15 April 2016

MITOS MENULIS DAN BENTUK KARANGAN

Menulis dalam pandangan Graves (1978) :
  1. 1. Orang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa ia menulis, menulis atau mengarang memang memerlukan waktu, energi, pikiran, dan perasaan. sebenarnya, banyak hal yang dapat dilakukan dengan /dan diperoleh dari menulis. contohnya pada zaman kemerdekaan, hasil tulisan Soekarno dapat membakar semangat nasionalisme menentang penjajahan. Zaman pergolakan Mohamad, tulisan mampu membakar dan membangkitkan semangat orang untuk menghadapi kezaliman penguasa.
  2. Orang enggan menulis karena merasa tidak berbakat dalam menulis, karena menulis merupakan sebuah kemahiran, maka penguasaannya memerlukan proses belajar dan latihan yang sistematis dan terus-menerus.
  3. Orang enggan menulis karena merasa tidak tahu bagaimana menulis, pengetahuan karang-mengarang, tetapi proses belajar yang dialaminya kurang memicu minat dan memberinya pengalaman yang bermakna untuk menulis secara kreatif berbagai corak karangan. beberapa hal yang mempengaruhi karena kurangnya masukan atau balikan yang memadai dari pembaca.
Smith (1981) menegaskan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami anak di sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi gurunya sendiri.
Mengarang adalah akumulasi kemampuan yang terdiri dari berbagai daya (daya pikir, daya nalar, daya rasa) yang berkaitan dengan penguasaan persoalan kebahasaan,psikososial, tata tulis, dan pengetahuan tentang isi tulisan.
Karangan Ilmiah (scientific paper) dapat didefinisikan sebagai tulisan atau karangan yang menyajikan hasil riset dan pemikiran keilmuan (derntl, 2009). dengan demikian karangan ilmiah berisikan sajian tentang gagasan atau pemikiran yang didasarkan pada bukti-bukti empirik atau kajian teoritis yang dapat dilacak dan/atau dibuktikan kebenarannya. sedangkan karangan sastra dapat didefinisikan sebagai tulisan atau karangan kreatif yang merefleksikan kehidupan nyata dan mengandung keindahan.
No. Aspek Karangan Ilmiah Karangan Sastra
1 Sasaran pembaca
Kelompok yang memiliki minat dan latar belakang pengetahuan tertentu.
Kelompok Umum
2 Tujuan Menjelaskan atau mempengaruhi pendapat orang lain berdasarkan bukti atau teori tertentu yang dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah. Menghibur, mendidik, dan/atau mempengaruhi pendapat orang lain melalui kekuatan estetika bahasa.
3 Isi Pengetahuan yang berisi bukti-bukti empirik, pemikiran, atau kajian teoritis, yang bersifat objektif. Realita kehidupan nyata atau khayalan, dan besifat subjektif.
4 Bahasa Lugas, kata-kata/istilah teknis (keilmuan), dan taat asas dalam pemakaian kaidah bahasa perbedaan penafsiran antarpembaca atas isi karangan dihindari. Banyak kata konotatif dan jika perlu kaidah bahasa dapat dilanggar.
Memanfaatkan kekuatan kata-kata dan perangkat bahasa lainnya untuk membangkitkan daya imajinasi pembaca.
Perbedaan penafsiran antar-pembaca atas isi karangan diperbolehkan.
5 Penyajian Mengikuti pola sajian tertentu. Struktur karangan terdiri atas: pendahuluan, isi (termasuk pembahasan), simpulan/rekomendasi, dan daftar pustaka.
Paparan: dilengkapi dengan gambar atau piktorial (chart, diagram, tabel) dan/atau sumber kutipan pendapat ahli untuk mendukung/menolak suatu gagasan.
Pola saji relatif bebas tergantung tipe karya sastra dan kreatifitas penulis.
Dalam struktur karangan tidak ada simpulan/rekomendasi eksplisit dan daftar pustaka. dapat dilengkapi dengan gambar.
Share:

05 April 2016

MANFAAT MENULIS

images (1)

Terdapat 4 manfaat menulis sesuai dengan yang disampaikan oleh Graves (1978). Diantaranya :

1. Menulis mengembangkan kecerdasan

Menurut para ahli psikolinguistik, menulis merupakan suatu aktivitas kompleks. Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan mengharmoniskan berbagai aspek. beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh calon penulis :

{a} mendengar, melihat, dan membaca yang baik; {b} memilah, memilih, mengolah, mengorganisasikan, dan menyimpan informasi yang diperolehnya secara kritis dan sistematis; {c} menganalisis sebuah persoalan dari berbagai perspektif; {d} memprediksi karakter dan kemampuan pembaca; serta {e} menata tulisan secara logis, runtut, dan mudah dipahami. 

