08 September 2019

CONTOH KARYA ILMIAH PENERAPAN PENGGUNAAN METODE PENEMUAN( DISCOVERY ) PADA PEMBELAJARAN IPA DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN GERAKAN BUMI DAN BULAN DI KELAS VI MI. HAJI BEDDURAHIM


“PENERAPAN PENGGUNAAN METODE PENEMUAN( DISCOVERY ) PADA PEMBELAJARAN IPA DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN GERAKAN BUMI 
DAN BULAN DI KELAS VI MI. HAJI BEDDURAHIM ”.

Muhammad Faisal
S1 PGSD Universitas Terbuka

ABSTRAK


Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VI MI. Haji Beddurahim yang berjumlah 29 0rang. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu, pada siklus I nilai rata-rata tes formatif 73,62 dengan presentase ketuntasan klasikal (75,86%), pada siklus II meningkat dengan nilai rata-rata tes formatif 84,13 dengan presentase ketuntasan klasikal (93,10%). Maka dapat di simpulkan dengan penerapan penggunaan metode penemuan (discovery) dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa Kelas VI MI. Haji Beddurahim. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian berhasil dan sesuai dengan indikator keberhasilan.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Metode Penemuan ( Discovery )


PENDAHULUAN

Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.

Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. 
Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. 

Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar
rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran penemuan (discovery) untuk mengungkapkan apakah dengan model penemuan (discovery) dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar IPA. Penulis memilih metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4). 

Dari latar belakang di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Penerapan penggunaan metode penemuan ( Discovery ) pada pembelajaran IPA dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Gerakan Bumi dan Bulan di kelas VI MI. Haji Beddurahim”.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran penemuan (discovery)?
  2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran penemuan (discovery) terhadap motivasi belajar siswa?
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
  1. Ingin mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran penemuan (discovery).
  2. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran penemuan (discovery).
Dalam penelitian tindakan kelas ini diharapkan bermanfaat atau merupakan alternative metode Pembelajaran di kelas, adapun harapan penulis dalam penelitian ini kiranya dapat bermanfaat pada:
  1. Untuk Siswa, penelitian ini diharapkan akan memberikan suasana yang tidak monoton dalam pembelajaran sehingga siswa tidak bosan dalam belajar.
  2. Untuk Guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk meningkatkan kinerjanya sebagai guru yang professional dan sekaligus untuk memperbaiki pembelajaran yang yang dikelolanya.
  3. Untuk Sekolah, Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi sekolah dalam hal  meningkatkan hasil ketuntasan belajar pada sekolah itu.

KAJIAN PUSTAKA

IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
  1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
  2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
  3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
  4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
  5. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum. 
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan  metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa memampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.
Menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik. Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah. Prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA.

Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu  dengan lebih baik (Nur, 2001: 3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode pembelajaran yang memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan memberikan informasi singkat (Siadari, 2001: 7). 
Secara umum belajar penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja sampai menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002: 19).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa akan tinggi pula. 


METODE PENELITIAN

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VI ( Enam ) yang berjumlah 29 0rang  pada mata  pelajaran IPA pokok bahasan Gerakan Bumi dan Bulan. Tempat penelitian adalah bertempat di MI. Haji Beddurahim Sebatik Utara Kabupaten Nunukan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam  melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3). Sedangkan menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart  (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut. 


Penjelasan alur di atas adalah:
  1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
  2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran  model discovery.
  3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
  4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam dua putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing-masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam dua putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
  5. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
    • Silabus yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 
    • Rencana Pelajaran (RP) yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
    • Lembar Kegiatan Siswa yaitu lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.
    • Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar
  6. Lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan (discovery), untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
  7. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.
    • Tes formatif yaitu tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif).
  8. Metode Pengumpulan Data
    • Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan pembelajaran penemuan (discovery), observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
  9. Teknik Analisis
    • Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiata pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
  • Untuk menilai ulangan atau tes formatif 
    • Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
  • Untuk ketuntasan belajar
    • Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar, bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran penemuan (discovery) dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus. Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan penglolaan pembelajaran penemuan (discovery) yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery) dalam meningkatkan prestasi  dan data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran penemuan (discovery).
  1. Deskripsi Hasil Penelitian (Persiklus)
    • Siklus I
      • Tahap Perencanaan
        • Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1, dan alat-alat pengajaran yang mendukung. 
      • Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan 
        • Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada hari kamis tanggal 20 april 2017 di kelas VI dengan jumlah siswa 29 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. 
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:


No
Nama siswa
Nilai
Keterangan
T
TT
1
Abdul Rahmad
80

2
Adinda Putri Nur Fatimah
75

3
Ahmad Fadil
70

4
Damraeni
70

5
Dewi Widya Kartika
100

6
Eka Farra
85

7
Fadil Ahmad Gazali
60

8
Fian
70

9
Hian Ahyat
70

10
Julianti
80

11
Khatijah
100

12
Muh. Ajril
60

13
Muh. Hafis Taufik
65

14
Muhammad Afri Ersal
50

15
Muhammad Amin
60

16
Muhammad Azmi
70

17
Muhammad Fadil
70

18
Muhammad Irham
75

19
Muhammad Hamzah
90

20
Muhammad Syafiq Asqadiva
70

21
Musliwandi
70

22
Nabila Utari
100

23
Nur Alfi Nabila
75

24
Nurfadhila Syahada
75

25
Nursufia Cahaya
85

26
Nurzeti Aslina
65

27
Putri Nuraisyah
80

28
Rika Saputri
70

29
Vito Alfaredo
45

Jumlah
2135
22
7
Jumlah Skor 2135
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2900
Rata-Rata Skor Tercapai  73,62

Keterangan :

  • T                       
  • TT
  • Jumlah siswa yang tuntas
  • Jumlah siswa yang belum tuntas
  • Klasikal
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No
Uraian
Hasil Siklus I
1
2
3
4
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
73,62
22
7
75,86

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery) diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,62 dan ketuntasan belajar mencapai 75,86 atau ada 22 siswa  dari 29 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya sebesar 75,86% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery).
  • Siklus II
Tahap perencanaan 
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif 2, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

Tahap kegiatan dan pelaksanaan 
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada hari kamis tanggal 27 april 2017 di kelas VI dengan jumlah siswa 29 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif 2. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3. Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No
Nama siswa
Nilai
Keterangan
T
TT
1
Abdul Rahmad
90

2
Adinda Putri Nur Fatimah
80

3
Ahmad Fadil
75

4
Damraeni
80

5
Dewi Widya Kartika
100

6
Eka Farra
100

7
Fadil Ahmad Gazali
70

8
Fian
80

9
Hian Ahyat
80

10
Julianti
100

11
Khatijah
100

12
Muh. Ajril
70

13
Muh. Hafis Taufik
75

14
Muhammad Afri Ersal
65

15
Muhammad Amin
70

16
Muhammad Azmi
80

17
Muhammad Fadil
85

18
Muhammad Irham
85

19
Muhammad Hamzah
100

20
Muhammad Syafiq Asqadiva
80

21
Musliwandi
80

22
Nabila Utari
100

23
Nur Alfi Nabila
90

24
Nurfadhila Syahada
90

25
Nursufia Cahaya
100

26
Nurzeti Aslina
75

27
Putri Nuraisyah
100

28
Rika Saputri
80

29
Vito Alfaredo
60

Jumlah
2440
27
2
Jumlah Skor 2440
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2900
Rata-Rata Skor Tercapai 84,13


Keterangan :
  • T                       
  • TT
  • Jumlah siswa yang tuntas
  • Jumlah siswa yang belum tuntas
  • Klasikal
Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II
No
Uraian
Hasil Siklus II
1
2
3
4
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
84,13
27
2
93,10

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 84,13 dan dari 29 siswa, yang telah tuntas sebanyak 27 siswa dan 2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 93,10% (termasuk kategori tuntas).  Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran penemuan (discovery) sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Pada siklus II ini ketuntasan secara klasikal telah tercapai, sehingga penelitian ini hanya sampai pada siklus II. 

Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran penemuan (discovery). Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:
  • Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
  • Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung
  • Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
  • Hasil belajar siswa pada siklus II mencapai ketuntasan.
Revisi Pelaksanaan
Pada siklus II guru telah menerapkan pembelajaran penemuan (discovery) dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran penemuan (discovery) dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan (discovery) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I ke siklus II) yaitu masing-masing 75,86%, dan 93,10%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Hal ini dapat dilihat pada table dan grafik dibawah ini.

Tabel 4.5 Nilai hasil belajar siswa kelas VI MI. Haji Beddurahim Sebatik Utara

            Kabupaten Nunukan sesudah tindakan perbaikan pembelajaran IPA
No
Nama siswa
Nilai Hasil Belajar Siswa
Siklus I
Ket
Siklus II
Ket
1
Abdul Rahmad
80
T
90
T
2
Adinda Putri Nur Fatimah
75
T
80
T
3
Ahmad Fadil
70
T
75
T
4
Damraeni
70
T
80
T
5
Dewi Widya Kartika
100
T
100
T
6
Eka Farra
85
T
100
T
7
Fadil Ahmad Gazali
60
TT
70
T
8
Fian
70
T
80
T
9
Hian Ahyat
70
T
80
T
10
Julianti
80
T
100
T
11
Khatijah
100
T
100
T
12
Muh. Ajril
60
TT
70
T
13
Muh. Hafis Taufik
65
TT
75
T
14
Muhammad Afri Ersal
50
TT
65
TT
15
Muhammad Amin
60
TT
70
T
16
Muhammad Azmi
70
T
80
T
17
Muhammad Fadil
70
T
85
T
18
Muhammad Irham
75
T
85
T
19
Muhammad Hamzah
90
T
100
T
20
Muhammad Syafiq Asqadiva
70
T
80
T
21
Musliwandi
70
T
80
T
22
Nabila Utari
100
T
100
T
23
Nur Alfi Nabila
75
T
90
T
24
Nurfadhila Syahada
75
T
90
T
25
Nursufia Cahaya
85
T
100
T
26
Nurzeti Aslina
65
TT
75
T
27
Putri Nuraisyah
80
T
100
T
28
Rika Saputri
70
T
80
T
29
Vito Alfaredo
45
TT
60
TT
Jumlah
2135
22
2440
27
Rata-rata
73,62
-
84,13
-
Ketuntasan Klasikal
-
75,86
-
93,10

Gambar 4.1 Grafik Ketuntasan belajar siswa pada tindakan perbaikan pembelajaran IPA di kelas VI MI. Haji Beddurahim Sebatik Utara

Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran 
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran 
penemuan (discovery) dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak 
positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran 
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses 
pembelajaran IPA pada pokok bahasan Gerakan Bumi dan Bulan yang paling dominan adalah 
bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, 
dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa 
dapat dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langah-
langkah pembelajaran penemuan (discovery) dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru 
yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan 
kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi 
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

PENUTUP
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan 
seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pembelajaran dengan penemuan (discovery) memiliki dampak positif dalam meningkatkan  
prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam 
setiap siklus, yaitu siklus I  (75,86%), siklus II (93,10%).

Penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery) mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran penemuan (discovery) sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan model penemuan (discovery) memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana,  dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakuakan di  Kelas VI MI. Haji Beddurahim tahun pelajaran 2016/2017.


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban. 
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.
Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Widoko. 2002. Metode Pembelajaran Konsep. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.





Share:

06 September 2019

Contoh Surat Keterangan Pengganti Ijazah Hilang

Situsartikel92.com, Surat merupakan alat atau sarana komunikasi melalui tulisan. Seperti judul artikel ini yaitu Contoh Surat Keterangan Pengganti Ijazah Hilang, dalam pembuatan surat tersebut terdapat beberapa persyaratan yang harus di penuhi terlebih dahulu. 

Salah satu persyaratan itu ialah surat kehilangan dari kepolisian setempat. Mengapa, karena dalam pembuatannya yang menjadi tolak ukur atau acuan adalah surat kehilangan dari kepolisian yang menandakan bahwa benar telah terjadi kehilangan berupa Ijazah.

Surat ini sering sekali digunakan pada sekolah-sekolah, selain kegunaannya yang sangat penting. Surat ini juga sebagai salah satu penyelamat bagi alumni siswa sekolah yang berkaitan dalam pengurusan yang membutuhkan Ijazah, padahal ijazah yang bersangkutan hilang atau sejenisnya. 

Sesuai dengan namanya yang juga merupakan perwakilan dari kegunaannya yaitu sebagai pengganti Ijazah yang sudah hilang atau terbakar dll. Surat ini memiliki kelayakan hampir dengan Ijazah aslinya, jadi jika ada kerabat teman-teman yang mengurus ijazah hilang maka akan diberikan surat seperti ini dan tolong disimpan dengan baik atau di laminating agar aman. 

File surat ini dalam bentuk dokumen, jadi bagi Anda yang membutuhkan surat ini silahkan unduh pada link di bawah ini. 

>>> Contoh Surat Keterangan Pengganti Ijazah Hilang {Unduh} <<<

Jika artikel ini kurang jelas atau mungkin masih ada pertanyaan yang perlu di tanyakan, anda bisa memberikan pertanyaan pada kolom komentar yang terdapat pada akhir artikel ini. Untuk mudah mendapatkan notifikasi terkait artikel pada situs www.situsartikel92.com. Silahkan klik tombol ikuti pada bagian kanan atas dari artikel ini. Karena akan menyajikan berbagai artikel yang menarik.

Share:

26 Agustus 2019

CONTOH SURAT PEMBERITAHUAN TERBARU

Assalamuaalaikum Wr. Wb dan selamat Pagi semua...

Hai teman - teman blogger, bagaimana kabarnya semua? Semoga sehat-sehat saja yah. Admin ingin sedikit berbagi kepada teman-teman, siapa tau ada yang lagi butuh atau mencari Contoh Surat Pemberitahuan, Surat ini biasanya digunakan untuk memberitahukan saja, baik kepada Guru, Orang Tua Siswa, Masyarakat umum, dll. 

Jadi bisa di bilang surat ini memiliki fungsi tidak terlalu rumit, jika teman-teman berminat silahkan teman-teman download dibawah ini:



Share:

05 Agustus 2019

CONTOH SURAT PERNYATAAN BAHWA GURU TERSEBUT AKTIF, BERETOS KERJA YANG BAIK


Assalamualaikum Wr. Wb dan Selamat malam...

Hai, teman-teman salam dari admin Situsartikel. Baru kali ini lagi mencoba untuk melakukan postingan di Blog ini. Kesibukan yang membuat admin jarang online untuk melakukan postingan.

Baik langsung saja kita bahas terkait Contoh Surat Pernyataan Bahwa Guru Tersebut Aktif, Beretos Kerja yang Baik. Kertas yang admin gunakan adalah Jenis HVS ukuran A4, agar lebih mudah untuk melakukan penggandaan melalui print. Berikut Contohnya :


Ini adalah screen shoot dari file aslinya, ingin memiliki atau untuk mengecek bisa langsung di Download aja dibawah ini :

Share:

27 Januari 2019

SEJARAH PERKEMBANGAN IPS

Sejarah Perkembangan  IPS Secara Umum

Secara umum perkembangan Social studies sebagai suatu bidang kajian telah dibahas. Melukiskan bagaimana Social Studies pada dunia persekolahan telah menjadi dasar ontologi dan suatu sistem pengetahuan yang terpadu, yang secara estimologi telah mengarungi suatu perjalanan pemikiran dalam kuung waktu 60 tahun lebih yang dimotori zdan diwadahi oleh NCSS sejak tahun 1935. Pemikiran mengenai Social Studies sebagaimana telah dibahas tercatat banyak mempengaruhi pemikiran dalam bidang itu di negara lain, termasuk pemikiran mengenai Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Indonesia.

Konsep Social Studies secara umum berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada tahun 1900-an, antara lain dengan berdirinya National Council for the social studies (NCSS) pada tahun 1935 Pilar Akademik pertam muncul dalam pertemuan pertama MCSS pada tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan Social Studies sebagai Core Curriculum dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai pengertian Social Studies yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley, yakni The Social Studies Are The Social Science Simplified For Pedagogical Purposes.

Dari penelusuran historis epistomologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunan sejak tahun 1935 bidang studi Social Studies mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketakmenentuan, ketakkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketakmajuan. Antara tahun 1940-1950 Social Studies mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun 1960-1970-an timbulnya tarik-menarik antara pendukung gerakan The New Social Studies yang memotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan gerakan Social Studies yang menekankan pada Citizenship Education. Para pendukung gerakan “The New Social Studies” kemudian mendirikan Social Science Education Consoritium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan gerakan Social Studies yang terpusat pada Citizenship Education.

Sejarah Perkembangan IPS di Indonesia

Di Indonesia Pendidikan IPS dalam dunia persekolahan berkembang juga secara evolusioner sejak tahun 1967 dengan munculnya gagasan pengajaran IPS; kemudian muncul pengajaran IPS ala Pendidikan Kewarganegara menurut kurikulum SD 1968; setelah itu berubah menjadi pengajaran IPS dalam kurikulum PPSP. 1973; terus berubah menjadi pengajaran IPS dan PMP dalam Kurikulum 1975 dan 1984, dan pada akhirnya muncul mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan pengajaran IPS terpadu di SD, yang terkonfederasi di SUP, dan yang terpisah di SMU atas dasar kurikulum.

Sebagai konsekuensi logis dari munculnya PIPS dalam dunia persekolahan di IKIP/STKIP dikembangkan program pendidikan guru IPS, yakni yang dibina di FPIPS/JPIPS yang didalam kurikulumnya memuat konsep pendidikan disiplin IPS (PDIPS) pada tingkat sarjana, magister dan doktor pendidikan.

Secara konseptual PDIPS merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu atau Integrated Knowledge System yang bersumber dan bertolak dari ilmu-ilmu sosial, ilmu pendidikan, ilmu lainnya sebagai Extractive Knowledge, dan masalah-masalah sosial sebagai latar operasional; diorganisasikan secara ilmiah dan psikopedagogis. Dalam konteks agama dan pancasila sebagai Intraceptive Knowledge. PDIPS secara konseptual mencakup studi mengenai PIPS persekolahan. Oleh karena itu, antara PDIPS dan PIPS terdapat jalinan yang erat dalam pola interaksi yang dinamis.

Untuk mengembangkan PDIPS sebagai suatu sistem terpadu,  perlu diupayakan pengembangan sinergi akademis dan pedagogis dari seluruh komponen edukatif PIPS dan komponen akademis dan pedagogis PDIPS pada FPIPS dan JPIPS serta PPS IKIP/dan penelitian semua komponen PIPS dan PDIPS.

PDIPS sebagai suatu sistem pengetahuan terpadu yang perlu dikaji secara terus-menerus melalui beberapa upaya penelitian, pengembangan dan penerapan (Research, Development, and Diffusion) yang melibatkan para pakar dan praktisi dalam bidang PIPS dan PDIPS. Dengan demikian, PDIPS dapat berkembang memenuhi tuntutan sebagai suatu disiplin.

Terima Kasih
Penulis

Admin

Share:

KARAKTERISTIK MATA KULIAH KONSEP DASAR IPS

Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial apa pun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah, geografi ataukah itu politik, bersumber dari masyarakat sebagai contoh, secara langsung kita mengamati, mempelajari, bahkan mengalami aspek kehidupan sosial yang kita sebut ekonomi, tidak terlepas dari masyarakat. Ataupun dengan perkataan lain, aspek ekonomi ini bersumber dari masyarakat. Pemenuhan kebutuhan pokok, hubungan kegiatan ekonomi, seperti pedagang, proses produksi,semuanya terjadi di masyarakat, dengan demikian, masyarakat ini menjadi sumber materi IPS.

Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Ketiga aspek yang dikaji dalam proses pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial (memberikan berbagai pengertian yang mendasar, melatih berbagai keterampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan) merupakan karakteristik IPS sendiri.

Nu’man Somantri, yang dikutip oleh Daldjoeni (1981) menyatakan bahwa pembaharuan pembelajaran IPS sebenarnya masih dalam proses yang penuh berisi berbagai eksperimen. Adapun ciri-ciri yang kedapatan didalamnya memuat rincian sebagai berikut.
    1. Bahan pelajarannya akan lebih banyak memperhatikan minat para siswa, masalah-masalah sosial dekat, keterampilan berpikir (khususnya tentang menyelidiki sesuatu), serta pemeliharaan dan pemanfaatan lingkungan alam.
    2. Program studi IPS akan mencerminkan berbagai kegiatan dasar dari manusia.
    3. Organisasi kurikulum IPS akan bervariasi dari susunan yang Integreted (terpadu), correlated (berhubungan) sampai yang seperated (terpisah).
    4. Susunan bahan pembelajaran akan bervariasi dari pendekatan kewarganegara, fungsional, humanistis sampai yang struktural.
    5. Kelas pengajaran IPS akan dijadikan laboraturium demokrasi.
    6. Evaluasinya tak hanya akan mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor saja, tetapi juga mencobakan mengembangkan apa yang disebut democratic quotient dan citizenship quotient.
    7. Unsur-unsur sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya akan melengkapi program pembelajaran IPS, demikian pula unsur-unsur science, teknologi, matematika, dan agama akan ikut memperkaya bahan pembelajarannya.
Pemilihan atau seleksikonsep-konsep ilmu-ilmu sosial guna pengembangan materi pembelajaran IPS sesuai dengan kebutuhan pembelajaran pada tingkat yang berbeda tidaklah mudah, namun harus didasarkan pada prinsip, seperti yang dikemukakan oleh Buchori Alma dan Harlasgunawan (1987) yang menyatakan prinsip-prinsip tersebut, antara lain berikut ini.
    1. Keperluan, Konsep yang akan diajarkan harus konsep yang diperlukan oleh peserta didik dalam memahami “dunia” sekitarnya. Oleh sebab itu, lingkungan hidup yang berbeda harus memerlukan konsep yang berlainan pula.
    2. Ketepatan, Perumusan yang akan diajarkan harus tepat sehingga tidak memberi peluan bagi penafsiran yang salah (salah konsep).
    3. Mudah dipelajari, Konsep yang diperoleh harus dapat disajikan dengan mudah. Fakta dan contohnya harus terdapat dilingkungan hidup peserta didik serta sudah dikenal oleh para peserta didik tersebut.
    4. Kegunaan, Konsep yang akan diajarkan hendaknya benar-benar berguna bagi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia pada umumnya serta masyarakat di lingkungan dimana ia hidup bersama dalam keluarga serta masyarakat terdekat pada khususnya.
Evaluasi pembelajaran IPS yang berkesinambungan, sebaiknya dilakukan terus-menerus sesuai dengan keterlaksanaan proses pembelajarannya. Evaluasi semacam ini merupakan barometer atau pengecekan apakah proses yang berlangsung itu dapat diikuti dan dipahami oleh peserta didik dan seberapa besar penguasaan atau pemahaman peserta didik. Apakah target yang telah ditetapkan atau kompetensi yang telah ditetapkan sudah dapat dicapai. Evaluasi semacam ini biasa kita sebut sebagai evaluasi formatif, sedangkan evaluasi yang merupakan kulminasi tadi, merupakan penilaian keberhasilan dari seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran atau biasa kita sebut dengan evaluasi sumatif.

Demikian dulu artikel ini admin berikan, jika masih ada kekurangan dalam artikel ini admin minta maaf sebesar-besarnya, karena admin juga manusia. Jika teman-teman ingin membantu admin silahkan berikan komentar, ide dan gagasan yang dapat memberikan admin motivasi dalam mengembangkan Blog ini dan berbagi pengetahuan.

Terima kasih
Penulis

Admin
Share:

26 Januari 2019

Rangkuman KB 1 Hakikat Mata Kuliah Konsep Dasar IPS


Situsartikel92.com - Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin bidang akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Dalam kerangka kerja pengkajiannya Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS) menggunakan bidang-bidang keilmuan yang termasuk bidang-bidang ilmu sosial.

Kerangka kerja Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak menekankan pada bidang teoritis, tetapi lebih kepada bidang-bidang praktis dalam mempelajari gejala dan masalah-masalah sosial yang terdapat di lingkungan masyarakat. Studi Sosial tidak terlalu akademis-teoritis, namun merupakan satu pengetahuan praktis yang dapat diajarkan pada tingkat persekolahan, yaitu mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi.

Demikian pula pendekatan yang digunakan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sangat berbeda dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan Ilmu Pengetahuan Sosial bersifat Interdisipliner atau bersifat Multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Ilmu sosial (Social Sciences) bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing. Demikian pula pada tingkat dan taraf yang lebih rendah pendekatan Studi Sosial lebih bersifat multidimensional, yaitu meninjau satu gejala atau masalah sosial dari berbagai dimensi atau aspek kehidupan.

Bidang studi IPS, pada hakikatnya merupakan perpaduan pengetahuan sosial. Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) intinya merupakan perpaduan antara geografi dan sejarah. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) intinya merupakan perpaduan antara geografi, sejarah dan ekonomi koperasi. Sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) intinya adalah perpaduan antara geografi, sejarah, ekonomi-koperasi dan Antropologi. Di tingkat Perguruan Tinggi, bidang studi IPS ini dikenal sebagai Studi Sosial. IPS atau Studi Sosial ini, merupakan perpaduan dari berbagai bidang keilmuan Ilmu Sosial. Studi Sosial memiliki perbedaan yang prinsipil dengan ilmu-ilmu sosial.

Proses pembelajaran pendidikan IPS dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat usia peserta didik masing-masing. Misalnya, masyarakat yang menjadi objek formal pembelajaran dimulai dari keluarga, para tetangga, kampung, desa kecamatan, kabupaten, provinsi dan seterusnya, sedangkan yang menjadi objek materialnya, meliputi aspek-aspek kehidupan sosial ekonomi, budaya, sejarah,geografi, politik, tata negara dan lainnya. Penentuan bobot luas dan kedalaman materi aspek-aspek tersebut secara bertahap disesuaikan dengan perkembangan sikap dan kemampuan peserta didik. 

Ragam pembelajarannya pun harus di sesuaikan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan. Secara formal, proses pembelajaran dan membelajarkan itu terjadi di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun, sesuai dengan kenyataan keseharian yang mereka temui dan lakukan sehingga peserta didik tersebut dibelajarkan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Baik di lingkungan keluarga, dan lingkungan yang lebih luas sekitar mereka.

Jika artikel ini kurang jelas atau mungkin masih ada pertanyaan yang perlu di tanyakan, anda bisa memberikan pertanyaan pada kolom komentar yang terdapat pada akhir artikel ini. Untuk mudah mendapatkan notifikasi terkait artikel pada situs www.situsartikel92.com. Silahkan klik tombol ikuti pada bagian kanan atas dari artikel ini. Karena akan menyajikan berbagai artikel yang menarik.

Share: