28 September 2021

CONTOH (I) PENELITIAN TINDAKAN KELAS (BAB IV & BAB V)


BAB IV
HASIL PERBAIKAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Perbaikan
Hasil perbaikan terdiri atas keberhasilan guru menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran struktur bumi dan hasil belajar struktur bumi siswa kelas V SDN 006 Sebatik Barat Kabupaten Nunukan.

1. Hasil Pelaksanaan Siklus 1
Berdasarkan hasil tes awal diperoleh informasi bahwa dari 5 soal yang diberikan kepada 27 siswa (100%) tidak satupun yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Sehingga masih perlu untuk mengingatkan siswa tentang materi struktur bumi.

Rencana pelaksanaan pembelajaran untuk tindakan pada siklus I ini telah disusun. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran memuat: (1) Identitas Rencana Pembelajaran yang meliputi mata pelajaran, pokok bahasan, sub pokok bahasan, kelas/semester, dan waktu; (2) Standar Kompetensi; (3) Kompetensi Dasar; (4) Indikator; (5) Tujuan Pembelajaran; (6) Materi Pembelajaran; (7) Metode Pembelajaran; (8) Kegiatan Pembelajaran; (9) Alat dan Sumber; (10) Penilaian. Untuk mengamati aktivitas guru (peneliti) dan siswa selama pembelajaran berlangsung digunakan lembar pengamatan.

Dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus I, peneliti bertindak sebagai guru. Pembelajaran dalam setiap tindakan disesuaikan dengan tahap pembelajaran berdasarkan pada belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat yaitu tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap solusi dan tahap aplikasi. Adapun rencana pembelajaran I.

Deskripsi pembelajaran untuk keberhasilan belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat pada struktur bumi disajikan sebanyak 2 (tiga) kali tindakan pembelajaran. Evaluasi yang diberikan adalah tes secara tertulis. Selama proses pembelajaran pengamat melaksanakan tugas pengamatan sesuai lembar pengamatan.

Tindakan siklus pertama dilaksanakan satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x35 menit dengan tahapan pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat yaitu tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap solusi, dan tahap aplikasi. Dengan kompetensi dasar adalah mendeskripsikan struktur bumi. Tujuan pembelajaran yang diharapkan pada siklus pertama adalah siswa dapat menggambarkan secara sederhana lapisan-lapisan bumi, siswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan bumi, siswa dapat menunjukkan cara pencegahan kerusakan di bumi. Pada siklus pertama diharapkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dapat dilaksanakan.

Pelaksanaan pembelajaran struktur bumi pada siklus I dilaksanakan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan bahwa keberhasilan guru menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran struktur bumi pada siklus pertama menunjukkan bahwa penyajian materi dengan menggunakan media gambar longsoran tanah dinilai tidak efisien dalam menyampaikan informasi berkaitan dengan struktur bumi. Hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini:


Kegiatan terpenting dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat adalah bagaimana siswa dapat mengungkapkan pendapat tentang masalah yang terjadi disekitar siswa. Pada tahap invitasi, peneliti menyampaikan masalah aktual yang sedang terjadi dengan longsoran tanah yang dekat dengan keseharian siswa. Memasuki tahap eksplorasi, guru memberikan umpan balik kepada siswa melalui gambar yang diperlihatkan pada tahap invitasi untuk mengeksplor sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru (peneliti).

Dari umpan balik tersebut, pada tahap solusi siswa dibagi dalam tujuh kelompok untuk mendiskusikan masalah-masalah aktual yang dapat menyebabkan kerusakan di muka bumi dan solusi apa yang diberikan untuk mengatasi masalah tersebut. Kegiatan diskusi ini berlangsung lebih kurang 20 menit. Selama kegiatan diskusi, peneliti mengamati, mendengarkan, dan mencatat semua aktivitas yang dilakukan oleh siswa.  Setelah siswa menemukan solusi dari masalah yang mereka temukan kemudian pada tahap aplikasi siswa melakukan aksi nyata dilapangan. 

Setelah siswa menerima materi melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat, selanjutnya kepada mereka diadakan kuis perorangan. Kuis dilakukan secara bersama-sama dalam kelas. Soal yang diberikan berbentuk essai. Soal tes tindakan I dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil kerja siswa pada siklus I menunjukkan bahwa data hasil belajar struktur bumi dari 27 siswa hanya 9 siswa (33,33%) yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan dengan benar. Berdasarkan pengamatan, dan tes, tujuan pembelajaran yang diharapkan pada siklus I belum tercapai. Berdasarkan data pada siklus I bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran struktur bumi yang terdiri atas: invitasi, eksplorasi, solusi, dan aplikasi dikategorikan belum berhasil. Hal ini disebabkan karena siswa kurang memahami apa yang disampaikan oleh guru sehingga apa yang diharapkan pada pembelajaran struktur bumi dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat pada siklus I tidak tercapai dengan baik. Selain itu, siswa mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pendapat atau keinginan yang ada dalam pemikiran mereka karena siswa terbiasa mendapatkan informasi sepenuhnya dari guru dalam arti guru mendominasi setiap proses pembelajaran dari awal sampai akhir pembelajaran dan siswa tidak diberi kesempatan untuk memberikan pandangannya. 

Berdasarkan hasil analisis data siklus I dilakukan perenungan (refleksi). Refleksi dilakukan terhadap pembelajaran struktur bumi berdasarkan pendekatan sains teknologi masyarakat. Sehingga pada siklus pertama dapat disimpulkan bahwa pencapaian hasil belajar struktur bumi dikategorikan Sangat Kurang. Guna meningkatkan keberhasilan guru menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat pada pembelajaran struktur bumi, maka guru mengubah media yang digunakan dengan menggunakan model struktur bumi.

Berdasarkan data pada siklus pertama menunjukkan bahwa hasil belajar struktur bumi menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat yang terdiri atas: tahap invitasi, eksplorasi, solusi, dan aplikasi dikategorikan Sangat Kurang. Hal ini disebabkan karena siswa belum dapat memahami pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dengan baik. 

2. Tindakan Siklus 2
Hasil analisis dan refleksi pada tindakan I, subjek perbaikan belum  mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Karena itu, pembelajaran dilanjutkan dengan pembelajaran tindakan II. Pembelajaran tindakan II dilaksanakan dalam satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Kompetensi dasar adalah mendeskripsikan struktur bumi. Tujuan pembelajaran adalah siswa dapat menggambarkan secara sederhana lapisan-lapisan bumi, siswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan bumi dan siswa dapat menunjukkan cara pencegahan kerusakan di bumi.

Rencana pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini dilaksanakan dengan mengubah media yang digunakan yaitu dengan menggunakan model struktur bumi karena pada pembelajaran sebelumnya media gambar berupa longsoran tanah dinilai tidak efisien dan tidak mewakili apa yang disampaikan kepada siswa. Model struktur bumi tampak seperti gambar dibawah ini:

Model Struktur Bumi

Selengkapnya rencana pelaksanaan pembelajaran tindakan II. Seperti halnya dalam tindakan I, peneliti bertindak sebagai guru. Kegiatan inti dalam pembelajaran struktur bumi dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat terlihat pada tahap pelaksanaannya. 

Pada tahap invitasi peneliti menyampaikan masalah aktual kepada siswa kemudian siswa diminta untuk mengamati model struktur bumi yang dalam buku. Dari pengamatan siswa dan dari presentasi guru (peneliti), mereka diminta untuk mengungkapkan apa yang menjadi pendapat atau keinginan mereka. Selanjutnya pada tahap eksplorasi, siswa kemudian mempelajari masalah baru lainnya untuk kemudian didiskusikan bersama pada tahap solusi dan memberikan solusi terbaik dari masalah yang mereka temukan sendiri. Selanjutnya pada tahap aplikasi, siswa melakukan aksi nyata dilingkungan mereka sendiri sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya.

Untuk memastikan hasil yang diperoleh siswa selama kegiatan belajar menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat berlangsung, selanjutnya dilaksanakan kuis perorangan. Kuis diberikan secara bersama-sama di dalam kelas. Soal yang diberikan berbentuk essai dan materi tes ekuivalen dengan materi pada saat proses pembelajaran berlangsung. 

Nilai tes kemudian dibandingkan dengan nilai sebelumnya untuk melihat apakah ada peningkatan. Peningkatan nilai dapat dijadikan salah satu indikasi meningkatnya pengetahuan dan pemahaman siswa sebagai hasil belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat.

Hasil kerja siswa pada siklus II menunjukkan bahwa data hasil belajar struktur bumi dari 27 siswa sebanyak 25 siswa (92,59%) yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Hasil analisis dan refleksi pada pembelajaran siklus II kemudian didiskusikan dan dianalisis bahwa penyajian pada tahap presentasi untuk menyajikan materi struktur bumi dengan menggunakan model struktur bumi berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan karena sesuai dengan keseharian siswa itu sendiri. Hasil tes tindakan II menunjukkan kemajuan, siswa sebagai subjek perbaikan memperoleh nilai sesuai dengan yang diharapkan, walaupun masih ada 2 siswa yang mendapat nilai kurang. Hal ini terjadi karena siswa kurang mengamati apa yang disampaikan oleh guru.

Berdasarkan hasil tes yang dilakukan, siswa dapat memahami materi dengan baik. Walaupun ada beberapa hal yang kurang dipahami oleh siswa yaitu mengenai pemanasan global karena baru pertama kali siswa mendengar hal ini. Telah terjadi umpan balik yang cukup baik antara guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dalam arti siswa telah berani untuk mengungkapkan pendapatnya.

B. PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil perbaikan, terungkap bahwa perencanaan yang sudah dirancang guru telah terdapat unsur-unsur (1) pokok bahasan, (2) indikator pembelajaran, (3) alat bantu mengajar atau media/gambar yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, (4) teknik dan pengalaman belajar siswa serta guru yang berupa kegiatan belajar mengajar (KBM), (5) materi pembelajaran, (6) tersedianya alat evaluasi belajar dan lembar observasi proses pembelajaran struktur bumi. Semua terdapat dalam semua perencanaan yang telah dirancang oleh guru baik pada siklus I, siklus II.

Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas, guru telah membuat model rancangan pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dalam bentuk rencana pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Dubin (1993) yang menyatakan bahwa untuk dapat memusatkan perhatian siswa di kelas, program pengajaran sangat vital bagi guru. Hamalik (2001) menyatakan bahwa perencanaan mengajar dibuat untuk membantu guru mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa, minat siswa, dan mendorong motivasi belajar siswa.

Pada siklus I, direncanakan model pembelajaran dengan menggunakan media longsoran tanah. Siklus II, direncanakan menggunakan model struktur bumi, menggambarkan struktur bumi dan pencemaran limbah industri yang dapat menyebabkan kerusakan di bumi serta mendemostrasikan secara berkelompok.

Kegiatan belajar struktur bumi pada siklus I belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan siswa kurang memahami materi yang diajarkan oleh guru selain itu media yang digunakan belum sepenuhnya sejalan dengan materi yang diajarkan. Akibatnya kemampuan siswa dalam menyerap dan memberikan pandangan/pendapat belum sampai pada tahap yang diinginkan. Kondisi pembelajaran pada siklus I berpengaruh pada hasil tes formatif siswa. Dari 27 orang siswa hanya 9 siswa (33,33%) yang mampu menjawab pertanyaan dengan baik. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa pada siklus II dengan berpedoman pada rambu-rambu keberhasilan yang telah ditargetkan.

Tahap pelaksanaan pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dengan menggunakan model struktur bumi, menggambarkan struktur bumi dan pencemaran limbah industri yang dapat menyebabkan kerusakan di bumi serta mendemostrasikan secara berkelompok pada siklus II mengalami peningkatan dari 27 orang siswa sebanyak 25 siswa (92,59%) yang menjawab pertanyaan dengan baik. Keberhasilan siswa ditandai oleh kemampuan mereka mengungkapkan pendapat/pandangan tentang masalah yang disuguhkan dan memberikan solusi/jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi serta mengungkapkan perasaan mereka.

Setelah siswa memahami struktur bumi, guru membimbing siswa melakukan kegiatan berdiskusi kelompok. Kegiatan ini sejalan dengan pendapat Bernard (Masniladevi: 2006) bahwa diskusi adalah hasil kolaborasi dan manfestasi hasil pemahaman terhadap bacaan yang baru dibaca. Selanjutnya Crafton (Masniladevi: 2006) menyatakan bahwa berdiskusi dapat mendorong siswa untuk memperluas pengalaman terhadap bacaan yang dibacanya.

Kegiatan melaporkan hasil kerja/diskusi berlangsung dengan baik. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan melaporkan dan memberikan tanggapan hasil kerja kelompok. Dalam kegiatan ini dikembangkan keterampilan berbahasa dan berinteraksi antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Beach dan Marshall (1991) bahwa dalam proses pembelajaran ada tiga hal yang berinteraksi secara dinamis, yaitu guru, siswa, dan teks. Interaksi ketiga hal tersebut dapat mengembangkan potensi siswa. Seperti yang dikemukakan Huck (Faisal,dkk: 2007) bahwa berinteraksi secara dinamis dapat membantu perkembangan kognitif, bahasa, moral, dan sosial anak.

Kegiatan selanjutnya adalah guru memberikan tes. Pelaksanaan tes dalam perbaikan ini terdiri atas evaluasi hasil. Kegiatan memberikan evaluasi hasil pada tahap ini berlangsung dengan baik. Evaluasi hasil pembelajaran dilaksanakan pada setiap akhir siklus I dan siklus II. Evaluasi hasil dilaksanakan untuk menilai dampak pelaksanaan proses belajar struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dengan hasil belajar. Pelaksanaan evaluasi sejalan dengan pendapat Usman dan Setiawati (1995) bahwa evaluasi yang dilakukan secara berkelanjutan sampai peristiwa khusus dicatat/dinilai secara lengkap. Penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus dapat memberikan data yang mencerminkan keadaan siswa yang sebenarnya.

Dalam kegiatan evaluasi formatif, guru berupaya mengetahui kemajuan hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Tompkins (Faisal,dkk: 2007) bahwa evaluasi hasil bukan hanya sekedar mengoleksi pekerjaan siswa tetapi sebagai alat untuk mendokumentasi kemajuan belajar siswa.
Pelaksanaan tes dimaksudkan untuk mengukur perolehan pemahaman struktur bumi yang telah dipelajari siswa selama proses pembelajaran. Hasil tes diwujudkan dalam bentuk angka yang disebut dengan skor. Tes dapat menggambarkan prestasi dan bakat tes (Roekhan dan Martutik, 1991). Fungsi tes merupakan informasi tentang tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang diharapkan selama berlangsungnya pembelajaran.

Pada siklus I, siklus II terungkap bahwa tes hasil belajar struktur bumi yang dilakukan guru sesuai dengan maksud untuk menggambarkan hasil belajar siswa. Hasil tes menunjukkan peningkatan mulai dari siklus I, siklus II. Dengan demikian pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) dalam pembelajaran struktur bumi terbukti berhasil. 

Berdasarkan pembahasan pada tahapan pelaksanaan struktur bumi dapat dikatakan bahwa kegiatan guru dalam pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dalam keberhasilan hasil belajar siswa mengalami perkembangan dari siklus I, dari 27 siswa sebanyak 9 siswa (33,33%)  yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan benar, pada siklus II mengalami peningkatan signifikan dari 27 siswa sebanyak 25 siswa (92,59%). 


Sedangkan untuk melihat jumlah siswa dan nilai yang diperoleh dapat dilihat pada table 4.2 dan diagram batang pada gambar 4.1 berikut:

Tabel 4.2 hasil belajar siswa kelas V SDN 006 Sebatik Barat sebelum dan sesudah Tindakan perbaikan pembelajaran IPA

Hal ini sejalan dengan pendapat Degeng (1989/1990) bahwa keberhasilan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian hasil belajar pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dalam perbaikan ini meliputi beberapa kegiatan, yaitu: (1) presentasi kelas, (2) invitasi, (3) eksplorasi, (5) solusi, dan (6) aplikasi. Pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Presentasi Kelas (Class Presentation)
Kegiatan presentasi kelas yang dimaksud adalah pembelajaran yang dilakukan di depan kelas secara klasikal oleh peneliti. Belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat, kegiatan pembelajarannya dimulai dengan menyajikan materi. Penyajian materi ditekankan pada tujuan yang ingin dicapai dan apa yang akan dilaksanakan siswa dalam belajar baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan ini dilakukan untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Motivasi belajar sangat penting peranannya dalam mempersiapkan siswa untuk belajar. Siswa yang termotivasi akan lebih siap untuk belajar dan akan mencapi hasil belajar yang lebih baik. Siswa yang siap untuk belajar akan belajar lebih banyak daripada siswa yang tidak siap. Hal ini sesuai dengan pendapat Orton (Masniladevi: 2006) bahwa siswa yang termotivasi, tertarik dan mempunyai keinginan untuk belajar lebih banyak.

Penyampaian tujuan dan tugas-tugas pembelajaran sebelum membahas materi bertujuan untuk memberi arahan tentang apa yang harus dikuasai dan dicapai siswa dalam pembelajaran, dan agar siswa tidak mengalami kesulitan. Hal ini penting dilakukan sesuai dengan konsep belajar, bahwa tujuan yang jelas akan dapat membantu siswa dalam belajar (Slavin,1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Kemp (Masniladevi: 2007) bahwa tujuan yang disampaikan akan dapat membantu dan mengarahkan siswa pada ukuran keberhasilan mata pelajaran yang ditetapkan.

Menurut Degeng (1989) penyampaian tujuan memberi pengaruh yang berarti pada kemampuan siswa dalam menampilkan prilaku belajar yang diharapkan. Penyampaian tujuan penting dilakukan agar pembelajaran lebih efisien. Di samping itu, menyampaikan tujuan berarti bersikap terbuka. Mengajar dengan sikap terbuka berarti mengajarkan kepada siswa dua hal, yaitu: (1) melatih siswa melihat persoalan dari sudut pandang yang berbeda, dan (2) melatih siswa menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengannya, serta mau mempertimbangkan alasan yang diajukan orang. Dengan demikian siswa diharapkan mau memahami dan mengerjakan tugas yang diberikan.

Terkait dengan upaya pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, maka sangat perlu untuk mengaitkan pembelajaran yang telah lalu dengan pembelajaran saat ini kepada siswa. Keterkaitan yang terbentuk akan menumbuhkan suatu pemahaman bagi diri siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1998) bahwa informasi baru akan dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dalam skemata yang dimiliki siswa.

2. Invitasi
Pada kegiatan ini dipilih salah satu dari alternatif dimana guru mengemukakan issue atau masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang terkait dengan materi pembelajaran yang dipelajari dan dapat diamati/dipahami oleh peserta didik serta dapat merangsang siswa untuk bisa ikut mengatasinya.

Issue atau masalah digali dari pendapat atau keinginan siswa dan yang ada kaitannya dengan konsep sains yang akan dipelajari. Untuk merangsang minat siswa terhadap masalah tersebut dapat ditempuh dengan cara membacakan berita atau artikel di surat kabar serta menunjukkan gambar-gambar tentang kerusakan yang dapat mempengaruhi struktur bumi.

3. Eksplorasi
Melalui kegiatan ini, siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri berusaha memahami/mempelajari situasi baru atau yang merupakan masalah baginya. Dapat ditempuh dengan cara membaca buku, majalah, koran, mendengarkan berita di radio, melihat TV, diskusi dengan sesama teman atau wawancara dengan masyarakat maupun melakukan observasi langsung di lapangan.

Secara berkelompok siswa ditugasi untuk mengkaji berbagai hal yang menyangkut struktur bumi serta kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat setempat pada khususnya yang dapat berpengaruh terhadap struktur bumi. Pengkajian atau pengumpulan informasi dapat ditempuh dengan berbagai macam cara, seperti mengumpulkan dan menganalisa artikel-artikel yang terkait dari majalah atau surat kabar, membaca buku-buku di perpustakaan maupun mencermati berita dari TV dan radio maupun melakukan observasi langsung di lapangan.

4. Solusi
Pada kegiatan ini siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendisikusikan bagaimana cara pemecahan masalah berdasarkan hasil eksplorasi yang diperoleh siswa. Dengan kata lain siswa mengenal dan membangun konsep baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk itu guru perlu memberikan umpan balik/peneguhan pada siswa. Untuk mengetahui bagaimana kerangka pikir siswa dalam memahami dan memecahkan masalah siswa diminta menuangkan dalam jaringan yang menunjukkan keterkaitan antara konsep dan ide-ide yang dipikirkan.

5. Aplikasi
Pada tahap ini siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah lingkungan yang dimunculkan pada tahap invitasi. Selain itu juga, siswa diminta menentukan pilihan mana yang akan diaplikasikan di masyarakat sekitar dan dalam pelaksanaannya guru perlu mengarahkan siswa.

Dalam aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) terdapat kadar aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran sebagai petunjuk keberhasilan belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat terhadap struktur bumi di SD. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran melalui pendekatan sains teknologi masyarakat, kadar aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran telah berjalan dengan baik. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar, diperoleh gambaran bahwa siswa begitu termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Dengan demikian belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dapat membangkitkan keaktifan siswa.

Aktivitas guru banyak tertuju pada aktivitas yang memberi peluang pada siswa untuk belajar secara aktif, seperti mengamati kegiatan siswa, memberi bimbingan/petunjuk kegiatan, memotivasi siswa. Sesuai dengan hasil pengamatan terhadap suasana kelas menunjukkan bahwa guru dan siswa antusias terhadap belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat. Keantusiasan guru mengelola pembelajaran ternyata sesuai dengan hasil pengamatan aktivitas guru, yaitu guru tidak pernah melakukan kegiatan yang tidak relevan dengan KBM. Keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran juga tercermin dari hasil pengamatan aktivitas siswa, yaitu sedikit siswa melakukan kegiatan yang tidak relevan dengan KBM. Dapat dilihat pada grafik 4 keaktifan dan grafik 5 psikomotor Setiap akhir tindakan pembelajaran dilakukan tes formatif. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak proses pembelajaran melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) terhadap keberhasilan siswa dalam memahami pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat.

Indikator dalam menentukan penggunaan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) di SD adalah pencapaian hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil belajar yang dicapai, dapat dinyatakan bahwa siswa telah melakukan belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam hal ini, hasil belajar sudah sesuai dengan yang diharapkan karena dalam belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) siswa telah mampu belajar dalam situasi yang berbeda, sehingga siswa lebih berani untuk mengungkapkan pendapat/pandangan terhadap situasi atau masalah yang dihadapkan pada siswa dan mencari solusi atas masalah yang ditemukan oleh siswa itu sendiri.

Persentase Keaktivan Siswa

Persentase Psikomotor Siswa

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat berhasil dalam pembelajaran struktur bumi. Indikator yang menunjukkan hasil belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat untuk materi struktur bumi adalah sebagai berikut:
  1. Model pembelajaran struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dikondisikan agar siswa mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin timbul akibat munculnya produk teknologi.
  2. Hasil belajar struktur bumi pada siswa kelas V SDN 006 Sebatik Barat Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dan mencapai indikator yang ditetapkan yaitu nilai KKM 60.
B. Saran
  1. Pihak pemerhati pendidikan atau pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. disarankan untuk lebih memperhatikan perkembangan dunia pendidikan anak serta memberikan sosialisasi tentang berbagai inovasi dalam pembelajaran khususnya pada pembelajaran sains di SD.
  2. Pihak guru sains disarankan untuk lebih mengembangkan pengetahuannya mengenai berbagai ilmu dalam dunia sains menerapkan belajar melalui pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran struktur bumi maupun pada pembelajaran sains lainnya.
  3. Pihak sekolah disarankan untuk memberikan apresiasi kepada guru sains agar lebih inovatif dan kreatif dalam pembelajaran sains serta memperbanyak literatur di sekolah agar berguna bagi perkembangan pembelajaran guru maupun calon guru di sekolah dasar.
  4. Pihak peneliti disarankan untuk lebih mengembangkan perbaikannya terutama dalam pengajaran sains di SD atau mengembangkan lagi pembelajaran melalui pendekatan sains teknologi masyarakat pada materi-materi lain dalam pembelajaran sains sehingga menambah khasanah pendidikan sains di SD.
Download Lampiran ===disini===
Share:

27 September 2021

CONTOH (I) PENELITIAN TINDAKAN KELAS (BAB III)


BAB III
METODE PERBAIKAN

A. Prosedur Perbaikan

Mengikuti prinsip dasar perbaikan yang dikemukakan oleh Madya (Muliasa: 2001), tahap perbaikan tindakan mencakup 5 tahap:

1. Tahap Penjajakan

Tahap penjajakan dilakukan untuk mengetahui tempat perbaikan serta subyek perbaikan, agar perbaikan berlangsung sesuai dengan yang diharapkan.

2. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan dilakukan kegiatan untuk merefleksi awal, menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan, serta memberikan arahan dan bimbingan kepada pengamat dan teman sejawat tentang sistem pembelajaran.

3. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan perbaikan tindakan ini dilakukan sesuai dengan jenis penelitan yang dipilih yaitu perbaikan tindakan dengan pendekatan kualitatif di mana dalam kegiatan perbaikan ini akan melalui 3 siklus kegiatan. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1) tahap invitasi; (2) tahap eksplorasi; (3) tahap solusi; dan (4) tahap aplikasi.

4. Tahap Observasi

Segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian tindakan yaitu siswa (subyek perbaikan) dan guru (peneliti) selama kegiatan pembelajaran akan diamati dan didokumentasikan. Pengamatan ini dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan pedoman observasi.

5. Tahap Refleksi

Refleksi adalah serangkaian tindakan dalam perbaikan yang mencakup kegiatan menganalisis, memahami, menjelaskan, dan menyimpulkan hasil pengamatan. Peneliti serta pengamat akan menganalisis dan merenungkan hasil tindakan. Hasil dari refleksi ini menjadi informasi tentang sesuatu yang terjadi dan yang perlu dilakukan selanjutnya. Informasi ini dapat dijadikan dasar untuk perencanaan berikutnya.

B. Waktu dan Tempat Perbaikan

Perbaikan ini dilaksanakan pada tahun pembelajaran 2016-2017 di kelas V SDN 006 Sebatik Barat.

C. Subyek Perbaikan

Subyek perbaikan ini adalah siswa kelas V SDN 006 Sebatik Barat tahun pelajaran 2016-2017 yang berjumlah 27 siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari:

1. Lembar observasi: menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar Struktur Bumi

2. Tes. Bentuk tes isian bersifat individu. Soal dibuat oleh peneliti dan 5 disesuaikan dengan indikator yang telah dirumuskan. Digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.

E. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan rincian sebagai berikut:

1. Hasil isian lembar observasi dianalisis tingkat keaktifan siswa. Peneliti mengadakan analisis dengan cara sebagai berikut:

2. Hasil tes tertulis dianalisis tingkat pemahaman konsep pendekatan sains teknologi masyarakat. Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes yang dapat dirumuskan:


F. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Siklus dalam Perbaikan Tindakan Kelas ini dihentikan apabila rata-rata
nilai siswa pada kompetensi meningkatkan hasil belajar struktur bumi melalui
pendekatan sains teknologi masyarakat telah tercapai dari KKM yang telah ditentukan ≥ 60.

Share:

25 September 2021

CONTOH (I) PENELITIAN TINDAKAN KELAS (BAB II)


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Pengertian Belajar
Belajar adalah istilah kunci yang paling vital dalam kehidupan manusia khususnya dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat perhatian yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan pendidikan.
“Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”.(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 17).

2. Hakikat Hasil Belajar
Belajar bukan hanya mengumpulkan dan menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat (Gage dan Berliner dalam Bundu: 2004) bahwa “learning may be defined as the process whereby an organism changes its behaviour as a result of experience”. Dari definisi ini terdapat tiga kondisi yang mendapat penekanan yaitu perubahan, tingkah laku, dan pengalaman.

Skemp (Bundu: 2004) menyatakan bahwa “learning is a change of state of a director system toward states which make possible better functioning” (Belajar adalah suatu perubahan dari sistem direktori yang memungkinkannya berfungsi lebih baik). Dalam proses belajar ada lima faktor yang berpengaruh yaitu waktu, lingkungan sosial, komunikasi, inteligensi, dan pengetahuan tentang belajar itu sendiri.
Lebih lanjut, Hergenhahn dan Olson (Bundu: 2004) mengemukakan lima hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan belajar yaitu:
(1)Belajar menunjuk pada suatu perubahan tingkah laku; (2) perubahan tingkah laku tersebut relatif menetap; (3) perubahan tingkah laku tidak segera terjadi setelah mengikuti pengalaman belajar; (4) perubahan tingkah laku merupakan hasil pengalaman dan latihan; (5) pengalaman dan latihan harus diberi penguatan.

Proses belajar terjadi karena adanya bermacam-macam stimulus dari lingkungan sekitar siswa, sehingga terjadi interaksi dengan lingkungan. Gagne dan Briggs (dalam Bundu: 2004) mempertegas bahwa “a learning event involves several internal processes, each of which may be influenced by the external by the external factors of instruction” (Belajar adalah peristiwa yang melibatkan beberapa proses internal yang masing-masing proses tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal pembelajaran )”.

Tidak mudah untuk mengetahui apakah seseorang telah belajar atau belum. Sebab proses belajar merupakan masalah yang kompleks sifatnya. Jika tujuan pembelajaran adalah untuk terjadinya perubahan tingkah laku, maka harus ada yang terjadi pada diri siswa antara sebelum dan sesudah proses belajar mengajar. Hal ini ditegaskan oleh Merger (dalam Bundu: 2004) bahwa: “no teaching goal can be reached unless each student is influenced to become different in some way than he or she was before the instruction undertaken”.

Namun demikian, hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Wingkel (Bundu: 2004) menggolongkan kemampuan-kemampuan yang menyebabkan perubahan tersebut menjadi kemampuan kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman, kemampuan sensorik motorik yang meliputi keterampilan melakukan rangkaian gerak badan dalam urutan tertentu, dan kemampuan dinamik afektif yang meliputi sikap dan nilai yang meresapi perilaku dan tindakan.

Perubahan yang relatif menetap tersebut memungkinkan pengamatan terhadap penampilan yang meskipun bervariasi akan dapat diklasifikasikan pada ciri-ciri tertentu yang dimiliki. Dalam hal ini, Gagne (dalam Bundu: 2004) menyebut keadaan yang tetap ini dengan istilah kapabilitas, yang mengandung makna seseorang mampu melakukan penampilan tertentu.

Menurut Gagne (dalam Dimyati: 2006), ada lima kategori hasil belajar dalam kelompok kapabilitas tersebut, yaitu: (1) informasi verbal; (2) keterampilan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan (5) keterampilan gerak. Kelima jenis kapabilitas tersebut dapat disimpulkan pada Tabel 1.

Hasil belajar siswa dapat juga dilihat dari tiga aspek, yakni secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif Syah (dalam Bundu: 2004). Bertolak dari definisi dan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah:
a. Tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
b. Tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
c. Perubahan tingkah laku yang dapat diamati sesudah mengikuti kegiatan belajar dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan menunjuk pada aksi atau reaksi yang dilakukan seseorang dalam mencapai suatu tujuan.
d. Memungkinkan dapat diukur dengan angka-angka, tetapi mungkin juga hanya dapat diamati melalui perubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, hasil belajar perlu dirumuskan dengan jelas sehingga dapat dievaluasi apakah tujuan yang diharapkan sudah tercapai atau belum.


3. Hasil Belajar Sains SD
Proses belajar mengajar di kelas mempunyai tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh guru dan siswa. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan di dalam proses belajar mengajar tersebut. Oleh sebab itu, hasil belajar harus dirumuskan dan dinilai. Jadi hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Caroll (dalam Sabri: 2007) berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni: (1) bakat belajar; (2) waktu yang tersedia untuk belajar; (3) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran; (4) kualitas pengajaran; dan (5) kemampuan individu. Sejalan dengan itu, William (Hamalik: 2001) menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar sains tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan sains yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program pengajaran sains di sekolah dengan tidak melupakan hakikat sains itu sendiri. Oleh sebab itu, tujuan menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki siswa dan cara siswa memperoleh hasil belajar tersebut.

Hasil belajar sains dikelompokkan berdasarkan hakikat sains itu sendiri yaitu sebagai produk dan proses. Menurut Hungeford (Bundu: 2004) menyatakan bahwa sains terbagi atas 2 bagian: (1) the investigation (proses) seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, dan menyimpulkan; (2) the knowledge (produk) seperti fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori sains.
Sejalan dengan hal di atas, Sumaji (Bundu: 2004) memandang hasil belajar dari dua aspek yakni aspek kognitif dan nonkognitif. Aspek kognitif adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan intelektual lainnya, sedangkan aspek nonkognitif erat kaitannya dengan sikap, emosi (afektif), serta keterampilan fisik atau kerja otot (psikomotor).

Di negara yang dianggap maju, tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar juga bertumpu pada hakikat sains tersebut. British Columbia, Canada, misalnya, menekankan dalam kurikulum bahwa pembelajaran sains di sekolah dasar harus: (1) menumbuhkan sikap ilmiah yang sesuai (encourage appropriate scientific attitude); (2) mengembangkan kemampuan menggunakan keterampilan proses sains (develop the ability to use the processes and skills of science); (3) mengenalkan pengetahuan ilmiah (introduce the scientific knowledge); dan (4) mengembangkan cara berpikir kritis, rasional, dan kreatif (promote critical, rational, and creative thinking). Dapat dikatakan bahwa hasil belajar sains SD/MI hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Penguasaan produk ilmiah atau produk sains yang mengacu pada seberapa besar siswa mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang sains baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori. Aspek produk sains dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program pembelajaran yang harus dikuasai. Aspek produk seperti fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori sering disajikan dalam bentuk pengetahuan yang sudah jadi.

2. Penguasaan konsep ilmiah atau proses sains mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuwan yang terdiri atas keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi. Untuk tingkat pendidikan dasar di SD/MI maka penguasaan
proses sains difokuskan pada keterampilan proses sains dasar (basic science processes skills) yang meliputi keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung (kuantifikasi), meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi) dan mengkomunikasikan (komunikasi).

3. Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam sikap dan sistim nilai dalam proses keilmuan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatan pendidikan.

4. Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati–hati, tekun, ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap lingkungan sekitar, bekerjasama dengan orang lain. Gage (Bundu: 2004) menyarankan ada empat sikap yang perlu dikembangkan yakni sikap ingin tahu (curiocity), penemuan (inventiveness), berpikir kritis (critical thinking), dan teguh pendirian (persistence). Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena saling melengkapi.

4. Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat

a. Hakikat Sains Teknologi Masyarakat
Science Technology Society (STS) adalah suatu inovasi dalam pendidikan sains di Amerika Serikat yang berkembang mulai tahun 1970-an, yang merupakan suatu gerakan guna menjawab kelemahan yang terdapat dalam program pendidikan sains sebelumnya. (Yager dalam Asy’ari: 2006)

Dalam pendidikan sains tradisional, pengajaran sains sehari-hari hanya ditujukan pada pengumpulan informasi. Kenyataannya, sedikit sekali siswa yang mampu memanfaatkan informasi yang tampaknya sudah mereka pelajari. Karena itu, pendidikan sains secara tradisional kurang efektif dalam membantu siswa mengembangkan kemampuannya. (Khaeruddin: 2005)

Pendidikan sains dengan STM menjadikan siswa sebagai pemeran aktif dalam pelajaran sains itu sendiri karena melalui program STM akan mempertinggi aspek kreativitas siswa. siswa lebih banyak memiliki gagasan yang orisinil, penjelasan-penjelasan serta evaluasi atas dirinya. Di samping itu, siswa mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapkan kepadanya dalam bentuk dan situasi yang lain.
Penerapan STM dalam kegiatan belajar mengajar memberikan beberapa manfaat antara lain: siswa mempunyai kesempatan dalam mengembangkan kemampuan meneliti yang cukup berarti, siswa dapat memproses ilmu pengetahuan yang cukup berarti dan berguna, siswa memiliki sikap yang sangat positif yang terus berkembang selama mereka perlukan, siswa lebih banyak mengembangkan keahlian termasuk strategi menyelesaikan soal, orisinilitas, logika, dan kemampuan untuk membedakan hubungan sebab dan akibat. Di samping itu pula, siswa dapat menghubungkan pengalaman belajarnya dengan lingkungan nyata (Iskandar: 1999).

b. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Sains dan teknologi merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Prinsip-prinsip sains dibutuhkan untuk pengembangan teknologi, sedang perkembangan teknologi akan memfasilitasi dan memacu penemuan prinsip-prinsip sains yang baru. Pengembangan sains dan teknologi pada dasarnya untuk mensejahterakan umat manusia. Namun tidak dapat dipungkiri perkembangan sains dan teknologi sering juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan sehingga merugikan masyarakat.

Pendekatan sains teknologi dan masyarakat merupakan pendekatan pembelajaran yang pada dasarnya membahas penerapan sains dan teknologi dalam konteks kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan Sains Teknologi Masyarakat disebut juga sebagai pendekatan terpadu antara sains dan issue teknologi yang ada di masyarakat. Dengan pendekatan ini, siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi sederhana atau solusi pemikiran untuk mengatur dampak negatif yang mungkin timbul akibat munculnya produk teknologi. Dengan demikian, guru sains dapat menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat untuk menanamkan pemahaman konsep dan pengembangannya untuk kemaslahatan masyarakat. (Myers dalam Asy’ari: 2006).

Di Amerika, gerakan STM diawali di tingkat Universitas dengan memasukkan mata kuliah yang berwawasan STM (Yager dalam Asy’ari: 2006). Pendidikan STM semakin meluas di berbagai negara lewat berbagai pertemuan atau konferensi secara internasional yang menekankan pentingnya pendidikan sains teknologi masyarakat.

Di Australia merekomendasikan bahwa dalam pembelajaran sains sangat perlu untuk mengkaitkan materi sains dengan persoalan-persoalan timbal akibat dari perkembangan teknologi. Menurut Hidayat (Asy’ari: 2006) menyatakan bahwa pendekatan STM merupakan respon atas kondisi dan situasi pendidikan yang pada umumnya menunjukkan bahwa:
1. Siswa pada umumnya kurang dapat menerapkan konsep dan proses sains yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2. Otoritas guru yang menonjol, di mana guru menganggap dirinya sebagai sumber informasi yang harus dipelajari siswa.
3. Pembelajaran sains pada umumnya dilakukan di dalam kelas dan guru jarang menggunakan lingkungan sebagai sumber belajarnya.

Untuk itu, dalam pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan teknologi, karena pada dasarnya antara sains dan teknologi memiliki hubungan timbal balik dalam arti pengembangan teknologi, sementara pengembangan teknologi dapat menghasilkan cara atau sarana bagaimana memecahkan masalah sains yang ada.

c. Karakteristik Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Pendekatan STM merupakan inovasi pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan dalam pendekatan STM menurut Aikenhead (Asy’ari: 2006) adalah:
1. Pelajaran sains dipandang sebagai usaha manusia yang berkembang melalui aktivitas manusia dan akan mempengaruhi hidup manusia.
2. Memandang pendidikan sains dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya menyangkut konsep-konsep yang ditemukan oleh para ilmuwan saja tetapi juga menyangkut proses yang digunakan dalam menemukan konsep yang baru.
3. Setiap pokok bahasan dikaitkan dengan konteks sosial dan teknologi sehingga siswa diharapkan dapat melihat adanya integrasi antara alam semesta sebagai sains dengan lingkungan buatan manusia sebagai teknologi, dan dunia sehari-hari para siswa sebagai lingkungan sosial / masyarakat.

Teknologi diciptakan pada dasarnya untuk membantu atau memudahkan manusia dalam pencapaian tujuan hidupnya. Teknologi dibangun atau dibuat dengan dasar atau menerapkan prinsip-prinsip sains, sehingga teknologi dapat dimaknai sebagai lingkungan buatan manusia. Agar kelangsungan hidup manusia dapat terjaga, maka dalam menciptakan dan menggunakan teknologi tersebut harus memperhatikan dampak atau pengaruhnya bagi masyarakat luas, jangan sampai teknologi yang diciptakan malah menimbulkan dampak sosial yang pada akhirnya manusia sendiri yang rugi.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan STM merupakan usaha untuk menjembatani atau memadukan antara sains atau Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Oleh karena itu, pendekatan STM dapat digunakan untuk membangun kesadaran siswa bahwa antara sains dan Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki peranan yang sama dalam kehidupan masyarakat.

Untuk itu, pembelajaran sains lewat pendekatan sains teknologi masyarakat harus berorientasi pada siswa (Student Centered). Yager (Asy’ari: 2006) merumuskan karakteristik pendekatan sains teknologi masyarakat adalah:
1. Berawal dari identifikasi masalah-masalah lokal yang ada kaitannya dengan sains dan teknologi oleh siswa (dengan bimbingan guru).
2. Penggunaan sumber daya setempat baik sumber daya manusia maupun material.
3. Keikutsertaan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengidentifikasian cara-cara yang memungkinkan sains dan teknologi untuk memecahkan masalah hari depan.
5. Dilaksanakan menurut strategi pembuatan keputusan. Setiap siswa harus menggunakan informasi sebagai bukti, baik untuk membuat keputusan tentang kehidupan sehari-hari maupun keputusan tentang masa depan masyarakat.
6. Belajar tidak hanya berlangsung di dalam kelas atau sekolah, tetapi juga di luar sekolah atau di lapangan nyata.
7. Penekanan pada keterampilan proses yang dapat digunakan siswa dalam memecahkan masalah mereka sendiri.
8. Membuka wawasan siswa tentang pentingnya kesadaran karir/profesi, terutama karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
9. Adanya kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman dalam berperan sebagai warga negara untuk mencoba memecahkan masalah-masalah yang telah mereka identifikasi.

Melihat karakteristik program sains teknologi masyarakat di atas, nampak bahwa program Sains Teknologi Masyarakat dimaksudkan untuk menyiapkan/menghasilkan warga negara yang mampu melaksanakan atau mengambil keputusan tentang masalah-masalah aktual. Di samping itu, Sains Teknologi Masyarakat dapat juga digunakan sebagai sarana untuk pembentukan literasi/tidak buta tentang sains dan teknologi, karena siswa selain memperoleh pengetahuan juga diharapkan dapat timbul kesadaran tentang pelestarian lingkungan dan dampak negatif teknologi serta tanggung jawab untuk mencari penyelesaiannya.

Proses pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat beserta penilaiannya difokuskan pada enam ranah/domain yaitu sebagai pusatnya adalah konsep sains dan proses sains, sedang empat domain yang lain mencerminkan dunia nyata (the real world). Dua domain di antaranya merupakan aspek yang memotivasi siswa untuk memasuki dunia ilmuwan yaitu aspek kreativitas dan sikap. Dua domain yang lain merupakan penerapan dan hubungan antar domain, dalam hal ini meliputi teknologi yang merupakan hasil karya manusia.

Mencermati karakteristik pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, maka secara konseptual pendekatan sains teknologi masyarakat memiliki beberapa nilai tambah, baik yang merupakan sasaran utama maupun yang berbentuk dampak pengiring. Yager (dalam Asy’ari: 2006) mengungkapkan bahwa nilai tambah yang merupakan sasaran utama antara lain :
1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat membuat pengajaran sains lebih bermakna karena langsung berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, membuka wawasan siswa tentang peranan sains dalam kehidupan nyata.
2. Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep, keterampilan proses, kreativitas, dan sikap menghargai produk teknologi serta bertanggung jawab atas masalah yang muncul di lingkungan.
3. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat yang berorientasi pada “hand on activities” membuat siswa dapat menikmati kegiatan-kegiatan sains dengan perolehan pengetahuan yang tidak mudah terlupakan. Dengan demikian dapat juga digunakan untuk menarik minat siswa dalam mempelajari sains.
4. Sains teknologi masyarakat dapat memperluas wawasan siswa tentang keterkaitan sains dengan bidang studi lain. Hal ini dapat terwujud karena dalam memecahkan permasalahan alam di lingkungan, siswa tidak cukup hanya mempelajari bidang sains saja, melainkan perlu berbagai bidang studi yang lain, misalnya IPS, Ekonomi, IPA, dan lain-lain. Dengan demikian, mereka akan menyadari perlunya pemahaman ilmu secara holistik/menyeluruh sehingga terhindar dari sikap skeptis atau pandangan yang sempit, misalnya menganggap bidang ilmunyalah yang baik.
5. Melalui pendekatan Sains Tekonologi Masyarakat dapat pula dikembangkan pembelajaran terpadu atau “Integrated Learning’’, “Across Curriculum’’, atau lintas bidang studi (Solomon dalam Asy’ari: 2006), sedang Yager dan Lutz (dalam Asy’ari: 2006) mengatakan bahwa pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas “Total Curriculum” atau pembelajaran secara menyeluruh.

Menurut Yager (Asy’ari: 2006), dampak pengiring dari penerapan sains teknologi masyarakat adalah beragamnya kegiatan yang dilakukan dan penggunaan berbagai macam penilaian pencapaian keberhasilan belajar siswa. Misalnya adanya:
1. Kegiatan kerja kelompok dapat memupuk kebiasaan saling kerjasama antar siswa.
2. Kegiatan diskusi dapat memacu siswa untuk berani mengemukakan pendapat sekaligus melatih keterampilan siswa agar dapat berkomunikasi dengan baik. Di samping itu, dengan diskusi akan terbentuk sikap terbuka atau menghargai pendapat orang lain.
3. Penciptaan suatu karya atau pengaplikasian suatu gagasan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa bahwa dirinya dapat berperan/bermanfaat baik bagi masyarakat maupun bagi perkembangan sains dan teknologi.
4. Penggunaan cara evaluasi yang kontinu dan beragam dapat mendorong siswa untuk serius atau perhatian dalam mengikuti pembelajaran, karena penilaian tidak hanya menyangkut kemampuan kognitif saja melainkan juga partisipasi dan kreativitasnya. Di samping itu, siswa akan merasa bahwa semua aktivitas/gagasan yang ia lontarkan akan mendapat apresiasi, sehingga tidak ada keterlibatan yang mubazir.

Secara faktual adanya nilai tambah dari penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran sains terlihat dari hasil-hasil perbaikan yang dilakukan di beberapa Negara, antara lain yang dilaporkan oleh Yager & Tamir (Asy’ari: 2006) yaitu:
1. Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat dengan mengangkat isu “pencemaran sungai akibat penambangan batubara” menunjukkan bahwa dengan upayanya sendiri dalam mengumpulkan informasi guna mencari solusi siswa dapat berbicara banyak, pada kelas/ siswa yang diteliti tersebut tergolong kelas yang masih terbiasa menggunakan pembelajaran secara tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan sains teknologi masyarakat dapat memungkinkan munculnya ide/gagasan kreatif yang tidak terduga sebelumnya.
2. Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat dengan fokus permasalahan yang muncul di Taiwan menunjukkan bahwa lewat sains teknologi masyarakat siswa memiliki keberanian mengkomunikasikan karya ilmiahnya walaupun saat itu merupakan gagasan yang dianggap kontrobersial oleh sebagian masyarakat. Mereka bisa mempertanggungjawabkan karyanya karena hasil penelusurannya memperlihatkan bahwa 70% responden yang diteliti menyetujuinya.
3. Evaluasi terhadap pembelajaran sains teknologi masyarakat di Iowa menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan atas pencapai hasil belajar tentang domain aplikasi siswa. Dimana pendekatan sains teknologi masyarakat lebih tinggi dibanding dengan non sains teknologi masyarakat, sedang untuk domain sikap walaupun dengan pendekatan sains teknologi masyarakat lebih tinggi dibanding non sains teknologi masyarakat terapi perbedaannya tidak berarti.
4. Dalam kegiatannya, siswa cenderung memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat open minded artinya pertanyaan yang terbuka, tidak ada jawaban yang salah atau jawaban yang paling benar. Kondisi ini dapat menumbuhkembangkan sikap menghargai/menerima gagasan orang lain.

Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat yang dilakukan oleh Boujaoude (Asy’ari: 2006) menunjukkan bahwa dengan pendekatan sains teknologi masyarakat siswa merasa lebih memahami manfaat atau peranan sains dalam kehidupan, sehingga membuat siswa semakin berkembang sikap positifnya terhadap sains. Di samping itu, dengan pendekatan sains teknologi masyarakat siswa dapat menyadari bahwa teknologi memiliki dimensi yaitu di satu sisi dibutuhkan manusia dan di sisi lain memiliki efek samping yang merugikan. Kesadaran ini membuat siswa semakin termotivasi ingin mempelajari lebih banyak tentang sains dan teknologi.

Penerapan pendekatan sains teknologi masyarakat lainnya dengan mengambil isu tentang bioteknologi dapat membangkitkan kesadaran siswa untuk menghargai teknologi dan profesi ilmuwan, karena dari aktivitas penelusurannya siswa dapat memahami betapa rumit, mahal, dan berartinya “genetic engineering“ atau rekayasa genetik.

d. Pembelajaran Struktur Bumi dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah suatu kecenderungan baru di dalam pendidikan IPA (sains) yang mula-mula timbul di Inggris dan Amerika yang kini meluas ke berbagai negara. Definisi Sains Teknologi Masyarakat atau “Science Technology Society” menurut National Science Teachers Associations (NSTA) atau persatuan guru-guru IPA di Amerika Serikat, Sains Teknologi Masyarakat adalah pembelajaran sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Jadi, Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah istilah yang diberikan kepada usaha mutakhir untuk menjadikan konteks dunia nyata dalam pendidikan sains dan pendalaman sains.

Dalam penyajian seperti ini, pendidikan sains menjadi lebih dari pada sekedar kurikulum mengenai konsep dasar sains (IPA) dan keterampilan proses sebab Sains Teknologi Masyarakat melibatkan seluruh aspek pendidikan sains (IPA) yaitu tujuan, kurikulum, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan, serta kinerja guru.

Dalam pendekatan STM, siswa harus diikutsertakan dalam penentuan tujuan, prosedur perencanaan dan dalam usaha mendapatkan informasi, serta dalam mengevaluasi. Siswa akan lebih tertarik untuk mempelajari struktur bumi jika mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan individu atau kelompok berkenaan dengan struktur bumi. Salah satu bentuk kegiatan yang dapat diberikan kepada siswa adalah mencari isu-isu aktual yang terjadi di masyarakat.

Pada tingkat sekolah dasar, guru hendaknya melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan mendapatkan informasi aktual yang berkaitan dengan penggunaan teknologi sehingga siswa memahami konsep struktur bumi dan mengembangkan kemampuan untuk memahami isu-isu aktual yang ada.

Baiquni (Prowiradilaga: 2004) mengartikan teknologi sebagai “hasil penerapan sistematis dari sains yang merupakan himpunan rasionalitas insani kolektif untuk memanfaatkan hidup dan mengendalikan gejala-gejala di dalam proses produktif yang ekonomis”. Adapun pembelajaran struktur bumi dalam perbaikan ini dibagi dalam empat tahap yaitu:
1. Tahap invitasi. Pada tahap ini, guru mengemukakan isu atau masalah aktual yang dialami atau terjadi dalam masyarakat sekitar yang dapat dipahami oleh siswa serta dapat merangsang siswa untuk mencari jalan keluar terhadap masalah yang sedang terjadi. Pada tahap ini, isu atau masalah digali dari pendapat atau keinginan siswa dan yang ada kaitannya dengan konsep sains yang akan dipelajari.
2. Tahap Eksplorasi. Pada tahap ini, melalui aksi dan reaksinya sendiri, siswa berusaha memahami atau mempelajari situasi baru yang merupakan masalah baginya baik itu diperoleh melalui membaca buku, koran, mendengarkan berita di radio, melihat TV, ataupun melakukan observasi langsung di lapangan.
3. Tahap Solusi. Pada tahap ini, berdasar hasil eksplorasinya, siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana mencari pemecahan masalah yang sedang terjadi. Dalam arti, siswa membangun dan mengenal konsep baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk itu, guru perlu memberikan umpan balik atau peneguhan dalam rangka
memantapkan konsep yang diperoleh siswa itu sendiri.
4. Tahap Aplikasi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Pada tahap ini, siswa mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah lingkungan yang dimunculkan pada tahap invitasi.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Guru dapat melakukan penilaian awal yang berkaitan dengan struktur bumi. Hal ini dapat dilakukan secara tertulis atau lisan dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Tujuannya untuk menggali pengetahuan awal siswa melalui pertanyaan yang sesuai dengan pengalaman, lingkungan anak, atau sesuai dengan topik yang akan diajarkan.

Untuk menggali pengetahuan atau pikiran yang ada pada diri siswa, guru dapat mengajukan pertanyaan seperti: “Bagaimanakah bentuk bumi? Apa yang terjadi jika bumi tidak dilindungi? Mengapa pemanasan global dapat merusak bumi? Berikan pendapatmu”.

Setelah siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut di atas, guru dapat melanjutkan dengan menggali pengetahuan anak tentang susunan struktur bumi. Guru dapat memperlihatkan gambar atau artikel yang berkaitan dengan materi pembelajaran serta dampak dari kerusakan struktur bumi, kemudian guru mengajukan berbagai pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak tentang materi yang diajarkan.

2. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengkaji sejauh mana penggunaan teknologi dalam masyarakat sekitar dalam melindungi bumi, kebiasaan-kebiasaan apa saja yang dilakukan masyarakat sekitar dalam melindungi bumi, kebiasaan-kebiasaan apa saja yang dilakukan masyarakat yang dapat menghancurkan struktur yang melindungi bumi, serta bagaimana usaha yang dilakukan sampai saat ini guna memelihara dan menjaga struktur bumi. Pengkajian ini dapat ditempuh dengan melakukan kegiatan seperti mengumpulkan artikel, mencermati berita dari TV dan radio, melakukan wawancara dengan instansi terkait atau orang-orang yang berkompeten di bidangnya.

3. Dari hasil pengkajian masalah yang telah dilakukan pada tahap eksplorasi, siswa diarahkan untuk menganalisis/mensintesis guna menemukan pemecahan masalahnya. Untuk mengetahui kerangka pikir siswa dalam memahami dan memecahkan masalah, siswa diminta menuangkan dalam jaringan yang menunjukkan keterkaitan antara konsep dan ide-ide yang dipikirkan. Untuk siswa yang taraf berpikirnya masih sederhana, guru dapat menuntunnya dengan cara memberi panduan yang dituliskan dalam bentuk kerangka dasar, sedang siswa diminta mengisi apa saja yang tercakup dalam setiap komponennya. dan

4. Pada tahap ini, siswa diminta untuk menentukan pilihan mana yang akan diaplikasikan di masyarakat sekitar merujuk dari cara atau teknik pencegahan terjadinya kerusakan lapisan bumi. Misalnya dengan melakukan penghijauan. Dalam pelaksanaannya, guru perlu mengarahkan, misalnya dalam menentukan jenis tanaman mana yang akan ditanami, cara menanam serta membantu bila memerlukan perijinan atau urusan administratif lainnya.

Melalui empat fase yang telah dijelaskan tadi, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengolah, mencerna, memikirkan, menganalisa dan akhirnya yang terpenting adalah merangkumnya sebagai suatu pengalaman yang dimilikinya. Pada kegiatan ini, siswa mengintegrasikan persepsi atau konsep ke dalam suatu kegiatan yang cocok dengan rangsangan tersebut.

Kegiatan di atas bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajarinya. Guru dapat mengajukan berbagai pertanyaan atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya. Fenomena yang dialami siswa tersebut akan menjadi unsur penting pada diri siswa dalam memahami struktur bumi.

B. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka teori yang mendasari pelaksanaan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar struktur bumi melalui penggunaan sains teknologi masyarakat pada siswa kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat, maka dapat dilihat bahwa masalah pembelajaran struktur bumi dilihat dari aspek guru adalah (1) guru kurang menggunakan metode yang bervariasi, (2) guru kurang menguasai materi, (3) guru kurang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

Pada siswa dapat dilihat (1) siswa kurang menguasai konsep struktur bumi, dan (2) hasil belajar struktur bumi pada siswa kelas V rendah. Dari masalah di atas, peneliti menerapkan pembelajaran melalui pendekatan sains teknologi masyarakat yang terdiri dari empat tahapan pembelajaran yaitu
1. Tahap invitasi. Tahap ini siswa mengemukakan issue atau masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat diamati/dipahami oleh peserta didik.
2. Tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa diminta untuk memahami/mempelajari situasi baru yang merupakan masalah baginya baik itu diperoleh melalui membaca buku, koran, mendengar berita di radio, menonton tv, atau melakukan observasi langsung di lapangan.
3. Tahap solusi. Siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana mencari cara pemecahan masalah yang terjadi.
4. Tahap aplikasi. Siswa mengadakan aksi nyata sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pikir seperti berikut:

C. Hipotesis Tindakan
Jika menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat, maka hasil belajar struktur bumi pada siswa kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat dapat meningkat.


Link Bab I =====disini=====
Share:

CONTOH (1) PENELITIAN TINDAKAN KELAS (BAB I)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kurikulum di Indonesia mengalami beberapa kali pembenahan. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 yang pernah diterapkan di sekolah dinilai kurang berhasil sehingga dianggap perlu disempurnakan dengan mengeluarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang mengacu pada UU No. 20 Tahun 2006

Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

Diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 memberikan keleluasaan pada sekolah untuk memilih materi pembelajaran yang dapat memberikan pengetahuan yang bermakna dengan menggunakan obyek atau fenomena yang muncul di lingkungan sekitar Siswa sehingga dapat memberikan gambaran tentang pentingnya peranan sains dalam kehidupan sehari-hari. Dan diharapkan dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 SDN 006 Sebatik Barat sebagai penyempurna Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, guru dapat mengembangkan kemampuan serta karakteristik Siswa itu sendiri.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran sains dapat diciptakan kondisi agar Siswa selalu aktif untuk ingin tahu terhadap permasalahan alam sekitar. Hal Ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan oleh UNESCO (Asy’ari: 2006) yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together yang menjadikan Siswa harus lebih banyak menggali potensi-potensi yang dimilikinya untuk dikembangkan. Sehingga dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sebaiknya pembelajaran sains di sekolah juga diusahakan agar sejalan dengan atau mengikuti laju perkembangan iptek tersebut.

Dengan adanya inovasi pembelajaran, guru akan mengalami kesulitan untuk mengembangkannya dalam pembelajaran. Begitu juga yang dialami oleh guru sains. Banyak guru sains dalam pembelajarannya masih kurang bervariasi dalam menggunakan pendekatan pembelajaran hal ini menyebabkan hasil belajar Siswa menurun. Sementara untuk menanamkan suatu konsep, terutama dalam bidang sains perlu diterapkan suatu pendekatan tertentu. Sumrall (Asy’ari: 2006) mengungkapkan bahwa salah satu alasan guru kurang menggunakan metode atau pendekatan yang bervariasi disinyalir karena menuntut pemikiran, persiapan, dan pengelolaan kelas yang relatif sulit.

Melalui observasi, lewat hasil observasi dan interview pada guru kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat ditemukan bahwa: guru kurang menggunakan metode yang bervariasi; (2) guru kurang menguasai materi yang akan diajarkan;. Pada Siswa SDN 006 Sebatik Barat ditemukan: (1) Siswa kurang menguasai konsep sains khususnya pada pokok bahasan struktur bumi; (2) Siswa belum aktif dalam proses pembelajaran; (3) Hasil belajar struktur bumi belum 80 % Siswa Mencapai KKM.

Permasalahan di atas terjadi karena kebanyakan guru tidak paham akan konsep dari materi struktur bumi itu sendiri, sehingga guru mengalami kebingungan dalam mengajarkannya. Guru kurang memahami bagaimana mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan Siswa karena mereka terbiasa mengajar dengan memberikan ceramah sehingga apa yang disampaikan kepada Siswa tidak maksimal. Ditambah lagi kurangnya pengetahuan guru tentang materi yang akan diajarkan. (Syah dalam Usman: 1995)

Pada kenyataan, guru mengajar hanya berpatokan pada apa yang ada dalam buku paket yang diwajibkan untuk seluruh Indonesia. Sementara dengan perkembangan teknologi yang ada sekarang, guru dapat mengembangkan pengetahuannya khususnya pada pembelajaran struktur bumi sehingga hasil belajar Siswa meningkat. Dengan mengetahui struktur bumi Siswa dapat memahami apa yang terkandung di dalam struktur bumi serta dampak yang ditimbulkan bila struktur yang ada dalam bumi mengalami kerusakan.

Keadaan di atas dapat di atasi dengan mengubah pola pengajaran guru yang hanya memberikan ceramah kepada Siswa dengan pola pengajaran menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang di negara Amerika pengembangannya dikenal dengan istilah dalam Bahasa Inggris STS (Science Technology Society). Karena dengan pendekatan ini Siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat (Prawiradilaga: 2004). Selain itu juga, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat dapat meningkatkan hasil belajar Siswa khususnya dalam pembelajaran struktur bumi. Sehingga Siswa dapat menggabungkan ketiganya untuk diterapkan di lingkungan Siswa itu sendiri.

Berdasarkan temuan, peneliti tertarik untuk melakukan tindakan perbaikan dalam pembelajaran struktur bumi melalui Perbaikan Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Peningkatkan Hasil Belajar Struktur Bumi Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Pada Siswa Kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat”. Dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, diharapkan dapat mengatasi kesulitan Siswa dalam memahami konsep dan meningkatkan hasil belajar Siswa terhadap pembelajaran struktur bumi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam perbaikan ini adalah: Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar struktur bumi melalui pendekatan sains teknologi masyarakat pada Siswa kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat?

C. Tujuan Perbaikan

Perbaikan ini dilaksanakan dengan tujuan adalah Mengetahui peningkatan hasil belajar struktur bumi dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat pada Siswa kelas V SD Negeri 006 Sebatik Barat.

D. Manfaat Perbaikan

1. Manfaat Teoretis
a. Melalui hasil perbaikan ini diharapkan guru SD/MI memiliki pengetahuan tentang teori pendekatan sains teknologi masyarakat sebagai salah satu bentuk inovasi pembelajaran di SD/MI.
b. Diharapkan guru SD/MI memiliki teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan hasil belajar struktur bumi.

2. Manfaat Praktis
a. Hasil perbaikan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan guru mengenai pengajaran dengan menggunakan pendekatan sains teknologi masyarakat.
b. Sebagai bahan acuan dan masukan bagi perbaikan selanjutnya dalam upaya meningkatkan pengembangan alternatif pembelajaran sains di sekolah dasar.

Link Bab II ===== disini=====
Share: