27 Januari 2019

SEJARAH PERKEMBANGAN IPS

Sejarah Perkembangan  IPS Secara Umum

Secara umum perkembangan Social studies sebagai suatu bidang kajian telah dibahas. Melukiskan bagaimana Social Studies pada dunia persekolahan telah menjadi dasar ontologi dan suatu sistem pengetahuan yang terpadu, yang secara estimologi telah mengarungi suatu perjalanan pemikiran dalam kuung waktu 60 tahun lebih yang dimotori zdan diwadahi oleh NCSS sejak tahun 1935. Pemikiran mengenai Social Studies sebagaimana telah dibahas tercatat banyak mempengaruhi pemikiran dalam bidang itu di negara lain, termasuk pemikiran mengenai Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Indonesia.

Konsep Social Studies secara umum berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada tahun 1900-an, antara lain dengan berdirinya National Council for the social studies (NCSS) pada tahun 1935 Pilar Akademik pertam muncul dalam pertemuan pertama MCSS pada tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan Social Studies sebagai Core Curriculum dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai pengertian Social Studies yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley, yakni The Social Studies Are The Social Science Simplified For Pedagogical Purposes.

Dari penelusuran historis epistomologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunan sejak tahun 1935 bidang studi Social Studies mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketakmenentuan, ketakkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketakmajuan. Antara tahun 1940-1950 Social Studies mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun 1960-1970-an timbulnya tarik-menarik antara pendukung gerakan The New Social Studies yang memotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan gerakan Social Studies yang menekankan pada Citizenship Education. Para pendukung gerakan “The New Social Studies” kemudian mendirikan Social Science Education Consoritium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan gerakan Social Studies yang terpusat pada Citizenship Education.

Sejarah Perkembangan IPS di Indonesia

Di Indonesia Pendidikan IPS dalam dunia persekolahan berkembang juga secara evolusioner sejak tahun 1967 dengan munculnya gagasan pengajaran IPS; kemudian muncul pengajaran IPS ala Pendidikan Kewarganegara menurut kurikulum SD 1968; setelah itu berubah menjadi pengajaran IPS dalam kurikulum PPSP. 1973; terus berubah menjadi pengajaran IPS dan PMP dalam Kurikulum 1975 dan 1984, dan pada akhirnya muncul mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan pengajaran IPS terpadu di SD, yang terkonfederasi di SUP, dan yang terpisah di SMU atas dasar kurikulum.

Sebagai konsekuensi logis dari munculnya PIPS dalam dunia persekolahan di IKIP/STKIP dikembangkan program pendidikan guru IPS, yakni yang dibina di FPIPS/JPIPS yang didalam kurikulumnya memuat konsep pendidikan disiplin IPS (PDIPS) pada tingkat sarjana, magister dan doktor pendidikan.

Secara konseptual PDIPS merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu atau Integrated Knowledge System yang bersumber dan bertolak dari ilmu-ilmu sosial, ilmu pendidikan, ilmu lainnya sebagai Extractive Knowledge, dan masalah-masalah sosial sebagai latar operasional; diorganisasikan secara ilmiah dan psikopedagogis. Dalam konteks agama dan pancasila sebagai Intraceptive Knowledge. PDIPS secara konseptual mencakup studi mengenai PIPS persekolahan. Oleh karena itu, antara PDIPS dan PIPS terdapat jalinan yang erat dalam pola interaksi yang dinamis.

Untuk mengembangkan PDIPS sebagai suatu sistem terpadu,  perlu diupayakan pengembangan sinergi akademis dan pedagogis dari seluruh komponen edukatif PIPS dan komponen akademis dan pedagogis PDIPS pada FPIPS dan JPIPS serta PPS IKIP/dan penelitian semua komponen PIPS dan PDIPS.

PDIPS sebagai suatu sistem pengetahuan terpadu yang perlu dikaji secara terus-menerus melalui beberapa upaya penelitian, pengembangan dan penerapan (Research, Development, and Diffusion) yang melibatkan para pakar dan praktisi dalam bidang PIPS dan PDIPS. Dengan demikian, PDIPS dapat berkembang memenuhi tuntutan sebagai suatu disiplin.

Terima Kasih
Penulis

Admin

Share:

KARAKTERISTIK MATA KULIAH KONSEP DASAR IPS

Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apa pun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah, geografi ataukah itu politik, bersumber dari masyarakat sebagai contoh, secara langsung kita mengamati, mempelajari, bahkan mengalami aspek kehidupan sosial yang kita sebut ekonomi, tidak terlepas dari masyarakat. Ataupun dengan perkataan lain, aspek ekonomi ini bersumber dari masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pokok, hubungan kegiatan ekonomi, seperti pedagang, proses produksi,semuanya terjadi di masyarakat, dengan demikian, masyarakat ini menjadi sumber materi IPS.

Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Ketiga aspek yang dikaji dalam proses pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial (memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan) merupakan karakteristik IPS sendiri.

