BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus
membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi
lebih ditentukan dengan instingnya. Sedangkan belajarnya manusia merupakan
rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih
berarti.
Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya, disaat anak ini dewasa
dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anak mereka juga, begitu juga
disekolah dan perguruan tinggi. Para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru
dan dosen. Dalam pendidikan tentunya ada istilah mengajar dan mendidik,
untuk melakukan kedua hal itu tentunya di perlukan acuan supaya proses
mengajar dan mendidik dapat berjalan sebagaimana mestinya, acuan tersebut
dikenal dengan istilah pendidikan.
Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di
indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini
memiliki pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan disetiap
negara tidak sama. Untuk negara kita diperlukan landasan pendidikan berupa
landasan hukum, landasan filsafat, landasan histori, landasan sosial
budaya, landasan psikologis, beserta landasan sosiologis dan
antropologis.
B. Rumusan Masalah
Dalam sebuah permasalahan perlu adanya rumusan masalah. Rumusan masalah
adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitian apa
saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahan masalahnya.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai landasan pendidikan, ada
beberapa masalah yang harus kita selesaikan setelah pembahasan tersebut.
Adapun identifikasi masalah tersebut :
-
Apa yang dimaksud dengan landasan pendidikan ?
-
Apa yang dimaksud dengan landasan yuridis pendidikan dan landasan
filosofis pendidikan ?
-
Apa yang dimaksud dengan landasan psikologis pendidikan dan landasan
sosiologis pendidikan ?
-
Apa yang dimaksud dengan landasan antropologis pendidikan dan landasan
historis pendidikan ?
- Apa yang dimaksud dengan landasan ekonomi pendidikan ?
- Fungsi dan tujuan dari landasan pendidikan ?
- Jenis-jenis landasan pendidikan ?
C. Tujuan
Dari semua masalah yang kita angkat pada pembahasan landasan pendidikan
ini. Merupakan langkah awal untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita
serta cara pandang kita akan Landasan Pendidikan.
Beberapa tujuan yang timbul akibat permasalahan yang kita angkat ini,
diantaranya sebagai berikut :
-
Agar dapat menjelaskan tentang pengertian landasan pendidikan.
-
Agar dapat menjelaskan tentang landasan yuridis pendidikan dan
landasan filosofis pendidikan.
-
Agar dapat menjelaskan tentang landasan psikologis pendidikan dan
landasan sosiologis pendidikan.
-
Agar dapat menjelaskan tentang landasan antropologis pendidikan dan
landasan historis pendidikan.
-
Agar dapat menjelaskan tentang landasan ekonomi pendidikan.
-
Agar dapat mengetahui Fungsi dan tujuan dari landasan
pendidikan.
-
Agar dapat mengetahui Jenis-jenis landasan pendidikan.
D. Manfaat
Pada pemaparan ini akan kita bahas untuk manfaat dari judul makalah ini.
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
tentang landasan pendidikan baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu,
mahasiswa juga diharapkan agar dapat memahami landasan pendidikan dari
segi jenis-jenis landasan pendidikan, fungsi landasan pendidikan,
pengertian landasan pendidikan, dan tujuan landasan pendidikan.
BAB II LANDASAN PENDIDIKAN
1. Landasan Yuridis dan Landasan Filosofis Pendidikan
Pendidikan berfungsi memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan mesti
dapat di pertanggung jawabkan. Ada beberapa aliran filsafat pendidikan,
misalnya idealisme, realisme, pragmatisme, landasan filosofis pendidikan
dalam konteks sistem pendidikan nasional, yaitu pancasila. Ada berbagai
asumsi fisafat pendidikan nasional ( pancasila ) yang meliputi hakikat
realitas, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai serta implikasinya
terhadap pendidikan yang meliputi hakikat tujuan pendidikan isi atau
kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan peranan pendidikan peranan
peserta didik.
a. Landasan Pendidikan
Landasan berarti tumpuan, dasar atau alas sedangkan pendidikan merupakan
kegiatan seseorang atau sekelompok orang lembaga dalam membantu individu
atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan
mengandung dua dimensi, yaitu dimensi berpikir dan dimensi
bertindak.
Ada berbagai jenis landasan pendidikan berdasarkan sumber perolehannya,
ada empat jenis landasan pendidikan, sebagai berikut:
-
Landasan Religius Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari
religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik
pendidikan.
-
Landasan Filosofis Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber
dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik
pendidikan.
-
Landasan Ilmiah Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari
berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam
rangka praktik pendidikan. Tergolong kedalam landasan ilmiah
pendidikan atara lain : landasan psikologis pendidikan, landasan
sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan
historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan di kenal pula
sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual
pendidikan.
-
Landasan Yuridis atau Hukum Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang
bersumber dari pengetahuan perundang-undanganyang berlaku yang menjadi
titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
-
Berbagai asumsi pendidikan yang telah di pilih dan di adopsi oleh
seseorang, sekelompok orang atau lembaga pendidikan akan berfungsi
memberikan dasar tujuan konseptual dalam rangka pendidikan yang
dilaksanakannya. Jadi, fungsi landasan pendidikan adalah meberikan
dasar pijakkan atau titik tolak bagi seseorang sekelompok orang atau
lembaga dalam rangka praktik pendidikan.
b. Landasan Yuridis Pendidikan
Landasan Pendidikan Pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan yang berlakukan sebagai titik tolak
dalam rangka pengelolaan, penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan dalam
suatu sistem pendidikan nasional. Landasan yuridis pendidikan bersifat
ideal dan normatif, artinya merupakan sesuatu yang di harapkan
dilaksanakan dan mengikat untuk di laksanakan oleh setiap pengelola,
penyelenggara dan pelaksana pendidikan di dalam sistem pendidikan
nasional.
Dasar pendidikan nasional dalam UUD 1945 tersurat pada kelima sila yang
di sebut pancasila. Karena pancasila berkedudukan sebagai dasar negara,
implikasinya maka dasar pendidikan nasional indonesia adalah
pancasila.
Dalam pembukaan UUD 1945 di dalamnya telah tersirat cita-cita pendidikan
nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya pasal 31 UUD
NEGARA 1945 secara tersurat menyatakan bahwa :
-
Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
-
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
-
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur
dengan undang-undang.
-
Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Akar pendidikan nasional pada dasarnya merupakan usaha kultural dengan
maksud mempertingi kualitas hidup dan kehidupan manusia baik secara
individual, kelompok masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Pendiidikan
harus di kembangkan dengan berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Secara yuridis, pada pasal 1
ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional di
tegaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan
tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan pancasila sebagai dasar negara republik
indonesia, serta pasal 29 undang-undang dasar negara republik indonesia
tahun 1945 yang menegaskan bahwa “( 1 ) negara berdasar atas ketuhanan
yang maha esa”; dan ( 2 ) negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya itu”.
Definisi pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003
).
Fungsi pendidikan nasional adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta
bertanggung jawab”.
c. Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan Filosofis Pendidikan merupakan seperangkat asumsi pendidikan
yang di dedukasi dari asumsi-asumsi filsafat umum ( metafisika ),
(epistomologi), dan (aksiologi) yang besifat preskriptif dari suatu aliran
filsafat tertentu.
a. Metafisika ( hakikat realitas ), sesuai dengan yang kita yakini
sekarang bahwa realitas atau alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya,
melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa. Jadi di alam
semesta buka hanya realita fisik atau hanya realitas non fisik yang ada,
yang besifat fisik atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam
semesta sebagai keseluruhan yang integral. Sebagaimana termasuk dalam
pembukaan UUD 1945 bahwa hakikat hidup bangsa indonesia adalah berkat
rahmat allah yang maha kuasa dan perjuangan yang di dorong oleh keinginan
luhur untuk mncapai dan mengisi kemerdekaan.
b. Hakikat manusia. Manusia adalah kesatuan badanu-rohani yang hidup
dalam ruang dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai
berbagai kebutuhan, di bekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan
hidup.
Manusia di yakini sebagai makhluk tuhan yang maha esa, mendapat panggilan
tugas darinya. Dan harus mempertanggung jawabkan segala amal pelaksanaan
tugasnya terhadap tuhan yang maha esa. ( aspek religius ) :
-
Asas mono dualisme : manusia adalah kesatuan badani-rohani ia adalah
pribadi atau individual. Tetapi sekaligus insan sosial;
-
Asas mono pluralisme : menyakini keragaman manusia, baik suatu
bangsa, budaya, dsb. Tetapi adalah suatu kesatuan sebagai bangsa
indonesia / Bhineka Tunggal Ika;
-
Asas nasionalisme : dalam eksistensinya manusia terikat oleh ruang
dan waktu maka ia mempunyai relasi dengan daerah, zaman dan
sejarahnya. Yang di ungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air,
nusa dan bangsa;
-
Asas internasionalime : manusia indonesia tidak akan meniadakan
eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok atau bangsa
lain;
-
Asas demokrasi : dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama,
kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antar warga negara,
dan hubungan antar warga negara dan negara dan sebaliknya;
-
Asas keadilan sosial : dalam merealisasikan diri manusia harus
senantiasa menjunjung tunggi tujuan kepentingan bersama dalam membagi
hasil pembudayaannya.
c. Epistomologi ( hakikat pengetahuan ), segala pengetahuan hakikatnya
bersumber dari tuhan yang maha esa. Manusia dapat memperoleh pengetahuan
melalui berpikir, pengalaman empiris, penghayatan dan intuisi dalam
konteks interaksi / kominikasi dengan segala yang ada dalam
hidupnya.
d. Aksiologi ( hakikat nilai ). Sumber segala nilai hakikatnya adalah
tuhan yang maha esa. Manusia adalah makhluk tuhan, insan pribadi
individual sekaligus insan sosial maka hakikat nilai di turunkan dari
tuhan yang maha esa. Masyarakat dan individu. Atas dasar filsafat atau
pandangan hidupnya, yaitu pancasila, bangsa indonesia memiliki filsafat
pendidikan tersendiri. Antara lain sebagai mana di uraikan berikut
ini:
-
Pendidikan ( pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan
Nasional )
-
Tujuan Pendidikan ( pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional )
-
Kurikulum Pendidikan. Disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka negara kesatuan republik indonesia dengan memperhatikan :
(a) Peningkatan iman dan taqwa
(b) Peningkatan akhlak mulia
(c) Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik
(d) Keragaman potensi daerah dan lingkungan
(e) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
(f) Tuntutan dunia kerja
(g) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(h) Agama
(i) Dinamika perkembangan global, serta
(j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Ketentuan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas di atur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (pasal 36 undang-undang republik
indonesia no. 20 tahun 2003 Tantang Sistem Pendidikan Nasional).
-
Metode pendidikan. Merupakan alternatif untuk diaplikasikan, sebab
tidak satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode lainnya
dalam segala konteks pendidikan, dalam praktik pendidikan pemilihan
dan aplikasi metode pendidikan diharapkan mengacu pada prinsip CBSA
dan sebaiknya bersifat multi metode.
-
Peranan pendidikan dan peserta didik. Berbagai peranan pendidik dan
peserta didik, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersirat
dan tersurat dalam semboyan “Ing Ngarso Sung Tulado” artinya pendidik
harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya, “Ing
Madya Mangun Karso” artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada
diri peserta didiknya dan “Tut Wuri Handayani”, Artinya bahwa
sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.
BAB III LANDASAN ILMIAH PENDIDIKAN
1. Landasan Psikologis Pendidikan
Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
hasil studi disiplin psikologi yang di jadikan titik tolak dalam rangka
praktik pendidikan. Dalam kegiatan belajar 1 anda telah memahami bahwa
manusia merupakan “mahkluk yang belum selesai mengadakan dirinya sebagai
manusia”, ia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan
diri, adapun pengembangan diri antara lain dilakukan melalui pengajaran,
yang di mana didalam konsep ini tersirat adanya individu yang belajar.
Perkembangan individu (development) dan bagaimana individu itu belajar
(learning) dikaji lebih lanjut secara ilmiah dalam disiplin psikologi.
Hasil studi tersebut berimplikasi terhadap pendidikan.
a. Perkembangan Individu Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Setiap individu mengalami perkembangan (development), yaitu proses
perubahan yang berlangsung terus-menerus sejak terjadinya pembuahan
(conception) hingga meninggal dunia. Perubahan dalam perkembangan individu
terjadi karena kematangan (maturation) dan belajar (learning). Kematangan
adalah perubahan-perubahan pada diri individu sebagai hasil dari
pertumbuhan fisik atau perubahan-perubahan biologis daripada sebagai
perubahan melalui pengalaman. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah
laku pada diri individu yang bersifat relatif permanen dan terjadi sebagai
hasil pengalaman. Kombinasi dari kematangan atau pertumbuhan biologis dan
pengalaman berperan sebagai penentu kesiapan belajar (Yello and Weinstein,
1977).
Ada 5 prinsip perkembangan individu menurut Yello and Weinstein sebagai
berikut:
-
Perkembangan individu berlangsung secara terus menerus sejak
perubahan hingga meninggal dunia.
-
Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada
umumnya mempunyai perkembangan yang normal.
-
Semua aspek perkembangan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan
emosional satu sama lainnya saling berhubungan atau saling
mempengaruhi.
-
Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
-
Perkembangan berlangsung secara bertahap ; setiap tahapan memiliki
karakteristik tertentu.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Individu dan
Implikasinya terhadap Pendidikan
-
Teori Nativisme menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan
kedunia dengan membawa faktor-faktor hereditas yang berasal dari
orang tuanya.
-
Implikasi terhadap pendidikan, yaitu tidak adanya kemungkinan bagi
pendidik dalam upaya mengembangkan kepribadian peserta didik.
-
Teori Empirisme menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan ke
dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum
ditulisi.
-
Implikasi terhadap pendidikan, yaitu memberikan kemungkinan
sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta
didik; tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak
pendidik.
-
Teori konvergensi menyatakan bahwa perkembangan individu
ditentukan oleh faktor hereditas maupun oleh faktor lingkungan
(pengalaman).
-
Implikasi terhadap pendidikan, yaitu memberikan kemungkinan bagi
pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai dengan apa
yang diharapkan, tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan
faktor-faktor hereditas.
c. Teori Belajar dan Implikasinya terhadap Pendidikan
-
Teori Behaviorisme, merupakan teori didasarkan pada asumsi bahwa; (1)
hasil belajar adalah berupa perubahan tingkah laku yang dapat
diobservasi; (2) tingkah laku dan perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar dimodifikasi oleh kondisi-kondisi lingkungan; (3) komponen
teori behavioral ini adalah stimulus, respons dan konsekuensi; (4)
faktor penentu yang penting sebagai kondisi lingkungan dalam belajar
adalah reiforcement.
-
Teori Kognitif. Tkoh teori belajar Kognitif adalah Jerome Bruner.
Teorinya di dasarka pada asumsi bahwa; (1) individu mempunyai
kemampuan memproses informasi. (2) kemampuan memproses informasi
tergantung kepada faktor kognitif yang perkembangannya berlangsung
secara bertahap sejalan dengan tahapan usianya. (3) belajar adalah
proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi. (4) hasil
belajar adalah berupa perubahan struktur kognitif. (5) cara belajar
pada anak-anak dan orang dewasa berbeda sesuai tahap
perkembangannya.
-
Humanisme. Tokoh teori belajar humanisme, antara lain Carl Rogers.
Teorinya didasarkan pada asumsi bahwa (1) individu adalah pribadi
utuh, ia mempunyai kebebasan memilih untuk menentukan kehidupannya.
(2) individu mempunyai hasrat untuk mengetahui (curiosity),
hasrat untuk bereksplorasi, dan mengasimilasi
pengalaman-pengalamannya. (3) belajar adalah fungsi seluruh
kepribadian individu. (4) belajar akan bermakna jika melibatkan
seluruh kepribadian individu (jika relevan dengan kebutuhan individu,
dan melibatkan aspek intelektuan dan emosional individu).
2. Landasan Sosiologi Pendidikan
Landasan sosiologis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang
bersumberdari hasil studi disiplin sosiologi yang dijadikan titik tolak
dalam rangka praktik pendidikan. Memahami bahwa manusia adalah mahkluk
individual sekaligus juga adalah mahkluk sosial atau mahkluk
bermasyarakat. Tentang bagaimana interaksi individu dan kelompok di dalam
masyarakatnya di kaji lebih lanjut secara ilmiah dalam disiplin sosiologi.
a. Individu dan masyarakatserta implikasinya terhadap pendidikan
-
Individu adalah manusia perseorangan yang mempunyai
karakteristik bahwa ia sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, unik,
dan otonom. Masyarakat didefinisikan Ralph Linton sebagai
“setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup
lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri
mereka sebagai satu kesatua sosial dengan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas”. Sedangkan selo sumardjan mendefinisikan
masyarakat sebagai “orang-orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan kebudayaan” ( Soerjono Soekanto, 1986).
-
Dalam struktur sosial tersebut setiap individu mempunyai
kedudukan (status) dan peranan ( role) tertentu.
Menurut Ralph Linton status adalah suatu kumpulan hak dan kewajiban
(a collection of rights and duties),sedangkan peranan adalah
aspek dinamis dari suatu status. Seseorang dikatakan melaksanankan
peranannya jika ia melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
statusnya. Status dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) status yang
diperoleh sejak lahir atau diberikan kepada individu
(ascribed status), (2) status yang diraih, yaitu status yang
memerlukan kualitas tertentu yang diraih melalui upaya tertentu atau
persaingan (achieved status)
-
Dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, setiap
individu maupun kelompok melakukan interaksi sosial adapun
dalam interaksi sosisal tersebut mereka melakukan berbagai
tindakan sosial, yaitu perilaku individu yang dilakukan dengan
mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Tindakan sosial yang di lakukan individu
hendaknya sesuai dengan status dan peranannya yang mengacu kepada
sistem nilai dengan norma atau tatakelkuan yang berlaku diddalam
masyarakat. masyarakat menuntut hal tersebut tiadam lain agar
konformitas, yaitu bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang
berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan yang diharapkan
kelompok.
-
Seperti telah dijelaskan di muka, salah satu unsur masyarakat
adalah adanya hubungan sosial atau interaksi sosial. Dengan demikian
individu-individu dan kelompok didalam masyarakat itu bekerja sama.
Hubungan sosial tersebut antara lain mengimplikasikan terjadinya
reproduksi sehingga masyarakat menghasilkan keturunan, yaitu
generasi muda yang akan menjadi generasi penerus dari generasi tua
dalam masyarakat yang bersangkutan. Implikasi dari konsep individu
dan masyarakat sebagaimana diuraikan di atas, antara lain bahwa (1)
pendidikan perlu di lakukan terhadap individu demi terciptanya
konformitas didalam masyarakat. (2) dalam konteks ini
.pendidikan identik dengan sosialisasi.
b. Pendidikan dan Masyarakat
Pendidikan sebagai pranata sosial. Theodorson G.A. mendefinisikan pranata
sosial ( social institution) sebagai suatu sistem peran dan norma sosial
yang saling berhubungan dan terorganisasi di sekitar pemenuhan kebutuhan
atau fungsi sosial yang penting ( sudarja adiwikarta, 1988 ). Komblun
menggunakan istilahinstitusi untuk menjelaskan pranata sosial, ia
mendefinisikan sebagai “suatu struktur status dan peranan yang diarahkan
kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar anggota masyarakat” (kamanto
sunarto, 1993). Esensinya bahwa pranata sosial merupakan suatu sistem
aktivitas yang khas dari suatu kelakukan berpola; aktivitas yang khas ini
dilakukan oleh berbagai individu atau manusia yang mempunyai status dan
peran masing-masingyang saling berhubungan atau mempunyai struktur; mengacu
kepada sistem ide, nilai, dan norma atau tata kelakuan tertentu; dilakukan
dengan menggunakan berbagai peralatan; dan aktivitas khas ini berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarakat.
Sebagai individu-individu, masyarakat pun memiliki berbagai kebutuhan. Untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut masyarakat membangun
pranata-pranata sosial. Contohnya, pranata ekonomi merupakan salah satu
pranata sosial yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mengenai mata
pencaharian hidup, memproduksi barang dan jasa, menyimpam, mendistribusikan
hasil produksi. Demikian halnya, bahwa pendidikan merupakan salah satu
pranata sosial yang berfungsi untuk mensosialisasikan generasi mudanya agar
tercipta homogenitas atau konformitas.
Hubungan pendidikan dan masyarakat. Terdapat hubungan timbal balik antara
pendidikan dan masyarakat. Sudarja Adiwikarta (1988), antara lain
mengemukakan bahwa:
-
Terhadapa hubungan yang tetap dan positif antara derajat pendidikan
dengan kehidupan ekonomi, dalam arti makin tinggi derajat pendidikan
suatu masyarakat makin tinggi pula derajat ekonominya.
-
Di dalam masyarakat terdapat startifikasi sosial ( pelapisan sosial ).
Berkenaan ini, pendidikan berpengaruh terhadap startifikasi sosial,
sebaliknya startifikasi sosial juga berpengaruh terhadap pendidikan.
-
Pendidikan berpengaruh terhadap mobilitas sosial. Dalam masyarakat yang
memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka, melalui pendidikan orang
mempunyai kesempatan untuk berusaha naik ke tangga status sosial yang
lebih tinggi, tetapi sebaliknya terbuka pula peluang untuk turun atau
jatuh ke tangga status sosial di bawahnya.
-
Pendidikan mempunyai peranan dalam rangka perubahan sosial. Dalam hal
ini selain berperan sebagai agen pelestari keadaan masyarakat (
agent of conservation ), pendidikan juga berperan sebagai pelaku perubahan keadaan di dalam
masyarakat (agent of change).
3. Landasan Antropologi Pendidikan
Landasan antropologis pendidikan adalah seperangkap asumsi yang bersumber
dari hasi studi disiplin antropologi yang dijadikan titik tolak dalam
rangka praktik pendidikan.
Selain sebagai mahkluk sosial, manusia juga adalah mahkluk berbudaya.
Manusia menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya dan membudaya. Adapaun
yang dimaksud kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar” ( koentjaraningrat,
1985:180).
Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu sebagai berikut.
-
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan.
-
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
- Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Manusia adalah mahkluk berbudaya, tetapi kebudayaan tidak dibawa manusia
sejak kelahirnya. Secara faktual, dan sebagai mana tersurat dalam defiisi
yang di kemukakan Koentjaraningrat, kebudayaan dapat menjadi milik diri
manusia sehingga menjadi karakteristiknya yang esensial dibanding dengan
hewan hanyalah melalui belajar. Proses-proses biologis untuk reproduksi
memang mencukupi untuk mempertahankaneksistensi kelompok, akan tetapi
tidak cukup untuk bertahannya kelompok itu dalam artian sebagai suatu
masyarakat (Ralph Linton, 1945).
Jika dalam sosiologi anda mengenal istilah sosialisasi untuk memahami
pendidkan, dalam antropologi dikenal istilah enkulturasi. Sekalipun
terdapat perbedaan sudut pandang antara sosiologi dan antropologi erta
terdapat perbedaan antara sosialisasi dan enkulturasi, tetapi sesungguhnya
kedua hal tersebut merupakan realitas yang sulit dipisahkan. Seperti telah
anda pahami, definisi sosialisasi menekankan kepada pengambilan peranan,
namun sesungguhnya di dalam peranan-peranan tersebut inheren nilai-nilai,
norma-norma, peraturan-peraturan. Karena itu, didalam proses sosialisasi
itu sebenarnya terjadi juga proses enkulturasi ( pembudayaan ). Kebudayaan
menjadi imput bagi pendidikan, antara lain dapat kita pahami bahwa (1)
kebudayaan milik suatu masyarakat yang berupa nilai-nilai dan
gagasan-gagasan akan menggariskan tujusn pendidikan, (2) wjud kebudayaan
berupa nilai-nilai, norma-norma, gagasan-gagasan dan wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas berpola dari suatu masyarakat akan
menjadi isi (kurikulum) dan cara-cara (metode) pendidikan, (3) wujud fisik
berupa bangunan, benda-benda, dan uang merupakan sarana alat, dan biaya
yang digunakan dalam pendidikan. Sebaliknya, pendidikan berfungsi untuk
melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi), dan berfungsu pula
dalam rangka mengembangkan kebudayaan masyarakat (funsi kreasi).
Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang khas sebagai karakteristik
yang membedakan dari masyarakat lainnya, yang akan beriplikasi terhadap
pendidikan setiap masyarakat yang bersangkutan.
4. Landasan Historis Pendidikan
Landasan historis pendidikan merupakan seperangkap konsep dan praktik
pendidikan masa lampau sebagai titik tolak sistem pendidikan masa kini
yang terarah ke masa depan. Pendidikan masa kini tidak terwujud begitu
saja secara tiba-tiba, melainkan merupakan kesinambungan dari pendidikan
pada masa lampau. Dalam kesinambungan tersebut, konsep dan praktik
pendidikan masa lampau yang di pandang baik dan berguna akan tetap di
pertahankan, sedangkan konsep dan praktik pendidikan yang di pandang tidak
baik dan tidak berguna atau keliru akan di perbaiki atau di kembangkan
sehingga berbeda dengan konsep dan praktik pendidikan masa lampau.
Contohnya, konsep atau semboyang tut wuri handayani yang dicetuskan
Ki Hajar Dewantara sejak zaman pergerakan nasional sampai saat ini masih
dianut dan di aplikasikan dalam pendidikan kita, sedangkan konsep dan
praktik pendidikan yang bersifat dualistik dan aristokrsi pada zaman
penjajahan belanda diperbaiki dengan pendidikan sebagai landasan
pendidikan yang bersifat demokratis.
Landasan historis pendidikan indonesia, antara lain mencakup landasan
historis pendidikan (1) zaman purba, (2) zaman kerajaan hindu-budha, (3)
zaman kerajaan islam, (4) zaman pengaruh portugis dan spanyol, (5) zaman
kolonial belanda, (6) zaman pendudukan jepang, (7) pendidikan periode
1945-1969, dan (8) pendidikan pada masa PJP I (1969-1993).
5. Landasan Ekonomi Pendidikan
Ekonomika merupakan studi tentang kemakmuran materi manusia. Masalah
pokok ekonomi mencakup pilihan-pilihan yang berkaitan dengan konsumsi,
produksi, distribusi dan pertumbuhan sepanjang waktu. Menurut pepelasis,
dkk, faktor-faktor yang sangat penting dalam ekonomi (pembangunan) adalah
sumber daya alam, sumber daya manusia, akumulasi modal, teknologi dan
kewiraswastaan, serta sosio-budaya. Faktor ekonomi yang sangat
berkesesuaian dengan pendidikan adalah sumber daya manusia ( Redja
Mudyahardjo, 1995).
Oleh karena itu, ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pendidikan adalah
human investment atau upaya penanaman modal pada diri manusia (
Odang Muchtar, 1976). Pendidikan diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja
yang produktif dalam menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat.
Terdapat hubungan antara pendidikan dan ekonomi, antara lain melalu
pendidikan tenaga kerja produktif dapat dihasilkan. Sebaliknya,
pelaksanaan pendidikan memerlukan sejumlah dana yang harus dimanfaatkan
secara efisien dan efektif.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera
tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan
itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat
kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan
ini menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat
mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.
Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu
titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat
berdirinya sesuatu hal. Filosofis adalah suatu pengetahuan yang mencoba
untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau
kebijaksanaan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan
bangsa.
B. Saran
Landasan filosofis pendidikan di Indonesia yakni Pancasila, implikasi
terhadap pendidikan harus menyesuaikan dan menyelaraskan tujuan pendidikan
nasional, kurikulum pendidikan, metode pendidikan, kejelasan peranan
pendidik dan peserta didik. Dengan strategi tersebut maka harapan yang
diinginkan akan terpenuhi sejalan dengan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwikarta, S. (1998).
Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang hubungan pendidikan
dan masyarakat. P2LPTK, Dirjen Dikti Depdikbud.
BP7 Pusat. (1995).
Materi Penyegaran Penatar, Buku 1 Bidang P4. BP-7 Pusat.
Manan, I. (1989). Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. P2LPTK,
Dirjen Dikti, Depdikbud.
Muchtar, O. (Peny.). (1991). Dasar-Dasar Kependidikan. IKIP
Bandung.
Sunarto, K. (1993). Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Syam, M. N. (1984).
Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha
Nasional, Surabaya-Indonesia.