Menurut Cunningham, dkk (1995) secara tegas menyatakan bahwa menulis adalah berpikir. Dalam menulis terdapat sembilan proses berpikir sebagai berikut.

  1. Mengingat apa yang telah dipelajari, dialami, dan diketahui sebelumnya, yang tersimpan dalam rekaman ingatan seorang penulis berkenaan dengan apa yang ditulisnya.
  2. Menghubungkan apa yang telah dipelajari, dialami, dan diketahui sebelumnya, yang berkaitan dengan sesuatu yang ditulis seseorang, sehingga berbagai informasi itu saling terkait satu sama lain dan membentuk satu keutuhan. Mengingat dan menghubungkan merupakan aktivitas berpikir yang tampaknya terjadi secara bersamaan. Otak kita biasanya mengingat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki terlebih dahulu. baru kemudian menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada.
  3. Mengorganisasikan informasi/pengetahuan yang dimiliki sehingga mempermudah penulis untuk mengingat dan menatanya dalam menulis.
  4. Membayangkan ciri atau karakter dari apa yang telah diketahui dan dialami sehingga tulisan menjadi lebih hidup.
  5. Memprediksi atau meramalkan bagian tulisan yang selanjutnya, ketika menyusun bagian tulisan sebelumnya. Perilaku berpikir ini akan menjadikan tulisan yang dihasilkan mengalir dengan lancar, runtut dan logis.
  6. Memonitor atau memantau ketetapan tataan dan kaitan antar satu bagian tulisan dengan bagian tulisan lainnya.
  7. Menggeneralisasikan bagian demi bagian informasi yang ditulis kedalam sebuah kesimpulan.
  8. Menerapkan informasi atau sebuah kesimpulan yang telah disusun ke dalam konteks yang baru.
  9. mengevaluasi apakah seluruh informasi yang diperlukan dalam tulisan telah cukup memadai, memiliki hubungan yang erat satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan tulisan yang sistematis dan logis, serta dikemas dalam penataan dan pembahasan yang mudah dipahami dan menarik.

2. Menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreatifitas

Dalam mengembangkan dan memiliki daya inisiatif dan kreatifitas, maka seorang penulis harus mencari, menemukan dan menata sendiri bahan atau informasi dari berbagai sumber, yang terkait dengan topik yang akan ditulisnya. 

3. Menulis menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian

Seorang penulis harus memiliki rasa percaya diri dan keberanian, harus berani menampilkan hasil pemikirannya, termasuk perasaan, cara pikir, dan gaya tulis, serta menawarkannya kepada orang lain. selain itu penulis juga harus memiliki rasa percaya diri, harus percaya akan hasil tulisannya, baik dari segi penulisan, penggunaan kata, dan sebagainya. knsekuensinya, penulis harus memiliki kesiapan dan kesanggupan untuk melihat dengan jernih segenap penilaian dan tanggapan apa pun dari pembacanya, baik yan bersifat positif maupun yang bersifat negatif. penilaian atau tanggapan dari orang lain justru merupakan masukan atau pupuk bagi penulis untuk dapat memperbaiki kemampuannya dalam menulis.

4. Menulis mendorong kebiasaan serta memupuk kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, dan mengorganisasikan informasi

Banyak kegagalan dalam menulis, itu semua disebabkan karena mereka tidak tahu apa yang akan ditulis. Hal ini disebabkan karena malas untuk mencar informasi yang diperlukan. Pada awalnya, seseorang menulis karena ia memiliki ide, gagasan, pendapat, atau sesuatu yang menurut pertimbangannya penting untuk disamaikan dan diketahui oleh orang lain.

Terdapat 4 sumber yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menggali informasi untuk kajian penulisan.

(a.) Bacaan (buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, data statistik dari media cetak atau internet) yang informasinya diperoleh melalui kegiatan membaca.

(b.) Rekaman atau siaran yang informasinya digali melalui kegiatan melihat dan/atau menyimak.

(c.) Orang yang informasinya dijaring melalui diskusi, tanya jawab, atau wawancara.

(d.) Alam atau lingkungan yang ditangkap melalui pengamatan. 

Share:

03 April 2016

PENGERTIAN, TUJUAN SERTA FUNGSI MENULIS


Menulis merupakan suatu bentuk komunikasi berbahasa (verbal) yang menggunakan simbol-simbol tulis sebagai mediumnya. terdapat 4 unsur yang terlibat dalam menulis, diantaranya :
(1). Penulis sebagai penyampai pesan, (2). Pesan atau sesuatu yang disampaikan penulis, (3). Saluran atau medium yang berupa lambang-lambang bahasa tulis seperti rangkaian huruf atau kalimat dan tanda baca, serta (4). Penerima pesan, yaitu pembaca, sebagai penerima pesan yang disampaikan oleh penulis.

Tujuan dan fungsi menulis sebagai berikut,
  1. Fungsi personal, yaitu mengekspresikan pikiran,  sikap, atau perasaan pelakuya, yang diungkapkan melalui misalnya surat dan buku harian.
  2. Fungsi instrumental (direktif), yaitu mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.
  3. Fungsi interaksional, yaitu menjalin hubungan sosial.
  4. Fungsi informatik, yaitu menyampaikan informasi, termasuk ilmu pengetahuan.
  5. Fungsi heuristik, yaitu belajar atau memperoleh informasi.
  6. Fungsi estetis, yaitu untuk mengungkapkan atau memenuhi rasa keindahan.
Dari berbagai fungsi dan tujuan tersebut tidak selalu hadir sendiri-sendiri, artinya dalam suatu kegiatan menulis dapat terkandung lebih dari satu fungsi.
Share:

Contoh Makalah Landasan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan dengan instingnya. Sedangkan belajarnya manusia merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.

Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya, disaat anak ini dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anak mereka juga, begitu juga disekolah dan perguruan tinggi. Para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen. Dalam pendidikan tentunya ada istilah mengajar dan mendidik, untuk melakukan kedua hal itu tentunya di perlukan acuan supaya proses mengajar dan mendidik dapat berjalan sebagaimana mestinya, acuan tersebut dikenal dengan istilah pendidikan.

Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini memiliki pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan disetiap negara tidak sama. Untuk negara kita diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan filsafat, landasan histori, landasan sosial budaya, landasan psikologis, beserta landasan sosiologis dan antropologis.

B. Rumusan Masalah

Dalam sebuah permasalahan perlu adanya rumusan masalah. Rumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahan masalahnya.

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai landasan pendidikan, ada beberapa masalah yang harus kita selesaikan setelah pembahasan tersebut. Adapun identifikasi masalah tersebut :

  1. Apa yang dimaksud dengan landasan pendidikan ?
  2. Apa yang dimaksud dengan landasan yuridis pendidikan dan landasan filosofis pendidikan ?
  3. Apa yang dimaksud dengan landasan psikologis pendidikan dan landasan sosiologis pendidikan ?
  4. Apa yang dimaksud dengan landasan antropologis pendidikan dan landasan historis pendidikan ?
  5. Apa yang dimaksud dengan landasan ekonomi pendidikan ?
  6. Fungsi dan tujuan dari landasan pendidikan ?
  7. Jenis-jenis landasan pendidikan ?

C. Tujuan

Dari semua masalah yang kita angkat pada pembahasan landasan pendidikan ini. Merupakan langkah awal untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita serta cara pandang kita akan Landasan Pendidikan.

Beberapa tujuan yang timbul akibat permasalahan yang kita angkat ini, diantaranya sebagai berikut :

  1. Agar dapat menjelaskan tentang pengertian landasan pendidikan.
  2. Agar dapat menjelaskan tentang landasan yuridis pendidikan dan landasan filosofis pendidikan.
  3. Agar dapat menjelaskan tentang landasan psikologis pendidikan dan landasan sosiologis pendidikan.
  4. Agar dapat menjelaskan tentang landasan antropologis pendidikan dan landasan historis pendidikan.
  5. Agar dapat menjelaskan tentang landasan ekonomi pendidikan.
  6. Agar dapat mengetahui Fungsi dan tujuan dari landasan pendidikan.
  7. Agar dapat mengetahui Jenis-jenis landasan pendidikan.

D. Manfaat

Pada pemaparan ini akan kita bahas untuk manfaat dari judul makalah ini. Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami tentang landasan pendidikan baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan agar dapat memahami landasan pendidikan dari segi jenis-jenis landasan pendidikan, fungsi landasan pendidikan, pengertian landasan pendidikan, dan tujuan landasan pendidikan.