Nu’man Somantri, yang dikutip oleh Daldjoeni (1981) menyatakan bahwa pembaharuan pembelajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Adapun ciri-ciri yang kedapatan didalamnya memuat rincian sebagai berikut.
    1. Bahan pelajarannya akan lebih banyak memperhatikan minat para siswa, masalah-masalah sosial dekat, keterampilan berpikir (khususnya tentang menyelidiki sesuatu), serta pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam.
    2. Program studi IPS akan mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia.
    3. Organisasi kurikulum IPS akan bervariasi dari susunan yang Integreted (terpadu), correlated (berhubungan) sampai yang seperated (terpisah).
    4. Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari pendekatan kewarganegara, fungsional, humanistis sampai yang struktural.
    5. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboraturium demokrasi.
    6. Evaluasinya tak hanya akan mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor saja, tetapi juga mencobakan mengembangkan apa yang disebut democratic quotient dan citizenship quotient.
    7. Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya akan melengkapi program pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science, teknologi, matematika, dan agama akan ikut memperkaya bahan pembelajarannya.
Pemilihan atau seleksikonsep-konsep ilmu-ilmu sosial guna pengembangan materi pembelajaran IPS sesuai dengan kebutuhan pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Buchori Alma dan Harlasgunawan (1987) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut, antara lain berikut ini.
    1. Keperluan, Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta didik dalam memahami “dunia” sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang berbeda harus memerlukan konsep yang berlainan pula.
    2. Ketepatan, Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluan bagi penafsiran yang salah (salah konsep).
    3. Mudah dipelajari, Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan contohnya harus terdapat dilingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
    4. Kegunaan, Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia pada umumnya serta masyarakat di lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dengan keterlaksanaan proses pembelajarannya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik dan seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik. Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetensi yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi semacam ini biasa kita sebut sebagai evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan kulminasi tadi, merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif.

Demikian dulu artikel ini admin berikan, jika masih ada kekurangan dalam artikel ini admin minta maaf sebesar-besarnya, karena admin juga manusia. Jika teman-teman ingin membantu admin silahkan berikan komentar, ide dan gagasan yang dapat memberikan admin motivasi dalam mengembangkan Blog ini dan berbagi pengetahuan.

Terima kasih
Penulis

Admin
Share:

26 Januari 2019

Rangkuman KB 1 Hakikat Mata Kuliah Konsep Dasar IPS


Situsartikel92.com - Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS) menggunakan bidang-bidang keilmuan yang termasuk bidang-bidang ilmu sosial.

Kerangka kerja Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak menekankan pada bidang teoritis, tetapi lebih kepada bidang-bidang praktis dalam mempelajari gejala dan masalah-masalah sosial yang terdapat di lingkungan masyarakat. Studi Sosial tidak terlalu akademis-teoritis, namun merupakan satu pengetahuan praktis yang dapat diajarkan pada tingkat persekolahan, yaitu mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.

Demikian pula pendekatan yang digunakan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sangat berbeda dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan Ilmu Pengetahuan Sosial bersifat Interdisipliner atau bersifat Multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Ilmu sosial (Social Sciences) bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing. Demikian pula pada tingkat dan taraf yang lebih rendah pendekatan Studi Sosial lebih bersifat multidimensional, yaitu meninjau satu gejala atau masalah sosial dari berbagai dimensi atau aspek kehidupan.

Bidang studi IPS, pada hakikatnya merupakan perpaduan pengetahuan sosial. Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) intinya merupakan perpaduan antara geografi dan sejarah. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) intinya merupakan perpaduan antara geografi, sejarah dan ekonomi koperasi. Sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) intinya adalah perpaduan antara geografi, sejarah, ekonomi-koperasi dan Antropologi. Di tingkat Perguruan Tinggi, bidang studi IPS ini dikenal sebagai Studi Sosial. IPS atau Studi Sosial ini, merupakan perpaduan dari berbagai bidang keilmuan Ilmu Sosial. Studi Sosial memiliki perbedaan yang prinsipil dengan ilmu-ilmu sosial.

Proses pembelajaran pendidikan IPS dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat usia peserta didik masing-masing. Misalnya, masyarakat yang menjadi objek formal pembelajaran dimulai dari keluarga, para tetangga, kampung, desa kecamatan, kabupaten, provinsi dan seterusnya, sedangkan yang menjadi objek materialnya, meliputi aspek-aspek kehidupan sosial ekonomi, budaya, sejarah,geografi, politik, tata negara dan lainnya. Penentuan bobot luas dan kedalaman materi aspek-aspek tersebut secara bertahap disesuaikan dengan perkembangan sikap dan kemampuan peserta didik. 

Ragam pembelajarannya pun harus di sesuaikan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan. Secara formal, proses pembelajaran dan membelajarkan itu terjadi di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun, sesuai dengan kenyataan keseharian yang mereka temui dan lakukan sehingga peserta didik tersebut dibelajarkan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Baik di lingkungan keluarga, dan lingkungan yang lebih luas sekitar mereka.

Jika artikel ini kurang jelas atau mungkin masih ada pertanyaan yang perlu di tanyakan, anda bisa memberikan pertanyaan pada kolom komentar yang terdapat pada akhir artikel ini. Untuk mudah mendapatkan notifikasi terkait artikel pada situs www.situsartikel92.com. Silahkan klik tombol ikuti pada bagian kanan atas dari artikel ini. Karena akan menyajikan berbagai artikel yang menarik.

Share:

25 Desember 2018

DASAR-DASAR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

DASAR-DASAR FONOLOGI  DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

Sistem bunyi dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan istilah “ fonologi” .Fonologi dalam aturan ilmu bahasa dibagi dua bagian yakni :

  1. Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana bunyi ujaran itu dapat dihasilkan oleh alat ucap manusia. 
  2. Fonemik yaitu ilmu bahasa yang mengkaji bunyi – bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna dasar.

DASAR – DASAR FONOLOGI BAHASA INDONESIA


Kata nyanyi ada 4 fonem dan 6 huruf perbedaan jumlah fonem dengan jumlah huruf pada setiap kata, menunjukkan perbedaan makna antara fonem dengan huruf ( grafem ) ,jadi fonem adalah satuan bunyi bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti. Fonem tidak berdiri sendiri , karena belum mengandung arti. Sedangkan huruf ( grafem  ) , adalah lambang ( gambar ) dari bunyi ( fonem )

A. FONETIK

Fonetik membahas bunyi –bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia serta bagaimana bunyi itu dihasilkan bunyi bahasa 

B. VOKAL DAN KONSONAN

Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara, maka bunyi bahasa dibedakan menjadi dua kelompok yakni vokal dan konsonan Jika bunyi ujaran yang keluar dari paru – paru tidak mendapat halangan maka bunyi yang dihasilkan adalah bunyi vokal. bunyi vokal dihasilkan .

DASAR – DASAR MORFOLOGI DALAM BAHASA INDONESIA


Arus ujaran yang sampai ke telinga kita terdengar sebagai satu rangkaian kesatuan . bila kita berusaha memenggal arus ujaran di atas maka penggalan ( segmen ) yang kita dapat adalah pekerjaan, yakni, memuaskan . unsur yandi tidak bisa di penggal lagi menjadi : kerja dan pe- an serta puas dan me-kan unsur –unsur kerja dan puas : unsur kerja dan puas dapat langsung membina kalimat seperti :

A. MORFEM BEBAS

Di pandang dari jumlah suku kata , kata dasar ada yang terdiri atas satu suku, dua suku, tiga, empat, suku seperti yang sudah di ulas pada bagian depan. 

B. MORFEM TERIKAT

Morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung karena itu morfem belum dapat dikatakan kata.untuk membentuk dalam bahasa Indonesia ada dua macam yakni morfem terikat morfologi dan morfem terikat sintaksis

C. MORFEM ULANG

Morfem ulang bahasa Indonesia dapat membentuk kata dengan bentuk dasar yang berkelas kata kerja ,benda, dan sifat .di samping itu morfen ulang ada juga yang berkombinasi dengan morfem imbuhan dalam membentuk suatu kata ,misalnya dengan ke-an : kekuning –kekuningan dengan se-nya.

D. MORFEM MAJEMUK

Secara sederhana kata majemuk di klasifikasikan dalam tiga kelompok sebagai berikut:

  1. Kelompok pertama seperti : kambing hitam, meja hijau, hidung belang, putri malu, lembaran hitam, naik daun, tangan dingin dan sebagainya
  2. Kelompok kedua seperti rumah makan, sapu tangan, kamar kecil
  3. Kelompok ketiga seperti tua renta, muda belia, ketringa kerontang adlah morfem unik


DASAR – DASAR SINTAKSIS BAHASA INDONESIA

Sintaksis bahasa Indonesia merupakan unsur bahasa yang lebih besar dari fonem dan morfem yang didalamnya mengandung dua unsur yakni: frase dan klausa.

FRASE DALAM BAHASA INDONESIA

A. FRASE

Frase adalah kumpulan kata non prediktif artinya frase tidak memiliki predikat dalam strukturnya

MACAM –MACAM FRASE

Frase dapat dibedakan berdasarkan jenis kata, keduduka-nya, dan maknanya

1. Berdasarkan jenis kata
Frase dapat dibedakan sebagai berikut

a. Frase Verbal
b. Frase Adverbal
c. Frase Ajektiva
d. Frase Nominal
e. Frase numeralial

2. Berdasarkan kedudukan
Saudara mahasiswa selain dikelompokkan atas jenis katanya frase juga dikelompokkan atas kedudukan atau tingkatannya disini frase dibedakan atas frase setara dan frase bertingkat

a. Frase setara
Frase setara adalah frase yang memiliki kedudukan yang sama antara satu kata dengan kata lain seperti contoh baku hantam, pulang pergi, sawah ladang, kakak adik,dan sejenisnya

b. Frase bertingkat
Frase bertingkat adalah frase yang salah satu katanya memiliki kedudukan lebih tinggi satu tingkat dari kata lainnya

3. Berdasarkan makna
Frase juga memiliki makna lugas dan tidak lugas dalam hal ini frase dibedakan atas frase lugas dan frase ideomatis. frase ideomatik dikandung makna ideom bila dalam kata disebut makna konotatif


KLAUSA DAN KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

A. KLAUSA
Klausa dalam bahasa Indonesia dapat di klasifikasikan melalui beberapa cara tergantung pada suhu sudut pandang kita .

  1. Klausa maupun kalimat merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung  unsur predikat ( tata bahasa buku bahasa Indonesia ) : Hasan Alwi dkk.ed.ketiga
  2. Kluasa adalah kelompok kata yang mengandung satu predikat ( Cook ,1981 )
  3. Klausa adalah suatu bentuk linguistic yang terdiri atas subjek dan predikat ( Ramlan : 1986 )


B. KALIMAT

1. Kalimat tunggal
Kalimat yang terdiri satu Klaus ( unsure kalimat tunggal adalah S dan P

2. Kalimat  Majemuk
Merupakaj gabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal
Share:

APLIKASI PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP


Aplikasi Pembelajaran Kelas Rangkap

Pembaruan pembelajaran berikutnya akan dibahas adalah tentang pembelajaran Kelas Rangkap (PKR). Mari kita melihat sejarah dan hakikat secara singkat dibawah ini.

Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR)

Istilah kelas rangkap di belahan dunia Barat ada beberapa istilah atau terminology yang digunakan untuk menjelaskan pengertian Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) yaitu istilah multigrade, multiage, non-grade atau intergraded, merupakan istilah yang oleh sebagian praktisi pendidikan digunakan untuk menjelaskan Pembelajaran Kelas Rangkap.

Pada dasarnya , Pembelajaran Kelas Rangkap adalah pengembangan sekelompok siswa yang mempunyai perbedaan usia, kemampuan, minat, dan tingkat kelas, di mana dikelola oleh seorang guru atau beberapa guru yang dalam pembelajaran-nya difokuskan pada kemajuan individual para siswa (Franklin, 1967). Selain definisi tersebut ada sebagian praktisi pendidikan membedakan definisi dari multigrade dengan multiage karena perbedaan tujuan. Elkind (1987) mengemukakan bahwa istilah multigrade di mana kelas yang berbentuk seperti itu akan berisi para siswa dari 2 atau lebih tingkatan kelas dengan satu guru di ruangan yang sama pada suatu waktu. Sedangkan multiage mengacu pada praktik pembelajaran kedua tingkatan usia dan kelas yang sengaja dicampur karena kepentingan tujuan pendidikan yang diinginkan. Dengan demikian, telah terjadi pergeseran penggunaan pembelajaran kelas rangkap yang ada di daerah terpencil hingga berkembang menjadi pembelajaran kelas rangkap yang dirancang secara sistematis untuk alasan peningkatan efektivitas pembelajaran di kelas.

Seiring dengan adanya reformasi pada konsep-konsep pendidikan yang mendukung kepentingan perkembangan para siswa didik oleh praktisi dan konseptor pendidikan, dikembangkan-lah konsep-konsep baru tentang pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap berdasarkan pengembangan hasil riset untuk alasan atau manfaat pendidikan yang dapat diambil dari penerapan pembelajaran kelas rangkap. Ridgway dan Lawton (1969) mencatat bahwa, aspek utama dari manfaat penggunaan pembelajaran kelas rangkap ini adalah terbangunnya iklim kekeluargaan dalam kelas.

Pro dan Kontra Tentang Evektivitas Pembelajaran Kelas Rangkap

Meskipun banyak praktisi pendidikan mengatakan bahwa pembelajaran kelas rangkap memiliki banyak keuntungan, namun masih banyak praktisi dan konseptor pendidikan lainnya yang mempunyai pandangan berseberangan tentang pembelajaran kelas rangkap. Walaupun pembelajaran kelas rangkap dianggap sebagai terobosan dalam pendekatan pengelolaan kelas yang dapat membuat pembelajaran bisa menjadi efektif, The National Association for The Education of Young Children (1996) menemukan bahwa, pendekatan ini hanya cocok untuk meningkatkan efektivitas kegiatan yang terpusat pada peserta didik di tingkat sekolah dasar saja. Menurut Katz (1996) menandai adanya potensi resiko dari pembelajaran kelas rangkap, yaitu bisa saja siswa yang lebih mudah merasa di takut-takuti dan selalu bergantung atau dilampaui oleh teman sekelas-nya yang lebih mampu atau lebih tua, sehingga para siswa yang lebih mampu dan tua tidak merasa ter-tantang dalam kelas dan menjadi lebih berkuasa terhadap siswa di bawahnya. Temuan lain berupa kasus di suatu kelas pembelajaran kelas rangkap oleh Andayani (1996), bahwa orang tua melihat dengan penerapan pembelajaran kelas rangkap yang meminimalisasi pekerjaan rumah membuat anak-anak menjadi malas.

Sebaliknya, para pendidik yang mendapatkan manfaat dari menerapkan pembelajaran kelas rangkap mendukung dikembangkannya terus pendekatan pembelajaran kelas rangkap ini. Bahkan pembelajaran kelas rangkap pun bisa digunakan untuk pendidikan di tingkat SLTP dan SLTA. Menurut Nye (1993) bahwa pembelajaran kelas rangkap juga sesuai dan berguna bagi pendidikan siswa berbakat dan berkelainan. 

Dari kedua kubu pendapat yang pro dan kontra tersebut dapat kita petik hikmahnya bahwa tidak perlu kita terlalu mempermasalahkan secara berkepanjangan tentang keuntungan dan kerugian pendekatan ini. Hal-hal yang terpenting adalah sebagai ilmu, pembelajaran kelas rangkap merupakan pembaruan yang terjadi dan berkembang dan semestinya kita juga mengikuti perkembangan tersebut dan memandangnya secara positif.

Di bawah ini sekilas tentang keterkaitan teori belajar dengan pembelajaran kelas rangkap.
  1. Teori tentang perkembangan kognitif oleh Jean Piage memberikan sumbangan dasar tentang latar belakang dari Developmentally Appropriate Ppractices.
  2. Teori perkembangan sosial oleh Lev Vygotsky, di mana ditekankan pada perkembangan kemampuan bahasa dan bersosialisasi untuk pertumbuhan kemampuan kognitif para siswa.
  3. Teori atribut dari Baernard Weiner, di mana memberikan sumbangan dasar pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap dengan pemberian motivasi secara internal kepada siswa dan juga bagi guru yang membantu siswa-nya belajar.
  4. Teori Belajar Sosial kognitif dari Albert Bandura. Teori ini menunjukkan bahwa proses belajar yang terjadi banyak dilalui dengan pendekatan model observasi.

Model – Model Pembelajaran Kelas Rangkap

Sehubungan dengan alasan-alasan situasi dan kondisi kebijakan ekonomi , politik, dan juga pendidikan, model-model pembelajaran kelas rangkap yang berkembang sangat bervariasi. Di bawah ini beberapa model pembelajaran kelas rangkap yang bisa dikembangkan di Indonesia dengan dasar berfikir yang mungkin berbeda dan dengan tujuan pendidikan yang berbeda pula dengan Negara yang lebih stabil.

1. Model 221

Pengertiannya adalah guru atau dalam tim mengelola para siswa dari 2 tingkatan kelas yang berbeda, dengan focus 2 mata pelajaran baik yang sama atau berbeda dalam 1 ruangan.

2. Model 222

Dengan Model 222 ini, berarti guru atau dalam tim mengelola para siswa dari 2 tingkatan kelas yang berbeda, dengan fokus pada 2 mata pelajaran yang berbeda atau sama pada 2 ruangan kelas yang bersebelahan dan dihubungkan dengan adanya pintu.

3. Model 333

Model ini, apabila guru tidak mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam pembelajaran kelas rangkap yang baik, mungkin tidak dapat mengelola model 333 ini karena kerumitan-nya. Pengertian Model 333 di mana guru mengelola tiga tingkatan kelas yang berbeda dalam 3 ruangan secara bersamaan. Model 333 ini diperlukan tim guru paling tidak terdiri dari 2 orang.

Aplikasi Pembelajaran Kelas Rangkap

Dalam mengaplikasikan model-model pembelajaran kelas rangkap sangat membutuhkan keahlian dan keterampilan yang baik dari guru. Apabila guru tidak menguasai keterampilan yang baik maka yang terjadi adalah hanya pembelajaran merangkap atau menyatukan kelas saja tanpa adanya proses pembelajaran yang bermakna.

Di bawah ini komponen-komponen pembelajaran kelas rangkap yang perlu diperhatikan ;
  1. Kelompok siswa yang mempunyai berbagai kemampuan,selain berlatar belakang usia berbeda.
  2. Developmentally Appropriate Practices. Metode pembelajaran yang didasarkan atas perkembangan siswa.
  3. Pola kelompok yang luwes untuk belajar.
  4. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap secara murni, para siswa belajar melalui proses yang kontinum.
  5. Adanya tim kerja yang professional.
  6. Assessment yang otentik. Menuntut siswa untuk mendemontrasikan keterampilan dan kompetensi yang menggambarkan pemecahan masalah dan situasi yang realistis yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari para siswa.
  7. Pelaporan secara kualitatif, merupakan salah satu komponen dari pembelajaran kelas rangkap yang harus dikembangkan.
  8. Komponen lainnya adalah keterlibatan orang tua dan pemahaman mereka terhadap tujuan dan alas an dari pembelajaran kelas rangkap juga, merupakan kunci dari keberhasilan pembelajaran ini.
Share:

APLIKASI PEMBELAJARAN TERPADU


Aplikasi Pembelajaran Terpadu

Sebagai suatu pembaharuan dalam dunia pendidikan, konsep pembelajaran terpadu merupakan aplikasi kurikulum terpadu bukanlah suatu konsep yang baru sama sekali. Meski secara konseptual pembelajaran terpadu merupakan hal yang sudah dikembangkan bertahun-tahun yang lalu, tetapi sebagai suatu model pembelajaran yang merupakan implementasi dari kurikulum terpadu dapatlah dikatakan masih up to date.

Hakikat pembelajaran terpadu

Kata kunci dari definisi pembelajaran terpadu adalah integrasi, satu atau beberapa mata pelajaran, dan memusatkan pembelajaran. Secara terminology atau istilah pembelajaran terpadu banyak istilah yang sering digunakan untuk menerangkan pembelajaran terpadu adalah pendekatan interdispliner bidang studi, pendekatan topik-topik dalam mata pelajaran, pendekatan tematik, pendekatan holistic, pendekatan infuse.

Pendekatan pembelajaran terpadu sudah lama berkembang. Secara konseptual, muncul bersamaan dengan adanya pergerakan progesivisme pendidikan pada tahun 1930-an. Dengan dukungan dari berbagai studi perbandingan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana efektivitas pendekatan terpadu ini maka dari tahun ke tahun konsep kurikulum terpadu makin kuat dan dapat diterima banyak kalangan pendidikan.

Alasan-alasan yang mendasari penggunaan pembelajaran terpadu Karena berdasarkan berbagai studi, menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu:

  1. Sesuai dengan cara pandang siswa dalam memperhatikan atau mempelajari aspek kehidupan;
  2. Pembelajaran terpadu memungkinkan untuk melihat keterkaitan dan hubungan dari setiap mata pelajaran yang bisa jadi memang berdekatan;
  3. Dapat memfasilitasi irama proses belajar siswa sehingga gaya dan tingkatan proses belajar siswa tidak selalu dihambat dengan adanya mata pelajaran yang secara konstan selalu berganti;
  4. Siswa mendapat kesempatan untuk mrngikuti lingkaran proses belajar mereka sendiri.

Model-Model Pembelajaran Terpadu

Terdapat berbagai model dalam pembelajaran terpadu, dalam garis rentangnnya, model pembelajaran terpadu ada 10, yaitu; model penggalan, model terkait, model sarang, model urutan, model berbagi, model terjala, model untaian, model terpadu, model lebur dan model jaringan kerja. Secara konseptual, perjalanan perkembangan model-model pembelajaran terpadu merupakan beberapa bagian dari sepuluh titik garis kontinum sebuah tahapan kurikulum. Berawal dari bentuk kurikulum tradisional, dimana seluruh mata pelajaran merupakan bidang yang dipelajari secara terpisah-pisah, kemudian dengan perkembangan studi komparasi yang terus dilakukan, akhirnya ditemukan model-model kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran yang sangat terpadu. Berikut ini penjelasan perjalanan kesepuluh titik tahapan perkembangan kurikulum hingga menjadi model pembelajaran terpadu yang disusun  oleh Jacobs (1993).

Model Kurikulum yang Berorientasi pada Satuan atau Pelajaran yang Tepisah-pisah

Pada kelompok model kurikulum yang tradisional ini, model pembelajaran masih berorientasi pada satu mata pelajaran tertentu saja. Model yang sangat umum dilakukan para guru di mana suatu mata pelajaran disajikan secara terpisah-pisah, dan tidak mengaitkanya dengan mata pelajaran lainya. Model ini sering kita jumpai di kelas-kelas SMP dan SLTA. Di dalam bentuk kurikulum yang berorientasi kepada mata pelajaran yang terpisah-pisah tersebut, ada tiga bentuk pembelajaran terpadu walaupun masih sederhana, yaitu;

  • Model pennggalan atau fregmen (Fragmented Model) ,yaitu model pembelajaran yang tidak mengaitkan satu mata pelajaran, konsep dengan mata pelajaran, konsep lainnya.
  • Model terkait (Connected Model), yaitu model yang mengaitkan atau menghubungkan antara topik atau konsep yang satu dengan yang lainnya.
  • Model sarang (Nested Model), yaitu model pembelajaran terpisah tetapi pada setiap mata pelajaran mempunyai target-target multi keterampilan yang di tetapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model Kurikulum yang Berorientasi pada Lintasan beberapa Mata Pelajaran

Dalam model kurikulum ini, terdapat lima model pembelajaran terpadu yang berorientasi pada lintasan beberapa mata pelajaran sekaligus. Yaitu;

  • Model Urutan (Sequenced Model), yaitu model pembelajaran yang mengorganisasikan kembali beberapa topik dari suatu mata pelajaran dan diurutkan agar dapat bertepatan dengan  topik serupa atau mirip pada mata pelajaran lain.
  • Model Pembelajaran Terpadu berbagi (Shared Model), yaitu model pembelajaran yang terfokus pada dua mata pelajarn yang secara bersama-sama diajarkan dengan menggunakan konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan yang tumpang tindih.
  • Model Terjala atau jaring laba-laba (Webbed Model), yaitu model pembelajaran yang berangkat dari sebuah tema yang diangkat dan dikembangkan berdasarkan beberapa topik pada beberapa mata pelajaran. 
  • Model Untaian (Threaded Model), yaitu model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakurikuler digunakan untuk mencapai beberapa keterampilan dan tingkatan logika para siswa dengan berbagai mata pelajaran.
  • Model terpadu (Integrated Model), yaitu model pembelajaran yang mengaitkan antar mata pelajaran dan tumpang tindih untuk membangun konsep dan keterampilan sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

Model Kurikulum yang Berorientasi pada Siswa

klasifikasi perjalanan kurikulum model terpadu yang ketiga ini tidak lagi terfokus pada mata pelajaran tetapi sudah pada para siswa sebagai individu-individu yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda, serta sebagai individu-individu yang membentuk jaringan kerja sama. Model kurikulum ini merupakan model yang sangat rumit dan bisa jadi hanya bisa diaplikasikan untuk para siswa di tingkat perguruan tinggi. Bentuk pembelajaran terpadu pada model kurikulum ini ada dua, seperti;

  • Model terlebur (Immersed Model) arti harafiah dari kata Immersed(Bahasa Inggris) adalah pencelupan atau membenamkan.dengan bentuk pembelajaran terpadu ini seluruh mata pelajaran merupakan bagian dari sudut pandang keahlian para siswa secara individual. Misalnya untuk pada Mahasiswa S2 atau magister.
  • Model Jaringan Kerja (Networked Model), yang mana para siswa akan menyaring seluruh topik yang akan dipelajarinya melalui kacamata pengalaman mereka masing-masing, dan membangun hubungan internal atau kedalam yang akan membantu menciptakan jaringan kerja sama diantara para ahli yang sesuai dengan bidangnya.

Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut, model terkait (connected model), dan terjalahlah (webbed model) yang paling banyak di temui dalam pembelajaran terpadu di tingkat SD. Sedangkan Menurut  Ross & Karen Oslen (1993). Lima model pembelajaran terpadu dibawah ini ada di antara sepuluh model pembelajaran terpadu di atas. Kelima model pembelajaran terpadu ini lebih cocok digunakan di angkat di SLTP dan SLTA, yaitu;

  1. Model keterpaduan dalam satu mata pelajaran, di mana disajikan adalah materi dari satu mata pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
  2. Model terkordinasi. Model pembelajaran terpadu jenis ini menekankan pada peranan dua guru atu lebih yang mengajar satu mata pelajaran yang berbeda pada siswa yang sama dalam waktu yang terpisah.
  3. Model pembelajaran keterpaduan materi inti. Dalam praktiknya, seorang guru harus tetap mengajar di sekelompok siswa yang sama selama kurun waktu tertentu (bisa 2 atau 3 semester). Contohnya guru fisika sebagai mata pelajaran intinya.
  4. Model pembelajaran keterpaduan ganda materi inti. Pada pelaksanaannya, dua guru sekaligus mengajar sekelompok siswa yang sama untuk dua mata pelajaran inti secara terpadu. Misalnya, seorang guru mengajar keterampilan bahasa dalam konteks mata pelajaran sejarah, sementara guru yang satunya mengajar PPKn dalam konteks mata pelajaran kesenian.
  5. Model pembelajaran terpadu bentuk mata pelajaran inti yang mandiri. Di sisni, seorang guru dengan mengajar beberapa mata pelajaran tetap yang dipercaya untuk diberikan kepada sekelompok siswa sepanjang hari.

Aplikasi Pembelajaran Terpadu

Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa pada umumnya di tingkat SD guru-guru banyak menerapkan pembelajaran terpadu model terkait dan terjalah. Beberapa informasi bagi guru tentang aplikasi pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut :

  1. Mengembangkan kurikulum berbasis Kompetensi oleh Depertemen Pendidikan Nasional dalam rangka membekali para pelaksana pendidikan.
  2. Khususnya untuk jejnjang SD kelas rendah yaitu, kelas I dan II para guru didorong untuk menggunakan pendekatan tematik di mana merupakan salah satu model dari pembelajaran terpadu.
  3. Peran Kepala Sekola sangat penting untuk membantu para guru mengiplementasikan model pembelajaran terpadu.
  4. Camkan bahwa setiap orang termasuk Anda merupakan pribadi yang unik dan berbeda satu dengan yang lainnya.

Hal terpenting dari sebuah implementasi pembaruan pembelajaran, seperti pembelajaran terpadu ini adalah cara pandang guru yang terbuka dan luwes dalam menyikapinya. Selain itu sikap pantang menyerah, dan ma uterus belajar merupakn modal bagi guru untuk menyikapi pembelajaran terpadu ini.

Share:

24 Desember 2018

PROSEDUR PENGEMBANGAN KURIKULUM


A. Prinsip Umum Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum menggunakan beberapa prinsip yang dapat memenuhi harapan siswa, diantaranya :
  1. Prinsip berorientasi pada tujuan/kompetensi, Yaitu arah bagi pengembangan komponen-komponen lainnya yang memiliki tujuan lebih spesifik dan operasional. Selain itu, tujuan itu juga harus komprehensif meliputi aspek kognitif, afektif, atau psikomotorik.
  2. Prinsip kontinuitas, Yaitu kesinambungan bahan/materi kurikulum antara jenis dan jenjang program pendidikan. Selain itu, materinya harus memiliki hubungan hierarkis fungsional. Termasuk ruang lingkup dan urutan atau sistematis.
  3. Prinsip fleksibilitas, Yaitu ruang gerak dalam mengambil keputusan tentang kegiatan yang dilaksanakan pelaksana kurikulum.
  4. Prinsip integritas, Yaitu keterpaduan, pengembangan kurikulum harus dilakukan dengan menggunakan prinsip keterpaduan. Supaya membentuk manusia yang utuh, pribadi yang integrated. Selain itu, kurikulum harus dapat mengembangkan berbagai keterampilan hidup (life skills) yang meliputi : (1) keterampilan personal (personal skill); (2) keterampilan berpikir rasional (thinking skill); (3) keterampian sosial (social skill); (4) keterampilan akademik (academic skill); (5) keterampilan vokasional (vocational skill).

Penyusunan KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut : 
(1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan; (2) beragam dan terpadu; 
(3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; 
(4) relevan dengan kebutuhan kehidupan; 
(5) menyeluruh dan berkesinambungan; 
(6) belajar sepanjang hayat; 
(7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

B. Prinsip Khusus pengembangan Komponen Kurikulum
Prinsip yang berkenaan dengan komponen tujuan, materi/isi, metode dan media, serta komponen evaluasi. Menurut Sukmadinata (2000; 152-155) prinsip pengembangan kurikulum khusus yang berkaitan dengan pengembangan komponen-komponen kurikulum.

1. Prinsip yang Berkenaan dengan Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan mencakup tujuan jangka panjang, jengka menengah, jangka pendek (khusus). Sumber perumusan tujuan pendidikan ; (1) ketentuan dan kebijakan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan dan strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan; (2) survei mengenai persepsi orang tua /masyarakat tentang kebutuhan mereka yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka; (3) survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu yang dihimpun melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa; (4) survei tentang manpower (sumber daya manusia/tenaga kerja); (4) pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama; serta (5) penelitian.

2. Prinsip yang Berkenaan dengan Pemilihan Isi Pendidikan
Beberapa pertimbangan dalam menentukan isi pendidikan/kurikulum adalah : (1) perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran dalam perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar; (2) isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan; (3) unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Ketiga ranah belajar, yaitu kognitif, sikap, dan keterampilan, diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar.

3. Prinsip Berkenaan dengan Pemilihan Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar hendaknya mmemperhatikan hal-hal berikut ; (a) apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor ?; (b) apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran ?; (c) apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa ?; (d) apakah metode/teknik tersebut dapat memberikan urutan kegiatan yang betingkat-tingkat ?; (e) apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa atau mengaktifkan guru atau keduanya ?; (f) apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru ?; (g) apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan dirumah, juga mendorong penggunaan sumber belajar yang ada di rumah dan masyarakat ?;

4. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam pemilihan media atau alat bantu pembelajaran; (a) alat/media apa yang diperlukan ? apakah semuanya sudah tersedia ? bila alat tersebut tidak ada, apakah ada penggantinya ?; (b) kalau ada yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan bagaimana membuatnya, siapa yang membuat, berapa biayanya, serta berapa lama waktu pembuatannya ?; (c) bagaimana pengorganisasianalat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul atau paket belajar ?; (d) bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar ?.

5. Prinsip yang Berkenaan dengan Penilaian
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam fase perencanaan penilaian adalah : (a) bagaimakah karakteristik kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan di tes?; (b) berapa lama waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan tes? ; (c) apakah tes tersebut berbentuk uraian atau pilihan?; (d) berapa banyak butir tes yang perlu disusun?; (e) apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau siswa?;

Beberapa prinsip penilaian yang perlu diperhatikan adalah : (a) norma penilaian apa yang akan digunakan dalam pengelolaan hasil tes?; (b) apakah digunakan formula guessing?; (c) bagaimana pengubahan skor mentah kedalam skor masak?; (d) standar apa yang akan digunakan?; (e) untuk apakah hasil tes digunakan?.

Terdapat beberapa langkah dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, diantaranya : 
(1) analisis dan diagnosis kebutuhan; 
(2) perumusan tujuan; 
(3) pemilihan dan pengorganisasian materi; 
(4) pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar; serta pengembangan alat evaluasi.

Menurut Benyamin S. Bloom dengan Taxonomy of Educational Objectives membagi tujuan menjadi tiga ranah/domain yaitu, kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam Handbook for Evaluating and Selecting Curriculum Materials, M. D. Gall (1981; 18-25) mengemukakan sembilan tahap dalam pengembangan bahan kurikulum, yaitu identifikasi kebutuhan, merumuskan misi kurikulum, menentukan anggaran biaya, membentuk tim, mendapatkan susunan bahan, menganalisis bahan, menilai bahan, membuat kebutuhan adopsi, serta menyebarkan, mempergunakan, dan memonitor penggunaan bahan.

Menurut Mc. Neil (1977: 134) mengungkapkan ada dua hal yang perlu mendapatkan jawaban dari penilaian kurikulum, yaitu : 
  1. apakah kegiatan-kegiatan yang dikembangkan dan diorganisasikan dapat memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan yang di cita-citakan? ; 
  2. apakah kurikulum yang telah dikembangkan itu dapat diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya?. 
Evaluasi kurikulum dapat dilakukan terhadap komponen-komponen kurikulum itu sendiri, terhadap implementasi kurikulum dan terhadap hasil yang dicapai.

Share: