorson G.A. mendefinisikan pranata sosial ( social institution) sebagai suatu sistem peran dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi di sekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi sosial yang penting ( sudarja adiwikarta, 1988 ). Komblun menggunakan istilahinstitusi untuk menjelaskan pranata sosial, ia mendefinisikan sebagai “suatu struktur status dan peranan yang diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar anggota masyarakat” (kamanto sunarto, 1993). Esensinya bahwa pranata sosial merupakan suatu sistem aktivitas yang khas dari suatu kelakukan berpola; aktivitas yang khas ini dilakukan oleh berbagai individu atau manusia yang mempunyai status dan peran masing-masingyang saling berhubungan atau mempunyai struktur; mengacu kepada sistem ide, nilai, dan norma atau tata kelakuan tertentu; dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan; dan aktivitas khas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarakat.

Sebagai individu-individu, masyarakat pun memiliki berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut masyarakat membangun pranata-pranata sosial. Contohnya, pranata ekonomi merupakan salah satu pranata sosial yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mengenai mata pencaharian hidup, memproduksi barang dan jasa, menyimpam, mendistribusikan hasil produksi. Demikian halnya, bahwa pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang berfungsi untuk mensosialisasikan generasi mudanya agar tercipta homogenitas atau konformitas.

Hubungan pendidikan dan masyarakat. Terdapat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat. Sudarja Adiwikarta (1988), antara lain mengemukakan bahwa:

  1. Terhadapa hubungan yang tetap dan positif antara derajat pendidikan dengan kehidupan ekonomi, dalam arti makin tinggi derajat pendidikan suatu masyarakat makin tinggi pula derajat ekonominya.
  2. Di dalam masyarakat terdapat startifikasi sosial ( pelapisan sosial ). Berkenaan ini, pendidikan berpengaruh terhadap startifikasi sosial, sebaliknya startifikasi sosial juga berpengaruh terhadap pendidikan.
  3. Pendidikan berpengaruh terhadap mobilitas sosial. Dalam masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka, melalui pendidikan orang mempunyai kesempatan untuk berusaha naik ke tangga status sosial yang lebih tinggi, tetapi sebaliknya terbuka pula peluang untuk turun atau jatuh ke tangga status sosial di bawahnya.
  4. Pendidikan mempunyai peranan dalam rangka perubahan sosial. Dalam hal ini selain berperan sebagai agen pelestari keadaan masyarakat ( agent of conservation ), pendidikan juga berperan sebagai pelaku perubahan keadaan di dalam masyarakat (agent of change).

3. Landasan Antropologi Pendidikan

Landasan antropologis pendidikan adalah seperangkap asumsi yang bersumber dari hasi studi disiplin antropologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.

Selain sebagai mahkluk sosial, manusia juga adalah mahkluk berbudaya. Manusia menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya dan membudaya. Adapaun yang dimaksud kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar” ( koentjaraningrat, 1985:180).

Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu sebagai berikut.
  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan.
  2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
  3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Manusia adalah mahkluk berbudaya, tetapi kebudayaan tidak dibawa manusia sejak kelahirnya. Secara faktual, dan sebagai mana tersurat dalam defiisi yang di kemukakan Koentjaraningrat, kebudayaan dapat menjadi milik diri manusia sehingga menjadi karakteristiknya yang esensial dibanding dengan hewan hanyalah melalui belajar. Proses-proses biologis untuk reproduksi memang mencukupi untuk mempertahankaneksistensi kelompok, akan tetapi tidak cukup untuk bertahannya kelompok itu dalam artian sebagai suatu masyarakat (Ralph Linton, 1945).

Jika dalam sosiologi anda mengenal istilah sosialisasi untuk memahami pendidkan, dalam antropologi dikenal istilah enkulturasi. Sekalipun terdapat perbedaan sudut pandang antara sosiologi dan antropologi erta terdapat perbedaan antara sosialisasi dan enkulturasi, tetapi sesungguhnya kedua hal tersebut merupakan realitas yang sulit dipisahkan. Seperti telah anda pahami, definisi sosialisasi menekankan kepada pengambilan peranan, namun sesungguhnya di dalam peranan-peranan tersebut inheren nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Karena itu, didalam proses sosialisasi itu sebenarnya terjadi juga proses enkulturasi ( pembudayaan ). Kebudayaan menjadi imput bagi pendidikan, antara lain dapat kita pahami bahwa (1) kebudayaan milik suatu masyarakat yang berupa nilai-nilai dan gagasan-gagasan akan menggariskan tujusn pendidikan, (2) wjud kebudayaan berupa nilai-nilai, norma-norma, gagasan-gagasan dan wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas berpola dari suatu masyarakat akan menjadi isi (kurikulum) dan cara-cara (metode) pendidikan, (3) wujud fisik berupa bangunan, benda-benda, dan uang merupakan sarana alat, dan biaya yang digunakan dalam pendidikan. Sebaliknya, pendidikan berfungsi untuk melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi), dan berfungsu pula dalam rangka mengembangkan kebudayaan masyarakat (funsi kreasi).

Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang khas sebagai karakteristik yang membedakan dari masyarakat lainnya, yang akan beriplikasi terhadap pendidikan setiap masyarakat yang bersangkutan.

4. Landasan Historis Pendidikan

Landasan historis pendidikan merupakan seperangkap konsep dan praktik pendidikan masa lampau sebagai titik tolak sistem pendidikan masa kini yang terarah ke masa depan. Pendidikan masa kini tidak terwujud begitu saja secara tiba-tiba, melainkan merupakan kesinambungan dari pendidikan pada masa lampau. Dalam kesinambungan tersebut, konsep dan praktik pendidikan masa lampau yang di pandang baik dan berguna akan tetap di pertahankan, sedangkan konsep dan praktik pendidikan yang di pandang tidak baik dan tidak berguna atau keliru akan di perbaiki atau di kembangkan sehingga berbeda dengan konsep dan praktik pendidikan masa lampau. Contohnya, konsep atau semboyang tut wuri handayani yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara sejak zaman pergerakan nasional sampai saat ini masih dianut dan di aplikasikan dalam pendidikan kita, sedangkan konsep dan praktik pendidikan yang bersifat dualistik dan aristokrsi pada zaman penjajahan belanda diperbaiki dengan pendidikan sebagai landasan pendidikan yang bersifat demokratis.

Landasan historis pendidikan indonesia, antara lain mencakup landasan historis pendidikan (1) zaman purba, (2) zaman kerajaan hindu-budha, (3) zaman kerajaan islam, (4) zaman pengaruh portugis dan spanyol, (5) zaman kolonial belanda, (6) zaman pendudukan jepang, (7) pendidikan periode 1945-1969, dan (8) pendidikan pada masa PJP I (1969-1993).

5. Landasan Ekonomi Pendidikan

Ekonomika merupakan studi tentang kemakmuran materi manusia. Masalah pokok ekonomi mencakup pilihan-pilihan yang berkaitan dengan konsumsi, produksi, distribusi dan pertumbuhan sepanjang waktu. Menurut pepelasis, dkk, faktor-faktor yang sangat penting dalam ekonomi (pembangunan) adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, akumulasi modal, teknologi dan kewiraswastaan, serta sosio-budaya. Faktor ekonomi yang sangat berkesesuaian dengan pendidikan adalah sumber daya manusia ( Redja Mudyahardjo, 1995).

Oleh karena itu, ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pendidikan adalah human investment atau upaya penanaman modal pada diri manusia ( Odang Muchtar, 1976). Pendidikan diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang produktif dalam menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Terdapat hubungan antara pendidikan dan ekonomi, antara lain melalu pendidikan tenaga kerja produktif dapat dihasilkan. Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan memerlukan sejumlah dana yang harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.

Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal. Filosofis adalah suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.

B. Saran

Landasan filosofis pendidikan di Indonesia yakni Pancasila, implikasi terhadap pendidikan harus menyesuaikan dan menyelaraskan tujuan pendidikan nasional, kurikulum pendidikan, metode pendidikan,  kejelasan peranan pendidik dan peserta didik. Dengan strategi tersebut maka harapan yang diinginkan akan terpenuhi sejalan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwikarta, S. (1998). Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang hubungan pendidikan dan masyarakat. P2LPTK, Dirjen Dikti Depdikbud.

BP7 Pusat. (1995). Materi Penyegaran Penatar, Buku 1 Bidang P4. BP-7 Pusat.

Manan, I. (1989). Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. P2LPTK, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Muchtar, O. (Peny.). (1991). Dasar-Dasar Kependidikan. IKIP Bandung.

Sunarto, K. (1993). Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Syam, M. N. (1984). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia.
Share:

05 November 2015

Contoh Makalah Penanggulangan Kemiskinan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dulu hingga sekarang apalagi sejak terhempas dengan pukulan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1997. Kemiskinan sering kali dipahami sebagai gejala rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan merupakan gejala yang bersifat komplek dan multidimensi. Rendahnya tingkat kehidupan yang sering sebagai alat ukur kemiskinan pada hakekatnya merupakan salah satu mata rantai dari munculnya lingkaran kemiskinan.

Sejak tahun 2002, sebuah tim yang terdiri dari para analis Indonesia dan manca negara, dibawah naungan Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV) di kantor Bank Dunia Jakarta, telah mempelajari karakteristik kemiskinan di Indonesia. Mereka telah berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan tidak bermanfaat dalam upaya

pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga- lembaga non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas kehidupan masyarakat miskin

Makalah mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari kemiskinan di Indonesia pada saat ini melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang terjadi di negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini memaparkan kekayaaan pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya pengentasan kemiskinan.

Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang berjudul “Pengentasan Kemiskinan” dan penulis sangat berharap bahwa kajian kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai tantangan.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:

  1. Apa pengertian kemiskinan?

  2. Bagaimana cara mengukur kemiskinan?

  3. Apa saja penyebab kemiskinan?

  4. Bagaimana keadaan kemiskinan di Indonesia?

  5. Apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan?

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian kemiskinan

2. Mengetahui cara mengukur kemiskinan

3. Mengetahui penyebab kemiskinan

4. Mengetahui keadaan kemiskinan di Indonesia

5. Mengetahui apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kemiskinan

Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Sedangkan Kepala Badan Pusat Statistik , Rusman Heriawan mengatakan seseorang dianggap miskin apabila dia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal. Kebutuhan hidup minimal itu adalah kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan minimal non makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. "Jadi ada kebutuhan makanan dalam kalori dan kebutuhan non makanan dalam rupiah. Kalau rupiahnya yang terakhir adalah Rp 182.636 per orang per bulan," kata Rusman Heriawan kepada BBC. Dengan definisi itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 mencapai sekitar 35.000.000 jiwa.

Angka itu merupakan hasil survei sosial ekonomi nasional, Susenas dengan sampel hanya 68.000 rumah tangga, padahal jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai 55.000.000. Menurut ahli statistik dari Institut Teknologi Surabaya, Kresnayana Yahya, cara pandang pemerintah terhadap kemiskinan tidak mencerminkan realitas.

"Ada yang tidak diperhitungkan, perusak-perusak kalori. Orang merokok bisa enam sampai tujuh batang. Itu sebenarnya negatif. Dia bisa mengatakan belanjanya sekian, tetapi di dalamnya ada enam-tujuh batang rokok," kata Kresnayana Yahya.

B. Mengukur Kemiskinan

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari."Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.

Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

C. Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

  1. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
  2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
  3. penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
  4. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
  5. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

D. Kemiskinan Di Indonesia

Pengentasan kemiskinan tetap merupakan salah satu masalah yang paling mendesak di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari hampir sama dengan jumlah total penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2- per hari dari semua negara di kawasan Asia Timur kecuali Cina. Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Di samping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Walaupun angka kemiskinan nasional mendekati kondisi sebelum krisis, hal ini tetap berarti bahwa sekitar 40 juta orang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Lagi pula, walaupun Indonesia sekarang merupakan negara berpenghasilan menengah, proporsi penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari sama dengan negara-negara berpenghasilan rendah di kawasan ini, misalnya Vietnam.

Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong (miskin dari segi pendapatan) dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.

  1. Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat
  2. Kemiskinan dari segi non-pendapatan adalah masalah yang lebih serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah:
  3. Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun- tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.
  4. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia hanya sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih.
  5. Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama.
  6. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan, 78 persen.
  7. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.
  8. Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 persen bagi masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.

E. Prioritias Untuk Pengentasan Kemiskinan

Strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:

  • Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin
  • Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
  • Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin

    Sebagai kesimpulan, masalah kemiskinan Indonesia yang terus ada dan bersifat khas, digabung dengan prioritas pemerintah dan kemampuan fiskal untuk menanganinya, Indonesia saat ini berada dalam posisi untuk meraih kemajuan yang berarti dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Pertanyaannya adalah: dari mana semua harus dimulai? Berbagai tindakan

    diperlukan di beberapa bidang untuk menangani empat butir penting dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia yaitu:

    1. mengurangi kemiskinan dari segi pendapatan melalui pertumbuhan
    2. memperkuat kemampuan sumber daya manusia
    3. mengurangi tingkat kerentanan dan risiko di antara rumah tangga miskin.
    4. memperkuat kerangka kelembagaan untuk melakukannya dan membuat kebijakan publik lebih memihak masyarakat miskin.

      Mengingat ke-empat butir tersebut di atas, maka ada 16 tindakan berikut merupakan prioritas untuk dilakukan dengan segera. Ke 16 tindakan itu yaitu:

      1. Hapuskan larangan impor beras.
      2. Lakukan investasi di bidang pendidikan dengan fokus pada perbaikan akses dan keterjangkauan sekolah menengah serta pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, sambil terus meningkatkan mutu dan efisiensi sekolah dasar.
      3. Lakukan investasi di bidang kesehatan dengan fokus pada perbaikan mutu layanan kesehatan dasar (oleh pemerintah dan swasta) dan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan.
      4. Suatu upaya khusus diperlukan untuk menangani angka kematian ibu yang sangat tinggi di Indonesia.
      5. Perbaiki mutu air bagi masyarakat miskin dengan menggunakan strategi berbeda antara daerah pedesaan dengan perkotaan.
      6. Tangani krisis sanitasi yang dihadapi Indonesia dan masyarakat miskinnya.
      7. Luncurkan program berskala besar untuk melakukan investasi pembangunan jalan desa.
      8. Perluas (sampai tingkat nasional) pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (CDD) Indonesia yang sukses.
      9. Pengembangan secara utuh sistem jaminan sosial komprehensif yang mampu menangani risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat miskin dan hampir miskin.
      10. Revitalisasi pertanian melalui investasi di bidang infrastruktur dan membangun kembali riset dan penyuluhan.
      11. Memperlancar sertifikasi tanah dan memanfaatkan kembali tanah gundul dan tidak subur untuk penggunaan yang produktif.
      12. Membuat peraturan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel.
      13. Perluas jangkauan layanan keuangan bagi masyarakat miskin dan tingkatkan akses usaha mikro dan kecil ke pinjaman komersial.
      14. Perbaiki fokus kepada kemiskinan dalam perencanaan dan penganggaran di tingkat nasional untuk penyediaan layanan.
      15. Jalankan program pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan.
      16. Perkuat monitoring dan kajian terhadap program kemiskinan.

      BAB III
      KESIMPULAN

      Masalah kemiskinan di manapun adalah masalah yang sangat sulit untuk diselesaikan. Berikut ada 16 cara yang dapat dilakukan untuk mengentasakan kemiskinan tersebut yaitu:

      1. Hapuskan larangan impor beras.
      2. Lakukan investasi di bidang pendidikan dengan fokus pada perbaikan akses dan keterjangkauan sekolah menengah serta pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, sambil terus meningkatkan mutu dan efisiensi sekolah dasar.
      3. Lakukan investasi di bidang kesehatan dengan fokus pada perbaikan mutu layanan kesehatan dasar (oleh pemerintah dan swasta) dan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan.
      4. Suatu upaya khusus diperlukan untuk menangani angka kematian ibu yang sangat tinggi di Indonesia.
      5. Perbaiki mutu air bagi masyarakat miskin dengan menggunakan strategi berbeda antara daerah pedesaan dengan perkotaan.
      6. Tangani krisis sanitasi yang dihadapi Indonesia dan masyarakat miskinnya.
      7. Luncurkan program berskala besar untuk melakukan investasi pembangunan jalan desa.
      8. Perluas (sampai tingkat nasional) pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (CDD) Indonesia yang sukses.
      9. Pengembangan secara utuh sistem jaminan sosial komprehensif yang mampu menangani risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat miskin dan hampir miskin.
      10. Revitalisasi pertanian melalui investasi di bidang infrastruktur dan membangun kembali riset dan penyuluhan.
      11. Memperlancar sertifikasi tanah dan memanfaatkan kembali tanah gundul dan tidak subur untuk penggunaan yang produktif.
      12. Membuat peraturan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel.
      13. Perluas jangkauan layanan keuangan bagi masyarakat miskin dan tingkatkan akses usaha mikro dan kecil ke pinjaman komersial.
      14. Perbaiki fokus kepada kemiskinan dalam perencanaan dan penganggaran di tingkat nasional untuk penyediaan layanan.
      15. Jalankan program pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan.
      16. Perkuat monitoring dan kajian terhadap program kemiskinan.

      BAB IV
      STUDY KASUS

      4.1 Banyak Program, Namun Kemiskinan Tetap Tinggi

      Ketika program subsidi langsung tunai (SLT) berakhir, banyak yang menduga angka kemiskinan meningkat di 2007. Bank Dunia, misalnya, pada laporan World Bank East Asia Update yang dilansir November 2006, memperkirakan angka kemiskinan tahun depan akan meningkat setelah berakhirnya program SLT.

      "Program Subsidi Tunai Bersyarat yang akan dimulai tahun depan akan terlalu kecil untuk meredam dampak berakhirnya SLT," kata laporan itu.

      Kajian Tim Indonesia Bangkit lebih kritis lagi. Gabungan pengamat ekonomi di tim itu menilai angka kemiskinan pasti meningkat di tahun ini mengingat daya beli rakyat yang terus merosot. Lalu karena berakhirnya SLT, dan tak terkendalinya harga kebutuhan pokok seperti kenaikan harga beras dan minyak goreng serta banjir di beberapa daerah.

      "Angka kemiskinan hanya akan turun dengan dua kemungkinan, melakukan perubahan dan rekayasa metodologi perhitungan. Kedua, melakukan perubahan atau pembersihan sampel data, yang merupakan cara yang sangat vulgar dan manipulatif serta sangat memalukan baik secara moral maupun intelektual," tutur pengamat ekonomi Imam Sugema. Namun, di luar dugaan angka kemiskinan justru turun 2,13 juta orang dari tahun lalu. Dengan perubahan garis kemiskinan dari Rp 151.997 per kapita per bulan menjadi Rp 166.697 per kapita per bulan. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi garis kemiskinan karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

      Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, kenaikan pendapatan masyarakat yang berada di garis kemiskinan itu meningkat dibandingkan kenaikan harga bahan pokok. Di samping itu, walau harga beras naik, namun diimbangi dengan digelontorkannya program beras bagi masyarakat miskin. BPS menilai walau pun SLT berakhir tetapi banyak penduduk miskin yang dapat menggunakan duit yang berasal dari SLT untuk bekerja informal. Terkait kemiskinan ini, analisa Bank Dunia menunjukkan, perbedaan antara orang miskin dan yang hampir miskin di Indonesia sangat kecil.

      Kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Bank Dunia menyebutkan, ada tiga ciri menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan yang setara dengan pendapatan perkapita US$ 1,55 per hari. Sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin, rentan terhadap kemiskinan.

      Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan, tapi dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar. Serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.

      Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.

      Sedangkan dana yang dikucurkan untuk program kemiskinan, dinilai tidak menyentuh langsung ke permasalahan kemiskinan. Anggaran kemiskinan sebesar Rp 54 triliun di 2007 dan Rp 62 triliun di 2008, menurut Imam Sugema, dari nilai Rp 54 triliun itu yang langsung bersentuhan dengan kemiskinan hanya Rp 5 triliun. Meski demikian, walau dari sisi statistik kemiskinan di Indonesia turun, tetapi kenyataannya, kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin di Indonesia masih tajam.

      Besarnya jumlah penduduk miskin itu, karena masih besarnya angka pengangguran di Indonesia. Tidak terserapnya angkatan kerja, memang disebabkan lambatnya laju ekspansi sektor usaha. Data BPS menunjukkan, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2007 mencapai 108,13 juta orang atau bertambah 174 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2006 yang tercatat 106,39 juta. Dari penambahan angkatan kerja itu, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja pada Februari tahun ini mencapai 97,58 juta orang. Dengan begitu, jumlah pengangguran di Indonesia masih mencapai 10,55 juta orang hingga Februari 2007.

      Bagaimana pun juga, jika pemerintah masih belum mampu menggerakkan sektor riil, maka pengangguran masih akan membengkak karena angkatan kerja terus bermunculan dan jumlah penduduk yang belum bisa diatasi seperti terlihat pada data periode Maret 2006 populasi penduduk sebesar 221,328 juta orang menjadi 224,177 juta orang di 2007.

      Tugas berat bagi pemerintah saat ini maupun pemerintah yang selanjutnya memang mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Tentu kita mengharapkan, pemimpin-pemimpin negara ini tidak lagi terpecah-pecah dengan beragam keinginan partai melainkan menjadi satu untuk bersama-sama mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran ini.

      4.2 Pemerintahan SBY-JK dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia

      Oleh :Bawono Kumoro 10-Des-2008, 22:23:46 WIB [www.kabarindonesia.com]

      KabarIndonesia - Peluang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memenangkan pemilihan presiden (pilpres) 2009 belum sepenuhnya aman. Peluang SBY untuk terpilih kembali akan aman bila kepuasan publik terhadap kinerjanya berada di atas 60%. Sebaliknya, SBY akan sangat mungkin dikalahkan jika kepuasan publik atas kinerja pemerintahannya berada di bawah 50%.

      Demikian hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada tanggal 8-20 September 2008. Survei ini melibatkan 1.239 responden dengan toleransi kesalahan 2,8% pada tingkat kepercayaan 95%. Sulit dipungkiri bahwa peluang SBY pada pilpres 2009 sangat bergantung pada kinerja pemerintahannya di bidang ekonomi, terutama soal pengentasan kemiskinan.

      Dua Paradigma

      Ada semacam kesepakatan luas, jika pengentasan kemiskinan menjadi motif utama dari kebijakan pembangunan, maka pengadaan dan peningkatan penghasilan orang miskin menjadi tujuan terpenting seluruh kegiatan. Namun, dalam kaitan itu, ada dua paradigma berbeda tentang cara pencapaiannya.

      Pertama, keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah obat paling mujarab untuk mengentaskan kemiskinan karena akan menyerap banyak tenaga kerja. Namun, realitas empiris menunjukkan hal yang sebaliknya. Hal itu tak lain disebabkan oleh maraknya cara berproduksi padat modal dan hemat tenaga kerja.

      Kedua, keyakinan bahwa orang miskin harus dibantu untuk mendapatkan penghasilan. Sektor usaha kecil dan menengah (UKM) pun diyakini sebagai sendi utama perekonomian rakyat. Asumsinya ialah ketika persamaan kesempatan dengan usaha padat modal tersedia, maka usaha kecil menengah dipercaya akan mampu meningkatkan investasi, pengembangan usaha, dan penghasilan. Sayangnya, sebagimana paradigma pertama, belum ditemukan bukti-bukti empiris yang menyakinkan guna mendukung kebenaran asumsi tersebut. Berpijak dari kedua paradigma di atas, agaknya memang tidak ada resep instan yang dapat dijadikan sebagai sebuah pegangan pasti dalam kebijakan pengentasan kemiskinan.

      Empat Acuan

      Meskipun demikian, penulis berpandangan ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintahan SBY-JK guna memaksimalkan upaya pengetasan kemiskinan dalam sisa satu tahun masa pemerintahannya.

      Pertama, pengetasan kemiskinan lewat pengadaan lapangan kerja harus sangat mempertimbangkan tingkat pengembangan industri dan integrasi sebuah negara di pasar dunia. Negara seperti Indonesia yang tingkat pertumbuhan industrinya belum maju dan sektor informalnya masih sangat mendominasi, perlu mempertimbangkan strategi yang pas. Hasrat untuk mampu bersaing dalam pasar global selayaknya diimbangi dengan berbagai upaya untuk mendukung usaha kecil sebagai basis industrialisasi.

      Kedua, negara berkembang dengan potensi pasar yang luas seperti Indonesia sangat rentan diintervensi oleh lembaga-lembaga keuangan internasional (baca: World Trade Organization, International Monetary Fund, dan World Bank) serta negara-negara industri maju untuk membuka pasarnya dan menghilangkan subsidi. Jika permintaan itu dipenuhi, maka tidak pelak lagi akan berdampak pada anjloknya tingkat upah pekerja yang selanjutnya potensial berujung pada meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK). Itu berarti jumlah orang miskin di Indonesia akan semakin bertambah banyak.

      Ketiga, kesempatan yang sama harus diberikan dalam persaingan antara usaha kecil dan menengah padat modal maupun antar usaha kecil itu sendiri. Pemberian kesempatan yang sama tersebut tentunya harus diimplementasikan lewat berbagai kebijakan dan regulasi.

      Keempat, pemetaan masalah dan potensi sebuah negara serta strategi pembangunan yang spesifik hanya akan dapat diterima luas jika hal tersebut dilakukan dengan melibatkan seluruh lapisan sosial ekonomi masyarakat, terutama kaum tak berpunya. Jadi, tak hanya melibatkan para pengusaha atau kaum berpunya saja. Dengan mengacu pada empat hal di atas, dalam kaitan perumusan kebijakan pengetasan kemiskinan, maka Indonesia diharapkan dapat mencapai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu mengurangi separuh jumlah penduduk miskin. MDGs merupakan proyek kemanusiaan yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) selama kurun waktu lima belas tahun (2000-2015). MDGs disepakati oleh seluruh anggota PBB, termasuk Indonesia. Dengan demikian hanya tujuh tahun sisa waktu yang dimiliki oleh Indonesia untuk mengurangi separuh jumlah penduduk miskin.

      4.3 Ketika Pengentasan Kemiskinan Hanya Komoditas Politik

      Written by Redaksi Web    Tuesday, 24 March 2009 14:07 Oleh: Yusnita H SH

      Kampanye terbuka Pemilu 2009 akan dimulai pertengahan bulan ini setelah sejak beberapa bulan lalu hanya bisa dilakukan dengan kampanye terbatas dalam bentuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan elektronik, serta penyebaran bahan kampanye dan alat peraga di tempat umum (UU No. 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD).

      Dalam kampanye ini, sebanyak 38 partai yang resmi mengikuti pemilu secara nasional sudah mulai menawarkan dagangannya, dan salah satu yang terlaris adalah kemiskinan. (Angka) kemiskinan akan menjadi dagangan, baik itu untuk memoles lapak sendiri, yakni dengan menawarkan program, janji, tentang penyelesaian problem kemiskinan. Selain itu, tak lupa menunjuk atau bahkan menjelekkan dagangan orang lain, dalam rupa mengritik, mengoreksi, dan mencela rezim sebelumnya serta partai saingan saat ini, dalam hal program sejenis.

      Genealogi Pemberantasan Kemiskinan

      Menurut Frances Fox Piven dan Richard A Cloward (Regulating the Poor: The Functions of Public Welfare, Vintage Books 1993), kemiskinan meliputi tiga aspek (1) kekurangan materi dan kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan; (2) tidak terpenuhinya kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk dalam pendidikan dan informasi; dan (3) kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda, tergantung konteks politik dan ekonomi suatu negara

      Kemiskinan jamak terjadi di negara berkembang, namun eksis pula di negara maju dalam bentuk komunitas tunawisma dan ghetto (daerah kumuh). Di Indonesia sendiri, menurut data Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (dibentuk tahun 2005 melalui Perpres Nomor 54, lihat www.tkpkri.org), Pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun 1965. Adapun pada era Orba, melalui Repelita dilakukan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan sosial-ekonomi, yang mengerucut menjadi program Inpres Desa Tertinggal ( IDT). Namun, usaha Orba ini pun gagal akibat krisis ekonomi dan politik tahun 1997.

      Selanjutnya, era reformasi menelurkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Keppres Nomor 190 Tahun 1998. Berbagai usaha di atas belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Data UNDP menyebutkan, Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index-HPI) yang memfokuskan perhatiannya pada proporsi manusia yang berada di bawah ambang batas dimensi pembangunan manusia yang sama dengan indeks pembangunan manusia-panjang umur dan hidup sehat, memiliki akses terhadap pendidikan, dan standar hidup yang layak, menyimpulkan Nilai HP-1 untuk Indonesia, yaitu 18,5, berada di urutan 41 dari 102 negara berkembang (data tahun 2005). Indeks ini semakin buruk dalam krisis energi dan pangan saat ini, ketika harga melonjak dan membuat pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan) semakin tak terjangkau

      Logika Iklan Kampanye vs Marhaenisme

      Sebagai sebuah kondisi laten dalam denyut nadi bangsa, kemiskinan akan tetap menjadi perhatian semua stakeholder, khususnya terkait kampanye Pemilu 2009. Pemahaman terhadap kondisi objektif kemiskinan, ditambah data-data dan fakta, serta diolah dengan logika-kreatif iklan akan menghasilkan "dagangan" yang dibungkus indah dalam retorika dan advertensi.

      Lihat saja kampanye beberapa tokoh yang sejak beberapa saat lalu sudah berseliweran di media elektronik. Prabowo misalnya, mewacanakan kemiskinan untuk disikapi dengan usaha produktif dan pemberdayaan masyarakat kecil (petani), dengan "mari kita beli bahan pangan bergizi dari petani kita...", sehingga "macan Asia (Indonesia-pen) akan mengaum kembali". Sedangkan Wiranto, sempat menimbulkan kegerahan politik dengan kritikan pedasnya terhadap rezim SBY soal janji tidak akan menaikkan harga BBM. Lagi-lagi anchor point-nya adalah persoalan kemiskinan, yakni jangan bebani rakyat yang sudah miskin dengan kebijakan yang tidak populer dan memperparah keadaan.

      Logika iklan adalah bagaimana menjadikan dagangan laku terjual, dengan segala cara. Jamak terjadi, iklan mempergunakan data-fakta secara berlebihan dan melenceng, mengecoh, mengelabui, dan bahkan menipu konsumen. Seperti diungkap oleh Vilhjalmur Stefansson (Discovery, 1964), "What is the difference between unethical and ethical advertising? Unethical advertising uses falsehoods to deceive the public; ethical advertising uses truth to deceive the public", yakni, setiap iklan akan menggunakan kebenaran ataupun kekeliruan untuk mengelabui public.

      Yang perlu kita waspadai adalah penyesatan publik lewat tema kemiskinan ini, memoles janji untuk memikat suara rakyat. Padahal, kita sudah kenyang dengan pengalaman sulitnya menagih janji yang terucap dalam kampanye. Kepedulian pada orang miskin hanya temporer, dangkal, dan semu.

      Belum ada upaya menggodok gagasan pemberantasan kemiskinan ini menjadi sesuatu yang heroik namun realistis, seperti halnya ketika Sukarno berjumpa dengan petani miskin Pak Marhaen, yang menghasilkan marhaenisme yang secara ideologis-praksis digunakan untuk menyemangati rakyat agar mandiri.

      Mengaudit Program Anti-Kemiskinan dan Peran Masyarakat Sipil

      Pemilu 2009 akan mengantar berkuasanya sebuah rezim, merupakan panggung pembuktian janji dan pelaksanaan konsep serta program kerja. Entah apapun bentuknya, dan lembaga apa yang bakal melaksanakan program pro-kemiskinan, yang terpenting bagi rakyat adalah transparansi dan audit progress apa yang telah tercapai. Oleh karenanya, lembaga pelaksana program ini musti independen (seperti halnya KPK), sehingga bebas dari tekanan pemerintah maupun oposan, namun merengkuh semua pihak untuk berperan-serta. Berbagai program tersebut, selain up-bottom, juga meniscayakan gerakan bottom-up yang memberdayakan masyarakat sipil untuk mengangkat diri sendiri.

      Terakhir, berikut beberapa entry-point yang bisa menjadi panduan bagi semua stakeholder dalam program pro-kemiskinan: (1) revitalisasi dan rejuvenasi program pro-kemiskinan di era lalu yang mempunyai nilai positif, seperti kelompok tani & nelayan (menggalang kemandirian dan self-learning); (2) penguatan social security system (Jaring Pengaman Sosial), yakni harus ditingkatkan hingga jaminan penuh terhadap kebutuhan dasar, dan dilengkapi dengan penyediaan lapangan kerja dasar (pemberian "kail" dan "umpan"); (3) kemandirian ekonomi rakyat berupa koperasi yang kuat dan akuntabel; (4) proyek padat karya, terutama untuk infrastruktur, dengan fokus daerah terpencil dan luar Jawa, yang dilaksanakan secara terencana dan akuntabel; (5) peran kelas menengah dan UKMM, yang perlu ditopang dengan kebijakan yang pro-rakyat, guna menyerap lebih banyak lagi lapangan kerja; (6) gerakan berdikari, mencukupi sendiri dengan produk dalam negeri, ekspor barang jadi yang bernilai tambah, dan pendayagunaan local genius secara optimal.

      DAFTAR PUSTAKA

      http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

      http://sofian.staff.ugm.ac.id/

      http://www.bbc.co.uk/

      http://www.harian-global.com/

      http://www.kabarindonesia.com/

      http://yuliandriansyah.files.wordpress.com/

      Share: