Pendidikan merupakan fondasi utama bagi kemajuan suatu bangsa, dan di
Indonesia, sektor ini secara berkelanjutan menghadapi berbagai tantangan yang
kompleks. Krisis pembelajaran yang ada, diperparah oleh dampak pandemi
COVID-19, telah menyebabkan fenomena Learning loss yang signifikan di
berbagai jenjang pendidikan. Kurikulum sebelumnya, kurikulum 2013 (K13),
sering kali dikritik karena materinya yang terlalu padat dan kurangnya
fleksibilitas, sehingga membatasi ruang bagi pembelajaran mendalam dan
pengembangan kompetensi esensial siswa. Situasi ini menuntut adanya perubahan
sistematik yang mendalam dalam pendekatan pendidikan.
Kurikulum merdeka hadir sebagai respons strategis terhadap permasalahan
pembelajaran yang mendesak, termasuk tantangan yang muncul di era pandemi dan
kebutuhan untuk memulihkan learning loss. Peluncuran kurikulum merdeka
menandai sebuah upaya konprehensif untuk mengatasi keterbatasan kurikulum
sebelumnya dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional secara menyeluruh.
Hal ini bukan sekedar penyesuaian pedagogis minor, melainkan sebuah perombakan
sistematik yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemulihan pendidikan
pasca-pandemi serta mengatasi kendala struktural yang telah lama ada pada
kurikulum sebelumnya. Penekanan berulang pada "pemulihan pembelajaran" dan
statusnya sebagai "penyempurna kurikulum yang sebelumnya" menggarisbawahi
perannya sebagai intervensi kebijakan krusial yang bertujuan untuk perbaikan
pendidikan yang luas.
Kurikulum memegang peran yang sangat penting dalam memajukan sistem
pendidikan; tanpa kerangka kurikulum yang tepat, pencapaian target
pembelajaran akan terhambat. Oleh karena itu, perubahan kurikulum menjadi
esensial untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan tetap relevan dengan
tuntutan zaman yang terus berkembang. Kurikulum Merdeka yang sebelumnya
dikenal sebagai Kurikulum Prototipe, diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada Februari 2022
sebagai bentuk evaluasi dan perbaikan dari kurikulum 2013. Kemendikbud Ristek
menargetkan implementasi kurikulum ini secara menyeluruh di seluruh Indonesia
pada tahun 2024.
Peluncuran Kurikulum Merdeka juga mencerminkan pergeseran paradigma mendasar
dalam filosofi pendidikan. Penekanan yang konsisten pada karakteristik
kurikulum merdeka yang "Fleksibel, relevan, bermakna, dan berpusat pada
peserta didik, menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan kekakuan dan
kepadatan materi yang dirasakan pada Kurikulum 2013. Perubahan dari pendekatan
saintifik yang seragam pada K13 menjadi "Pembelajaran Berdifferensiasi" dalam
kurikulum merdeka menandakan pergeseran dari model yang seragam dan berpusat
pada guru menuju model yang memprioritaskan kebutuhan individu siswa dan
pengembangan holistik. Pergeseran ini menunjukkan adanya perubahan filosofis
yang lebih dalam, yaitu menuju pemberdayaan siswa dan penanaman motivasi
instristik dalam belajar.
Filosofi dan Konsep Inti Kurikulum Merdeka
Kurikulum merdeka di dasarkan pada landasan filosofis yang kokoh, berakar pada
cita-cita kemerdekaan dan falsafah pancasila. Tujuan utamanya adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan kehidupan manusia dan yang beradab,
serta memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keterkaitan
yang eksplisit dan berulang antara kurikulum merdeka dengan "cita-cita
kemerdekaan dan falsafah pancasila" serta "kerangka pemikiran Ki Hajar
Dewantara" memiliki makna yang sangat penting. Hal ini menunjukkan bahwa
kurikulum merdeka bukan sekedar adopsi tren pendidikan global, melainkan
sebuah upaya yang disengaja untuk mendasarkan reformasi pendidikan pada
warisan sejarah dan filosofi unik Indonesia.
Konsep ini juga secara mendalam mengacu pada kerangka pemikiran Ki Hajar
Dewantara, terutama dalam membangun "manusia merdeka" yang tidak bergantung
pada orang lain, melainkan memiliki kemandirian dan kedaulatan atas dirinya
sendiri, serta minat dan bakat mereka harus merdeka untuk berkembang seluas
mungkin. Konsep "belajar merdeka" ini secara langsung menginformasikan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, memberikan
legitimasi budaya dan ideologis pada desain kurikulum. Landasan filosofis yang
mendalam ini menyiratkan visi jangka panjang yang melampau sekadar hasil
akademik, bertujuan untuk menumbuhkan warga negara yang berkarakter pancasila
dan berdaya.
Merdeka Belajar adalah sebuah konsep pendidikan yang mendorong peserta didik
untuk menjadi aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran. Dalam konsep ini,
peserta didik diberikan kebebasan yang lebih besar dalam menentukan jalur
belajar mereka, memilih metode yang sesuai, dan mengakses berbagai sumber daya
pendidikan. Konsep ini secara aktif memacu kreativitas, kolaborasi, dan
pengembangan kemampuan diri siswa untuk menghadapi tantangan masa depan.
Manfaat yang diperoleh siswa dari Merdeka Belajar sangat beragam, meliputi
kemandirian dalam mengatur waktu dan mengatasi masalah, keberagaman dalam
eksplorasi sumber belajar, peningkatan kreativitas, dan dorongan untuk
berkolaborasi.
Tujuan utama Kurikulum Merdeka adalah meningkatkan kualitas pembelajaran
secara menyeluruh. Kurikulum ini berfokus tidak hanya pada penguasaan materi,
tetapi juga pada pengembangan karakter dan kompetensi siswa. Kurikulum Merdeka
memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat
mereka, dengan harapan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan
dan kompetensi unggul. Guru juga diberikan keleluasaan untuk menyesuaikan
materi dan perangkat pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain
itu, kurikulum ini dirancang untuk memudahkan guru dalam menerapkan kegiatan
belajar, memberikan kebebasan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dan
menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan serta minat belajar siswa.
Meskipun peningkatan kualitas pembelajaran adalah tujuan utama, penekanan
berulang pada "pengembangan kompetensi dan karakter", "pengembangan potensi
siswa dalam bidang yang mereka pilih", dan "keterampilan praktis" menunjukkan
tujuan yang lebih luas. Kurikulum Merdeka bertujuan untuk membentuk individu
yang seutuhnya, yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga
memiliki karakter yang kuat, keterampilan praktis, dan kemampuan untuk
berkontribusi secara bermakna bagi masyarakat. "Profil Pelajar Pancasila"
berfungsi sebagai cetak biru untuk visi holistik ini, melampaui pendidikan
yang semata-mata berfokus pada aspek kognitif.
Karakteristik Utama dan Perbandingan dengan Kurikulum Sebelumnya
Kurikulum Merdeka membawa perubahan signifikan dalam struktur dan
implementasi pembelajaran dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Salah
satu karakteristik utamanya adalah struktur kurikulum yang lebih fleksibel.
Berbeda dengan K13 yang mengatur jam pelajaran (JP) per minggu, Kurikulum
Merdeka mengatur JP secara tahunan. Fleksibilitas ini memberikan kebebasan
kepada satuan pendidikan untuk mengatur alokasi waktu pembelajaran, termasuk
kemungkinan penggunaan sistem blok. Struktur kurikulum ini dibagi menjadi
dua kegiatan utama: pembelajaran intrakurikuler, yang mencakup sekitar
70-80% dari total JP, dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)
sebagai kegiatan kokurikuler, yang mengalokasikan sekitar 20-30% dari JP.
Satuan pendidikan juga diberikan otonomi untuk merancang proses dan materi
pembelajaran yang relevan dan kontekstual. Mereka bahkan dapat mengembangkan
kurikulum dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan konteks dan muatan
lokal. Penekanan yang konsisten pada "fleksibilitas" dan "keleluasaan" bagi
guru dan sekolah dalam Kurikulum Merdeka sangat kontras dengan K13 yang
"lebih terstruktur dan memiliki pedoman yang jelas". Pergeseran ini,
khususnya dalam alokasi JP tahunan dan otonomi sekolah dalam pengembangan
kurikulum, menunjukkan desentralisasi otoritas kurikulum yang signifikan.
Asumsi yang mendasari adalah bahwa konteks lokal dan penilaian profesional
guru lebih mampu menentukan jalur pembelajaran yang efektif daripada mandat
kaku dari atas. Pemberdayaan di tingkat sekolah ini bertujuan untuk
menciptakan pengalaman pendidikan yang lebih responsif dan disesuaikan.
Karakteristik penting lainnya adalah fokus pada materi esensial. Kurikulum
Merdeka memusatkan perhatian pada muatan yang paling diperlukan untuk
mengembangkan kompetensi dan karakter murid. Pendekatan ini memberikan waktu
yang memadai bagi pendidik untuk melakukan pembelajaran yang mendalam dan
bermakna. Fokus pada materi esensial ini juga merupakan upaya untuk menjawab
tantangan zaman dan isu-isu terkini, seperti perubahan iklim, literasi
finansial, literasi digital, literasi kesehatan, dan pentingnya sastra dalam
memperdalam kemampuan literasi siswa. Penekanan eksplisit pada "materi
esensial" dan alokasi "waktu yang cukup untuk mendalami konsep dan
memperkuat kompetensi" secara langsung mengatasi kritik terhadap K13 yang
memiliki "materi pelajaran yang terlalu padat". Keputusan strategis ini
mencerminkan pergeseran pedagogis menuju pemahaman mendalam dan penguasaan
konsep inti, dibandingkan dengan cakupan kurikulum yang luas namun dangkal.
Hal ini menunjukkan pengakuan bahwa kualitas pembelajaran, yang ditandai
dengan keterlibatan yang bermakna dan retensi, lebih berharga daripada
kuantitas informasi yang disampaikan.
Selain itu, Kurikulum Merdeka mendorong penggunaan beragam perangkat ajar
dan pemanfaatan teknologi digital. Guru diberikan keleluasaan untuk
menggunakan berbagai perangkat ajar, seperti buku teks, buku non-teks, modul
ajar, alur tujuan pembelajaran, modul projek penguatan profil pelajar
Pancasila, dan kurikulum operasional satuan pendidikan.1 Hal ini
memungkinkan guru untuk mengembangkan pembelajaran yang kontekstual sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pemanfaatan teknologi
digital juga didorong melalui platform seperti Merdeka Mengajar, yang
menyediakan referensi bagi guru untuk mengembangkan praktik mengajar secara
mandiri dan berbagi praktik baik.
Untuk lebih memahami transformasi ini, berikut adalah perbandingan antara
Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013:
Tabel ini secara jelas menunjukkan bagaimana Kurikulum Merdeka dirancang untuk
mengatasi keterbatasan K13, terutama dalam hal fleksibilitas, relevansi, dan
fokus pada pengembangan holistik siswa. Perbandingan ini penting untuk
memahami sejauh mana transformasi pendidikan yang diusung oleh Kurikulum
Merdeka.
Pembelajaran Berpusat pada Siswa: Implementasi dan Dampak
Dalam Kurikulum Merdeka, konsep pembelajaran berpusat pada siswa
(Student-Centered Learning/SCL) menjadi inti dari seluruh proses pendidikan.
Setiap aktivitas pembelajaran dirancang untuk menempatkan siswa sebagai subjek
utama, di mana kebutuhan, minat, dan potensi individu mereka menjadi fokus
utama dalam perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Siswa didorong untuk
berperan aktif selama proses pembelajaran, mengambil inisiatif dalam
mengeksplorasi minat dan bakat mereka secara lebih mendalam. Peran guru dalam
model ini bertransformasi dari sekadar penyampai informasi menjadi
fasilitator, mentor, dan pembimbing eksplorasi siswa. Pergeseran peran guru
ini merupakan konsekuensi langsung dari filosofi pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Otonomi yang diberikan kepada guru untuk "menentukan perangkat
ajar" dan fleksibilitas untuk "mengajar sesuai tahap pencapaian dan
perkembangan peserta didik" memungkinkan mereka untuk menjadi lebih kreatif
dan "lebih mengenal siswanya secara mendalam". Hal ini menunjukkan bahwa
Kurikulum Merdeka secara fundamental mendefinisikan ulang identitas
profesional dan agensi guru, mengubah mereka menjadi perancang aktif
lingkungan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa, bukan
sekadar pelaksana kurikulum yang kaku.
Salah satu metode kunci dalam mewujudkan pembelajaran berpusat pada siswa
adalah pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah
pendekatan yang dirancang untuk mengakomodasi beragam kebutuhan, kemampuan,
minat, dan gaya belajar siswa. Metode ini merupakan komponen inti dari
pembelajaran intrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka. Tujuannya adalah
memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mendalami konsep dan menguatkan
kompetensi mereka. Pendekatan ini memungkinkan siswa dengan berbagai
karakteristik merasa dihargai dan termotivasi, yang pada gilirannya
meningkatkan hasil belajar.
Pembelajaran berdiferensiasi terdiri dari empat komponen utama yang dapat
disesuaikan oleh guru sesuai kebutuhan siswa:
Tabel 2 : Komponen Pembelajaran Berdifferensiasi
Tujuan utama dari diferensiasi ini adalah untuk mengakomodasi keragaman
peserta didik berdasarkan perbedaan karakteristik mereka. Tabel ini merinci
konsep pedagogis yang abstrak menjadi komponen yang dapat diterapkan,
memudahkan pemahaman strategi praktis yang digunakan guru. Hal ini
menunjukkan kedalaman pendekatan Kurikulum Merdeka dalam
mengindividualisasikan pembelajaran, melampaui pemahaman dangkal tentang
"berpusat pada siswa" menuju metodologi yang terperinci.
Selain pembelajaran berdifferensiasi, Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila (P5) merupakan elemen krusial dalam Kurikulum Merdeka. P5 adalah
kegiatan kokurikuler berbasis proyek yang dirancang khusus untuk memperkuat
kompetensi dan karakter siswa sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Proyek
ini bertujuan untuk mengembangkan soft skills dan karakter siswa. P5 tidak
terikat pada konten mata pelajaran tertentu, melainkan berfokus pada
tema-tema atau isu-isu penting yang relevan dengan kehidupan nyata, seperti
gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, kewirausahaan, teknologi, dan
kehidupan berdemokrasi. Implementasi P5 bersifat fleksibel dalam hal konten,
aktivitas, dan waktu, serta dapat melibatkan komunitas atau dunia
profesional untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.
Profil Pelajar Pancasila adalah visi holistik yang ingin dicapai melalui
Kurikulum Merdeka. Profil ini mencakup enam dimensi utama yang saling
berkaitan dan menguatkan:
Tabel 3 : Dimensi Profil Pelajar Pancasila
Tabel ini memberikan gambaran yang jelas dan ringkas tentang profil siswa yang
ingin dikembangkan oleh Kurikulum Merdeka, melampaui pengetahuan akademik
untuk mencakup keterampilan lunak dan nilai-nilai penting. Ini berfungsi
sebagai kerangka kerja bagi pendidik dan pembuat kebijakan untuk memahami
aspek-aspek perkembangan siswa yang diprioritaskan.
Dampak positif Kurikulum Merdeka bagi siswa sangat beragam. Siswa didorong
untuk menjadi mandiri dalam mengatur waktu, menentukan fokus pembelajaran, dan
mengatasi masalah. Kurikulum ini juga secara signifikan meningkatkan
kreativitas dan inovasi siswa, mendorong mereka untuk berpikir kreatif,
mengembangkan ide-ide baru, dan menemukan solusi inovatif. Kemampuan berpikir
kritis siswa juga diasah, melatih mereka untuk menalar, menilai, dan mengambil
keputusan secara rasional, serta menganalisis informasi dengan data akurat.
Klaim berulang tentang "belajar lebih bermakna dan menyenangkan" dan
peningkatan "motivasi yang sangat luar biasa tinggi dalam belajar" merupakan
hasil langsung dari desain Kurikulum Merdeka yang berpusat pada siswa. Dengan
memungkinkan siswa mengeksplorasi minat, memilih jalur pembelajaran, dan
terlibat dalam aktivitas berbasis proyek, Kurikulum Merdeka memanfaatkan
motivasi intrinsik. Hal ini berbeda dengan model tradisional yang seringkali
bergantung pada tekanan eksternal. Penekanan pada "kemandirian" dan "berpikir
kritis" lebih lanjut mengembangkan agensi siswa, mempersiapkan mereka menjadi
pembelajar mandiri sepanjang hidup, bukan sekadar penerima informasi pasif.
Pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siswa membuat mereka
lebih bersemangat, disiplin, dan bergairah dalam belajar. Fleksibilitas dan
relevansi materi menciptakan pengalaman belajar yang lebih berkesan dan
bermakna. Siswa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bakat dan potensi
mereka secara optimal. Penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran
berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka dapat meningkatkan hasil belajar siswa
secara positif. Pada akhirnya, kurikulum ini membekali siswa dengan
keterampilan yang relevan untuk menghadapi tantangan di era digital dan dunia
kerja yang terus berubah.
Dampak positif Kurikulum Merdeka juga dirasakan oleh guru. Guru memiliki
keleluasaan untuk memilih dan mengembangkan perangkat ajar yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik siswa. Kurikulum ini menantang guru untuk
meningkatkan kreativitasnya dalam menciptakan suasana kelas yang kondusif dan
menarik. Guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar, tidak lagi terpacu
mengejar capaian materi semata, melainkan dapat mengajar sesuai tahap
pencapaian dan perkembangan peserta didik. Program ini juga memberikan
kesempatan bagi guru untuk mempertajam kemampuan pedagogik dan mengembangkan
model pembelajaran inovatif, yang secara tidak langsung meningkatkan
kompetensi profesional mereka. Dengan fokus pada minat dan bakat siswa, guru
dapat lebih mengenal siswanya secara personal dan memetakan kebutuhan mereka
secara tepat.
Jika artikel ini kurang jelas atau mungkin masih ada pertanyaan yang perlu di tanyakan, anda bisa memberikan pertanyaan pada kolom komentar yang terdapat pada akhir artikel ini. Untuk mudah mendapatkan notifikasi terkait artikel pada situs https://www.situsartikel92.com. Silahkan klik tombol ikuti pada bagian kanan atas dari artikel ini. Karena akan menyajikan berbagai artikel yang menarik.
0 comments:
Posting Komentar