BAB II LANDASAN PENDIDIKAN

1. Landasan Yuridis dan Landasan Filosofis Pendidikan

Pendidikan berfungsi memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan mesti dapat di pertanggung jawabkan. Ada beberapa aliran filsafat pendidikan, misalnya idealisme, realisme, pragmatisme, landasan filosofis pendidikan dalam konteks sistem pendidikan nasional, yaitu pancasila. Ada berbagai asumsi fisafat pendidikan nasional ( pancasila ) yang meliputi hakikat realitas, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai serta implikasinya terhadap pendidikan yang meliputi hakikat tujuan pendidikan isi atau kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan peranan pendidikan peranan peserta didik.

a. Landasan Pendidikan

Landasan berarti tumpuan, dasar atau alas sedangkan pendidikan merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan mengandung dua dimensi, yaitu dimensi berpikir dan dimensi bertindak.

Ada berbagai jenis landasan pendidikan berdasarkan sumber perolehannya, ada empat jenis landasan pendidikan, sebagai berikut:

  • Landasan Religius Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
  • Landasan Filosofis Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
  • Landasan Ilmiah Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan. Tergolong kedalam landasan ilmiah pendidikan atara lain : landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan di kenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual pendidikan.
  • Landasan Yuridis atau Hukum Pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari pengetahuan perundang-undanganyang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
  • Berbagai asumsi pendidikan yang telah di pilih dan di adopsi oleh seseorang, sekelompok orang atau lembaga pendidikan akan berfungsi memberikan dasar tujuan konseptual dalam rangka pendidikan yang dilaksanakannya. Jadi, fungsi landasan pendidikan adalah meberikan dasar pijakkan atau titik tolak bagi seseorang sekelompok orang atau lembaga dalam rangka praktik pendidikan.

b. Landasan Yuridis Pendidikan

Landasan Pendidikan Pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlakukan sebagai titik tolak dalam rangka pengelolaan, penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan dalam suatu sistem pendidikan nasional. Landasan yuridis pendidikan bersifat ideal dan normatif, artinya merupakan sesuatu yang di harapkan dilaksanakan dan mengikat untuk di laksanakan oleh setiap pengelola, penyelenggara dan pelaksana pendidikan di dalam sistem pendidikan nasional.

Dasar pendidikan nasional dalam UUD 1945 tersurat pada kelima sila yang di sebut pancasila. Karena pancasila berkedudukan sebagai dasar negara, implikasinya maka dasar pendidikan nasional indonesia adalah pancasila.

Dalam pembukaan UUD 1945 di dalamnya telah tersirat cita-cita pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya pasal 31 UUD NEGARA 1945 secara tersurat menyatakan bahwa :

  1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
  2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
  3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang.
  4. Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Akar pendidikan nasional pada dasarnya merupakan usaha kultural dengan maksud mempertingi kualitas hidup dan kehidupan manusia baik secara individual, kelompok masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Pendiidikan harus di kembangkan dengan berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Secara yuridis, pada pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional di tegaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman.

Pembukaan UUD 1945 menyatakan pancasila sebagai dasar negara republik indonesia, serta pasal 29 undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 yang menegaskan bahwa “( 1 ) negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa”; dan ( 2 ) negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Definisi pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 ).

Fungsi pendidikan nasional adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab”.

c. Landasan Filosofis Pendidikan

Landasan Filosofis Pendidikan merupakan seperangkat asumsi pendidikan yang di dedukasi dari asumsi-asumsi filsafat umum ( metafisika ), (epistomologi), dan (aksiologi) yang besifat preskriptif dari suatu aliran filsafat tertentu.

a. Metafisika ( hakikat realitas ), sesuai dengan yang kita yakini sekarang bahwa realitas atau alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa. Jadi di alam semesta buka hanya realita fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, yang besifat fisik atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai keseluruhan yang integral. Sebagaimana termasuk dalam pembukaan UUD 1945 bahwa hakikat hidup bangsa indonesia adalah berkat rahmat allah yang maha kuasa dan perjuangan yang di dorong oleh keinginan luhur untuk mncapai dan mengisi kemerdekaan.

b. Hakikat manusia. Manusia adalah kesatuan badanu-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan, di bekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup.

Manusia di yakini sebagai makhluk tuhan yang maha esa, mendapat panggilan tugas darinya. Dan harus mempertanggung jawabkan segala amal pelaksanaan tugasnya terhadap tuhan yang maha esa. ( aspek religius ) :

  • Asas mono dualisme : manusia adalah kesatuan badani-rohani ia adalah pribadi atau individual. Tetapi sekaligus insan sosial;
  • Asas mono pluralisme : menyakini keragaman manusia, baik suatu bangsa, budaya, dsb. Tetapi adalah suatu kesatuan sebagai bangsa indonesia / Bhineka Tunggal Ika;
  • Asas nasionalisme : dalam eksistensinya manusia terikat oleh ruang dan waktu maka ia mempunyai relasi dengan daerah, zaman dan sejarahnya. Yang di ungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa dan bangsa;
  • Asas internasionalime : manusia indonesia tidak akan meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok atau bangsa lain;
  • Asas demokrasi : dalam mencapai tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antar warga negara, dan hubungan antar warga negara dan negara dan sebaliknya;
  • Asas keadilan sosial : dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa menjunjung tunggi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya.

c. Epistomologi ( hakikat pengetahuan ), segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari tuhan yang maha esa. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui berpikir, pengalaman empiris, penghayatan dan intuisi dalam konteks interaksi / kominikasi dengan segala yang ada dalam hidupnya.

d. Aksiologi ( hakikat nilai ). Sumber segala nilai hakikatnya adalah tuhan yang maha esa. Manusia adalah makhluk tuhan, insan pribadi individual sekaligus insan sosial maka hakikat nilai di turunkan dari tuhan yang maha esa. Masyarakat dan individu. Atas dasar filsafat atau pandangan hidupnya, yaitu pancasila, bangsa indonesia memiliki filsafat pendidikan tersendiri. Antara lain sebagai mana di uraikan berikut ini:

  • Pendidikan ( pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional )
  • Tujuan Pendidikan ( pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional )
  • Kurikulum Pendidikan. Disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia dengan memperhatikan :
(a) Peningkatan iman dan taqwa
(b) Peningkatan akhlak mulia
(c) Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik
(d) Keragaman potensi daerah dan lingkungan
(e) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
(f) Tuntutan dunia kerja
(g) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(h) Agama
(i) Dinamika perkembangan global, serta
(j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Ketentuan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (pasal 36 undang-undang republik indonesia no. 20 tahun 2003 Tantang Sistem Pendidikan Nasional).

  1. Metode pendidikan. Merupakan alternatif untuk diaplikasikan, sebab tidak satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode lainnya dalam segala konteks pendidikan, dalam praktik pendidikan pemilihan dan aplikasi metode pendidikan diharapkan mengacu pada prinsip CBSA dan sebaiknya bersifat multi metode.

  2. Peranan pendidikan dan peserta didik. Berbagai peranan pendidik dan peserta didik, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersirat dan tersurat dalam semboyan “Ing Ngarso Sung Tulado” artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya, “Ing Madya Mangun Karso” artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya dan “Tut Wuri Handayani”, Artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.

BAB III LANDASAN ILMIAH PENDIDIKAN

1. Landasan Psikologis Pendidikan

Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil studi disiplin psikologi yang di jadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan. Dalam kegiatan belajar 1 anda telah memahami bahwa manusia merupakan “mahkluk yang belum selesai mengadakan dirinya sebagai manusia”, ia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan diri, adapun pengembangan diri antara lain dilakukan melalui pengajaran, yang di mana didalam konsep ini tersirat adanya individu yang belajar. Perkembangan individu (development) dan bagaimana individu itu belajar (learning) dikaji lebih lanjut secara ilmiah dalam disiplin psikologi. Hasil studi tersebut berimplikasi terhadap pendidikan.

a. Perkembangan Individu Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan

Setiap individu mengalami perkembangan (development), yaitu proses perubahan yang berlangsung terus-menerus sejak terjadinya pembuahan (conception) hingga meninggal dunia. Perubahan dalam perkembangan individu terjadi karena kematangan (maturation) dan belajar (learning). Kematangan adalah perubahan-perubahan pada diri individu sebagai hasil dari pertumbuhan fisik atau perubahan-perubahan biologis daripada sebagai perubahan melalui pengalaman. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri individu yang bersifat relatif permanen dan terjadi sebagai hasil pengalaman. Kombinasi dari kematangan atau pertumbuhan biologis dan pengalaman berperan sebagai penentu kesiapan belajar (Yello and Weinstein, 1977).

Ada 5 prinsip perkembangan individu menurut Yello and Weinstein sebagai berikut:
  • Perkembangan individu berlangsung secara terus menerus sejak perubahan hingga meninggal dunia.
  • Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda, tetapi pada umumnya mempunyai perkembangan yang normal.
  • Semua aspek perkembangan yang bersifat fisik, sosial, mental, dan emosional satu sama lainnya saling berhubungan atau saling mempengaruhi.
  • Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
  • Perkembangan berlangsung secara bertahap ; setiap tahapan memiliki karakteristik tertentu.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Individu dan Implikasinya terhadap Pendidikan

  • Teori Nativisme menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa faktor-faktor hereditas yang berasal dari orang tuanya.
  • Implikasi terhadap pendidikan, yaitu tidak adanya kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengembangkan kepribadian peserta didik.
  • Teori Empirisme menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi.
  • Implikasi terhadap pendidikan, yaitu memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didik; tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik.
  • Teori konvergensi menyatakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor hereditas maupun oleh faktor lingkungan (pengalaman).
  • Implikasi terhadap pendidikan, yaitu memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk dapat membantu perkembangan individu sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan faktor-faktor hereditas.

c. Teori Belajar dan Implikasinya terhadap Pendidikan

  1. Teori Behaviorisme, merupakan teori didasarkan pada asumsi bahwa; (1) hasil belajar adalah berupa perubahan tingkah laku yang dapat diobservasi; (2) tingkah laku dan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dimodifikasi oleh kondisi-kondisi lingkungan; (3) komponen teori behavioral ini adalah stimulus, respons dan konsekuensi; (4) faktor penentu yang penting sebagai kondisi lingkungan dalam belajar adalah reiforcement.

  2. Teori Kognitif. Tkoh teori belajar Kognitif adalah Jerome Bruner. Teorinya di dasarka pada asumsi bahwa; (1) individu mempunyai kemampuan memproses informasi. (2) kemampuan memproses informasi tergantung kepada faktor kognitif yang perkembangannya berlangsung secara bertahap sejalan dengan tahapan usianya. (3) belajar adalah proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi. (4) hasil belajar adalah berupa perubahan struktur kognitif. (5) cara belajar pada anak-anak dan orang dewasa berbeda sesuai tahap perkembangannya.

  3. Humanisme. Tokoh teori belajar humanisme, antara lain Carl Rogers. Teorinya didasarkan pada asumsi bahwa (1) individu adalah pribadi utuh, ia mempunyai kebebasan memilih untuk menentukan kehidupannya. (2) individu mempunyai hasrat untuk mengetahui (curiosity), hasrat untuk bereksplorasi, dan mengasimilasi pengalaman-pengalamannya. (3) belajar adalah fungsi seluruh kepribadian individu. (4) belajar akan bermakna jika melibatkan seluruh kepribadian individu (jika relevan dengan kebutuhan individu, dan melibatkan aspek intelektuan dan emosional individu).

2. Landasan Sosiologi Pendidikan

Landasan sosiologis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumberdari hasil studi disiplin sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan. Memahami bahwa manusia adalah mahkluk individual sekaligus juga adalah mahkluk sosial atau mahkluk bermasyarakat. Tentang bagaimana interaksi individu dan kelompok di dalam masyarakatnya di kaji lebih lanjut secara ilmiah dalam disiplin sosiologi.

a. Individu dan masyarakatserta implikasinya terhadap pendidikan

  1. Individu adalah manusia perseorangan yang mempunyai karakteristik bahwa ia sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, unik, dan otonom. Masyarakat didefinisikan Ralph Linton sebagai “setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatua sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas”. Sedangkan selo sumardjan mendefinisikan masyarakat sebagai “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan” ( Soerjono Soekanto, 1986).

  2. Dalam struktur sosial tersebut setiap individu mempunyai kedudukan (status) dan peranan ( role) tertentu. Menurut Ralph Linton status adalah suatu kumpulan hak dan kewajiban (a collection of rights and duties),sedangkan peranan adalah aspek dinamis dari suatu status. Seseorang dikatakan melaksanankan peranannya jika ia melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya. Status dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) status yang diperoleh sejak lahir atau diberikan kepada individu (ascribed status), (2) status yang diraih, yaitu status yang memerlukan kualitas tertentu yang diraih melalui upaya tertentu atau persaingan (achieved status)

  3. Dalam rangka memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, setiap individu maupun kelompok melakukan interaksi sosial adapun dalam interaksi sosisal tersebut mereka melakukan berbagai tindakan sosial, yaitu perilaku individu yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan sosial yang di lakukan individu hendaknya sesuai dengan status dan peranannya yang mengacu kepada sistem nilai dengan norma atau tatakelkuan yang berlaku diddalam masyarakat. masyarakat menuntut hal tersebut tiadam lain agar konformitas, yaitu bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan yang diharapkan kelompok.

  4. Seperti telah dijelaskan di muka, salah satu unsur masyarakat adalah adanya hubungan sosial atau interaksi sosial. Dengan demikian individu-individu dan kelompok didalam masyarakat itu bekerja sama. Hubungan sosial tersebut antara lain mengimplikasikan terjadinya reproduksi sehingga masyarakat menghasilkan keturunan, yaitu generasi muda yang akan menjadi generasi penerus dari generasi tua dalam masyarakat yang bersangkutan. Implikasi dari konsep individu dan masyarakat sebagaimana diuraikan di atas, antara lain bahwa (1) pendidikan perlu di lakukan terhadap individu demi terciptanya konformitas didalam masyarakat. (2) dalam konteks ini .pendidikan identik dengan sosialisasi.

b. Pendidikan dan Masyarakat

Pendidikan sebagai pranata sosial. Theodorson G.A. mendefinisikan pranata sosial ( social institution) sebagai suatu sistem peran dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi di sekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi sosial yang penting ( sudarja adiwikarta, 1988 ). Komblun menggunakan istilahinstitusi untuk menjelaskan pranata sosial, ia mendefinisikan sebagai “suatu struktur status dan peranan yang diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar anggota masyarakat” (kamanto sunarto, 1993). Esensinya bahwa pranata sosial merupakan suatu sistem aktivitas yang khas dari suatu kelakukan berpola; aktivitas yang khas ini dilakukan oleh berbagai individu atau manusia yang mempunyai status dan peran masing-masingyang saling berhubungan atau mempunyai struktur; mengacu kepada sistem ide, nilai, dan norma atau tata kelakuan tertentu; dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan; dan aktivitas khas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarakat.

Sebagai individu-individu, masyarakat pun memiliki berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut masyarakat membangun pranata-pranata sosial. Contohnya, pranata ekonomi merupakan salah satu pranata sosial yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan mengenai mata pencaharian hidup, memproduksi barang dan jasa, menyimpam, mendistribusikan hasil produksi. Demikian halnya, bahwa pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang berfungsi untuk mensosialisasikan generasi mudanya agar tercipta homogenitas atau konformitas.

Hubungan pendidikan dan masyarakat. Terdapat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat. Sudarja Adiwikarta (1988), antara lain mengemukakan bahwa:

  1. Terhadapa hubungan yang tetap dan positif antara derajat pendidikan dengan kehidupan ekonomi, dalam arti makin tinggi derajat pendidikan suatu masyarakat makin tinggi pula derajat ekonominya.
  2. Di dalam masyarakat terdapat startifikasi sosial ( pelapisan sosial ). Berkenaan ini, pendidikan berpengaruh terhadap startifikasi sosial, sebaliknya startifikasi sosial juga berpengaruh terhadap pendidikan.
  3. Pendidikan berpengaruh terhadap mobilitas sosial. Dalam masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka, melalui pendidikan orang mempunyai kesempatan untuk berusaha naik ke tangga status sosial yang lebih tinggi, tetapi sebaliknya terbuka pula peluang untuk turun atau jatuh ke tangga status sosial di bawahnya.
  4. Pendidikan mempunyai peranan dalam rangka perubahan sosial. Dalam hal ini selain berperan sebagai agen pelestari keadaan masyarakat ( agent of conservation ), pendidikan juga berperan sebagai pelaku perubahan keadaan di dalam masyarakat (agent of change).

3. Landasan Antropologi Pendidikan

Landasan antropologis pendidikan adalah seperangkap asumsi yang bersumber dari hasi studi disiplin antropologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.

Selain sebagai mahkluk sosial, manusia juga adalah mahkluk berbudaya. Manusia menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya dan membudaya. Adapaun yang dimaksud kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar” ( koentjaraningrat, 1985:180).

Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu sebagai berikut.
  1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan.
  2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
  3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Manusia adalah mahkluk berbudaya, tetapi kebudayaan tidak dibawa manusia sejak kelahirnya. Secara faktual, dan sebagai mana tersurat dalam defiisi yang di kemukakan Koentjaraningrat, kebudayaan dapat menjadi milik diri manusia sehingga menjadi karakteristiknya yang esensial dibanding dengan hewan hanyalah melalui belajar. Proses-proses biologis untuk reproduksi memang mencukupi untuk mempertahankaneksistensi kelompok, akan tetapi tidak cukup untuk bertahannya kelompok itu dalam artian sebagai suatu masyarakat (Ralph Linton, 1945).

Jika dalam sosiologi anda mengenal istilah sosialisasi untuk memahami pendidkan, dalam antropologi dikenal istilah enkulturasi. Sekalipun terdapat perbedaan sudut pandang antara sosiologi dan antropologi erta terdapat perbedaan antara sosialisasi dan enkulturasi, tetapi sesungguhnya kedua hal tersebut merupakan realitas yang sulit dipisahkan. Seperti telah anda pahami, definisi sosialisasi menekankan kepada pengambilan peranan, namun sesungguhnya di dalam peranan-peranan tersebut inheren nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan. Karena itu, didalam proses sosialisasi itu sebenarnya terjadi juga proses enkulturasi ( pembudayaan ). Kebudayaan menjadi imput bagi pendidikan, antara lain dapat kita pahami bahwa (1) kebudayaan milik suatu masyarakat yang berupa nilai-nilai dan gagasan-gagasan akan menggariskan tujusn pendidikan, (2) wjud kebudayaan berupa nilai-nilai, norma-norma, gagasan-gagasan dan wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas berpola dari suatu masyarakat akan menjadi isi (kurikulum) dan cara-cara (metode) pendidikan, (3) wujud fisik berupa bangunan, benda-benda, dan uang merupakan sarana alat, dan biaya yang digunakan dalam pendidikan. Sebaliknya, pendidikan berfungsi untuk melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi), dan berfungsu pula dalam rangka mengembangkan kebudayaan masyarakat (funsi kreasi).

Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang khas sebagai karakteristik yang membedakan dari masyarakat lainnya, yang akan beriplikasi terhadap pendidikan setiap masyarakat yang bersangkutan.

4. Landasan Historis Pendidikan

Landasan historis pendidikan merupakan seperangkap konsep dan praktik pendidikan masa lampau sebagai titik tolak sistem pendidikan masa kini yang terarah ke masa depan. Pendidikan masa kini tidak terwujud begitu saja secara tiba-tiba, melainkan merupakan kesinambungan dari pendidikan pada masa lampau. Dalam kesinambungan tersebut, konsep dan praktik pendidikan masa lampau yang di pandang baik dan berguna akan tetap di pertahankan, sedangkan konsep dan praktik pendidikan yang di pandang tidak baik dan tidak berguna atau keliru akan di perbaiki atau di kembangkan sehingga berbeda dengan konsep dan praktik pendidikan masa lampau. Contohnya, konsep atau semboyang tut wuri handayani yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara sejak zaman pergerakan nasional sampai saat ini masih dianut dan di aplikasikan dalam pendidikan kita, sedangkan konsep dan praktik pendidikan yang bersifat dualistik dan aristokrsi pada zaman penjajahan belanda diperbaiki dengan pendidikan sebagai landasan pendidikan yang bersifat demokratis.

Landasan historis pendidikan indonesia, antara lain mencakup landasan historis pendidikan (1) zaman purba, (2) zaman kerajaan hindu-budha, (3) zaman kerajaan islam, (4) zaman pengaruh portugis dan spanyol, (5) zaman kolonial belanda, (6) zaman pendudukan jepang, (7) pendidikan periode 1945-1969, dan (8) pendidikan pada masa PJP I (1969-1993).

5. Landasan Ekonomi Pendidikan

Ekonomika merupakan studi tentang kemakmuran materi manusia. Masalah pokok ekonomi mencakup pilihan-pilihan yang berkaitan dengan konsumsi, produksi, distribusi dan pertumbuhan sepanjang waktu. Menurut pepelasis, dkk, faktor-faktor yang sangat penting dalam ekonomi (pembangunan) adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, akumulasi modal, teknologi dan kewiraswastaan, serta sosio-budaya. Faktor ekonomi yang sangat berkesesuaian dengan pendidikan adalah sumber daya manusia ( Redja Mudyahardjo, 1995).

Oleh karena itu, ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pendidikan adalah human investment atau upaya penanaman modal pada diri manusia ( Odang Muchtar, 1976). Pendidikan diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang produktif dalam menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Terdapat hubungan antara pendidikan dan ekonomi, antara lain melalu pendidikan tenaga kerja produktif dapat dihasilkan. Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan memerlukan sejumlah dana yang harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.

Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal. Filosofis adalah suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.

B. Saran

Landasan filosofis pendidikan di Indonesia yakni Pancasila, implikasi terhadap pendidikan harus menyesuaikan dan menyelaraskan tujuan pendidikan nasional, kurikulum pendidikan, metode pendidikan,  kejelasan peranan pendidik dan peserta didik. Dengan strategi tersebut maka harapan yang diinginkan akan terpenuhi sejalan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwikarta, S. (1998). Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang hubungan pendidikan dan masyarakat. P2LPTK, Dirjen Dikti Depdikbud.

BP7 Pusat. (1995). Materi Penyegaran Penatar, Buku 1 Bidang P4. BP-7 Pusat.

Manan, I. (1989). Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. P2LPTK, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Muchtar, O. (Peny.). (1991). Dasar-Dasar Kependidikan. IKIP Bandung.

Sunarto, K. (1993). Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Syam, M. N. (1984). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia.
Share: