Menetapkan suatu definisi nampaknya sulit untuk dilakukan. Kenapa?
Karena persoalannya bukan terletak pada saat bagaimana untuk
mengemukakan definisi itu, melainkan soal mau atau tidaknya orag
menerima definisi kita itu, akan pahamkah mereka dengan definisi
yang kita jelaskan atau tidak? Ini adalah persoalan yang tidak bisa
dianggap sepele. Demikian juga masalah filsafat, sulit sekali untuk
memberikan suatu batasan yang benar dan pasti tentang kata filsafat.
Buktinya para filsuf selalu berbeda-beda dalam mendefinisikan
filsafat.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata yunani
yang tersusun dari dua kata, philein dalam arti cinta dan sophos
dalam arti hikmat (wisdom). Orang Arab memindahkan kata philosophia
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan,
tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafah dengan pola fa’lala,
fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja
falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafatyang banyak terpakai dalam bahasa
Indonesia, menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari
bahasa Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa barat philosophy. Di
sini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari bahasa barat dan
safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya
dan menimbulkan kata filsafat.
Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi
filsafat sebagai berikut:
- Pengetahuan tentang hikmah;
- Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;
- Mencari kebenaran;
- Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah
berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat
pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti bermacam-macam,
sebanyak orang yang memberikan pengertian atau batasan. Gambaran
yang lebih jelas mengenai filsafat dapat disimak pada pendapat
Titus:
-
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap
kehidupan dan alam, biasanya diterima secara kritis.
-
Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang kita junjung tinggi.
-
Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
-
Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta
penjelasan tentang arti kata dan konsep.
-
Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung
mendapat perhatian dari manusia dan yang dicari jawabannya
jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan
Adapun latar belakang munculnya filsafat pendidikan adalah :
-
Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang
tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai
ideologi suatu bangsa dan Negara.
-
Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlak yang
tertinggi;
-
Eksistensi suatu bangsa adalah ideologi dan filsafat hidupnya,
maka demi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif
adalah melalui PENDIDIKAN.
-
Tidak berbeda dengan fungsi filsafat pendidikan adalah suatu
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian utama;
-
Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas
filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu:
meningkatkan perkembangan sosial budaya bahkan martabat bangsa,
kewibawaan dan kejayaan Negara.
-
Pada hakikatnya kehidupan mengandung unsur kehidupan karena
adanya interaksi dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana
peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan
sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan semua itu dan dengan
siapapun.
-
Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak
mungkin bagi para pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua
fakta konsep kepada peserta didik. Disamping tidak mungkin,
mungkin juga tidak perlu karena kemampuan manusia yang terbatas
untuk menampung ilmu. Jalan keluarnya ialah peserta didik dari
dini dibiasakan bersikap selektif terhadap segala informasi yang
membanjiri nya. Mereka harus belajar memiliki sikap
mandiri.
-
Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif, semua
teori mungkin tertolak dan gugur setelah ditemukan data baru
yang sanggup membuktikan kekeliruan teori tersebut. Sebagai
akibatnya muncullah lagi teori baru yang pada dasarnya
kebenarannya juga bersifat relatif. Untuk menghadapi kondisi
seperti itu perlu ditanamkan sikap ilmiah kepada peserta didik
seperti keberanian bertanya, berpikir kritis, dan analisis dalam
menemukan sebab-sebab, dan pemecahan terhadap masalah.
-
Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik
mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika
disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi dengan mengalami atau
mempraktikkan sendiri.
-
Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep
seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan
penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik. Konsep di
satu pihak dan nilai-nilai di lain pihak harus di satu padu kan,
agar konsep keilmuan tidak mengarah pada intelektualisme yang
“gersang” tanpa diwarnai sifat manusiawi. Kemandirian dalam
belajar membuka kemungkinan terhadap lahirnya calon-calon insane
pemikir yang manusiawi serta menyatu dalam pribadi yang serasi
dan berimbang.
Hakekat Manusia Dalam Pandangan Filsafat
Manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat
manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum
mendapatkan pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan
manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan
manusia yang lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekali
pun, mereka pasti memiliki perbedaan. Mulai dari fisik, ideologi,
pemahaman dan lain-lain. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan
belum tentu pas untuk diamati oleh sebagian orang.
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia
sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi.
-
Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai
budi;
-
Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berfikir;
-
Manusia adalah Homo Lequen, artinya makhluk yang pandai
menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan dalam
kata-kata yang tersusun.
-
Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia
pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal
yaitu binatang yang pandai membuat alat;
-
Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerja
sama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya;
-
Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada
prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
Sudut Pancang Asal Mula dan Tujuan Hidup Manusia
Segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini pasti mempunyai asal
usul dan tujuan keberadaannya, begitu juga manusia. Asal mula dan
tujuan hidup manusia merupakan substansi yang sulit dijelaskan.
Karena akal manusia sangat terbatas untuk mencapai pada substansi
tersebut.
Pikiran manusia tidak mampu menjelaskan secara terperinci tentang
substansi asal mula tersebut. Meskipun demikian, pikiran manusia
dapat dipastikan mampu secara logis menyimpulkan dan menilai bahwa
hakikat asal mula itu hanya ada satu, bersifat universal, dan berada
di dunia metafisis. Karena itu, bersifat absolut dan tidak mengalami
perubahan serta sebagai sumber yang ada.
Ketika manusia menyadari bahwa asal mula dan tujuan hidup hanya
satu, bersifat universal dan berada di dunia metafisis, maka
pernyataan itu merujuk pada keberadaan Tuhan. Dalam agama islam,
manusia meyakini bahwa ia berasal dari Allah SWT dan nantinya akan
kembali kepada-Nya juga.
Akal pikiran manusia dapat memastikan bahwa kehidupan ini berawal
dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa
prima (Tuhan) pula.
Jadi, jika demikian adanya maka dalam islam setidaknya manusia
mempunyai beberapa tujuan. Tujuan manusia hidup paling sedikit ada
empat macam; beribadah, menjadi khalifah Allah di muka bumi (yang
baik dan sukses tentunya), memperoleh kesuksesan (kebaikan,
kebahagiaan dan keberuntungan) di dunia dan akhirat, dan mendapat
ridho Allah.
Konsep Filosofis Pendidikan
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan
tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah
bersendikan atas pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang lazim
dianut, menurut Theodor Brameld, adalah kemungkinan-kemungkinan
sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif, regresif atau
radikal rekonstruktif.
Beberapa sikap di atas dalam penjabarannya mengenai pendidikan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
-
Menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan
pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman
yang terus-menerus.
-
Pendidikan adalah bukan hanya meyampaikan pengetahuan kepada
anak didik untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting
daripada itu adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan
stimulasi-stimulasi. Yang dimaksud dengan berpikir adalah
penerapan cara-cara ilmiah seperti mengadakan analisa,
mengadakan pertimbangan, dan memilih diantara alternatif yang
tersedia.
-
Semuanya ini diperlukan oleh pendidikan agar orang yang
melaksanakan dapat maju atau mengalami suatu progress. Dengan
demikian orang akan dapat berbuat sesuatu dengan inteligen dan
mampu melakukan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai
dengan tuntutan dari lingkungan.
-
Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang
tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai
ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilasidan
yang telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai
perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di dalam “gudang” di
luar ke jiwa anak didik. Ini berarti bahwa anak didik perlu
dilatih agar memiliki kemampuan absorbs yang tinggi.
-
Yang menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa yang
menguasai abad pertengahan, karena jiwa abad pertengahan
merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti
adanya tata kehidupan yang telah ditentukan secara rasional.
Abad pertengahan dengan jiwanya itu telah dapat menemukan adanya
prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar
pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk
menemukan evidens-evidensi diri sendiri.
-
Yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya
untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya
pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian
seperti ini anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan
bebas.
Hubungan Antara Filsafat, Pendidikan dan Manusia
Manusia benar-benar merupakan makhluk yang unik. Manusia memiliki
berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll.
Semua itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia,
sehingga disadari atau tidak, manusia telah mengembangkan potensi
tersebut, baik secara maksimal atau tidak, dengan baik atau buruk.
Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan lingkungan yang
mempengaruhinya.
Kaitannya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa
dikatakan jenius, manusia dapat menemukan jalan untuk mengembangkan
potensi-potensi mereka dengan baik. Yaitu dengan pendidikan. Manusia
mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi kehidupan mereka.
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan
berkelanjutan untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia,
memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan adalah bagian suatu proses yang diharapkan untuk mencapai
suatu tujuan.
Melihat pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan
pendidikan dengan manusia itu sangat erat. Adanya pendidikan untuk
mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang lebih baik, dan
dapat mengembang tugas dari Allah SWT.
Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan
kehidupan manusia. Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia
berarti harus mempersoalkan masalah pendidikan. Jadi, antara manusia
dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia,
pendidikan mutlak ada ; dan karena pendidikan, manusia semakin
menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia merupakan subjek pendidikan, tapi juga sekaligus menjadi
pedidikan itu sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan
praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti manusia. Berarti
membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa
manusia di didik. Tanpa mengerti atas dibina, pendidikan akan salah
arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan memperkosa
kodrat manusia.
Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek:
individualitas, sosialitas dan moralitas hanya mungkin menjadi
relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan yang di arahkan
kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada diri
sendiri (self-respect, self-reliance, self confidence) rasa tanggung
jawab, dan sehingganya juga akan tumbuh dalam kepribadian manusia
melalui proses pendidikan.
Jadi, hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia secara
singkat adalah sebagai berikut ; filsafat digunakan untuk mencari
hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri
manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan
dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia. Sehingga dihasilkan manusia yang sejati, yang
utuh sebagaimana dititahkan oleh Allah SWT.
Keseimpulan
Apabila anda seorang mahasiswa tentunya anda telah mengikuti
pendidikan agama dan kuliah seorang dosen mungkin memberikan salah
satu firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan telah menciptakan
segala sesuatu berpasang-pasangan, laki dan perempuan, negatif dan
positif , pro dan kontra, thesa dan anti thesa, antara teori dan
praktek mungkin sampai relasi vertical dan horizontal.
Pengertian horizontal dan vertical ini dapat digunakan dalam
berbagai bidang kalau tidak di segala bidang dan cabang ilmu
pengetahuan, sosiologi, psikologi politik, organisasi kepemimpinan
dan masih banyak lagi sampai pada cabang filsafat dan pendidikan dan
bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horizontal, meluas
ke samping, yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu
dengan cabang yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan
synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan, yaitu
ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan
pengajaran. Seperti ilmu sosiologi pendidikan merupakan ilmu
terapan, yaitu suatu lapangan studi yang mempelajari sumber-sumber
sosiologis terhadap problema-problema pendidikan umpamanya, dan
seterusnya yang masih banyak lagi.
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran
atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan
dan pengajaran. Sebaliknya filsafat pendidikan menunjukkan hubungan
vertical, naik ke atas atau turun ke bawah, dengan cabang-cabang
ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah
pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya
filsafat pendidikan. Hubungan vertical antara disiplin ilmu tertentu
adalah hubungan tingkat
penguasaan dan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu
pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan
satu-satunya ilmu terapan, adalah cabang ilmu pengetahuan yang
memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada
bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidupdan
penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berprdikat
pendidik atau guru pada khususnya.
Daftar Pustaka
Situs Internet / Website :
- http://shi-senhikari.blogspot.com/
- http://www.slideshare.net/
- http://husinalfirdaus.blogspot.com/
- http://hengkikristiantoateng.blogspot.com/